9.26.2020
9.25.2020
9.24.2020
TAKDIR SANG SOCIAL CLIMBER
Korban adalah social climber. Demi pengakuan dari komunitasnya, selama perjalanan ke Bandung mengunggah banyak status dan foto di media sosial.
Padahal Persib sudah melarang suporter tamu untuk datang. Persija juga sudah melarang suporternya untuk ke Bandung.
Tidak hanya itu, himbauan juga dikeluarkan PP Jakmania. Bahkan seorang legenda Persija, Bambang Pamungkas, juga memberikan larangannya.
Semua larangan sudah disebar melalui media sosial dan media massa. Larangan itu adalah untuk MENCEGAH ADANYA KORBAN
Tetapi korban (dan banyak suporter Persija lainnya) tetap nekad ke GBLA untuk mendukung Persija dengan cara SEMBUNYI-SEMBUNYI. Melanggar LARANGAN dan KESEPAKATAN antara kedua belah pihak.
Akibatnya, seperti yang sudah terjadi, menyepelekan larangan berakibat fatal KEMATIAN.
Siapa yang bisa mengontrol emosi massa? Siapa yang bisa mencegah amuk massa? Anda berani melerai massa yang sedang diamuk marah?
Tahun lalu almarhum Riko wafat di tribun GBLA saat melindungi Jakmania yang tertangkap MENYUSUP. Riko adalah anggota Viking Frontline.
TIDAK ADA YANG ALASAN APAPUN MEMBENARKAN PENGEROYOKAN INI. Bobotoh pelakunya tetap bersalah dan harus dihukum.
Tetapi menghukum Persib Bandung, Bobotoh lain adalah bukan solusi. Karena Persib sebagai institusi sudah mengoptimalkan segala kemampuannya.
Organisasi-organisasi Bobotoh juga sudah melakukan hal yang sama. Kepolisian juga sudah memberikan yang terbaik.
Jadi daripada memperkeruh suasana, sebaiknya yang tidak mengetahui duduk perkaranya, untuk menahan diri tidak berkomentar.
Kami, kita semua prihatin dan menyesalkan perbuatan ini. Biarkan dan kita bantu kepolisian untuk mengungkap dan menuntaskan kasus ini.
RNS
sebuah catatan lama yang semula ditayangkan di akun Facebook pribadi saya, 24092018. Sehari setelah kejadian berdarah. Tulisan ini sempat viral dengan ribuan shares dan react, ribuan komen, dan juga ribuan cacian. Dicopas dimana-mana dan dihilangkan identitas penulis asalnya :)
https://www.facebook.com/photo?fbid=472789586561173&set=a.246666702506797
6.04.2020
"SURVIVAL FAMILY", SAAT DUNIA KEHILANGAN ENERGI
5.16.2020
MEMBACA JUDUL BERITA DI TENGAH WABAH
Tirto.id menulis judul MENGURAI PENYEBARAN COVID-19 KLASTER 'SEMINAR KEAGAMAAN' DI BANDUNG (30/5/2020).
Detik. com menulis IMAM POSITIF NEKAT PIMPIN TARAWIH DI TAMBORA, 9 JEMAAH KENA CORONA
Berita yang rilis di Tirto.id mengurai potensi 2000 jemaah Gereja Bethel Indonesia (GBI) terkena Covid-19.
"Hernawan Widjajanto mengindikasikan bahwa sang pendeta adalah carrier COVID-19--membawa dan menularkan penyakit kepada orang lain. "Perkiraan kami cukup banyak [yang tertular]," kata Hernawan kepada reporter Tirto, Sabtu (28/3/2020). Penularan terjadi dalam acara Pastors Meeting yang diadakan GBI pada 3-5 Maret 2020 di Hotel Lembang Asri, KBB, Jawa Barat.
...
Pria yang biasa disapa Emil itu menyebutnya sebagai klaster "seminar keagamaan di Lembang". Ada sekitar 2.000 orang menghadiri acara tersebut. Seluruh jemaah yang hadir pada acara di Hotel Lembang Asri itu ditetapkan sebagai orang dalam pemantauan (ODP) dan diminta segera melapor untuk melakukan rapid test. Bahkan, mantan Wali Kota Bandung itu juga meminta Polda Jawa Barat turun tangan mencari seluruh peserta acara tersebut."
Penjudulan tersebut didapat dari penyataan Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil: Seminar Keagaamaan di Lembang.
Lalu bandingkan dengan berita kedua dari Detik. com dengan judul yang langsung menembak ibadah umat Islam.
”Sebanyak 28 warga Tambora, Jakarta Barat, berstatus orang dalam pemantauan (ODP) setelah melaksanakan salat Tarawih berjemaah dengan imam yang positif Corona. Hasil swab menyatakan 9 orang di antaranya positif Corona.
"Iya sudah, alhamdulillah sudah ditangani oleh pihak kesehatan. Hasil swab-nya memang kemarin dari informasi dari kesehatan, itu ada 9 yang dinyatakan positif, tapi positif ringan, termasuk ringan, penanganan ringan," kata Camat Tambora Bambang Sutama saat dihubungi, Sabtu (16/5/2020)."
Pertanyaannya adalah umat mana yang beritanya akan lebih renyah untuk digoreng? Yang 2000 peserta "seminar keagamaan di Lembang?" atau yang 28 orang jamaah sholat tarawih di Tambora, Jakarta?
Berhati-hati atau tidak, agama kita akan tetap disudutkan media. Apalagi jika tidak berhati-hati. Dua judul berita di atas secara gamblang menjelaskan kecenderungan media untuk menyudutkan dan melindungi siapa.
Saya belajat cukup banyak soal framing, karena semenjak SMA saya sudah belajar mengelola berbagai publikasi, media dan penerbitan pers.
Yang tinggal di zona hijau dan masih bisa sholat berjamaah, bergembiralah di saat jutaan lainnya menangisi kehilangan kesempatan berjamaah karena mengikuti petunjuk ulama. Nikmati romadhon dan manfaatkan.
Berempatilah. Jangan menekan kami yang kehilangan kesempatan berjamaah di tengah pandemi dengan analisis-analisis dan opini yang justru menimbulkan masalah baru.
Romadhon sebentar lagi usai, doakan kami yang berada di zona merah yang tidak bisa ke mesjid agar bisa segera ke masjid lagi. Doakan mereka yang keluyuran ke mall, pasar, dan tempat lain agar bisa ke mesjid juga.
Bila memang ada 'penumpang gelap' di zona hijau, hajar penumpang gelapnya. Jangan digeneralisir.
Beban jamaah di zona merah sangat kompleks. Mulai tidak ada uang, terancam kelaparan, stress karena tinggal di rumah selama 2 bulan tanpa kejelasan, kehilangan kontak sosial, termasuk kehilangan kesempatan berjamaah di bulan Romadhon.
Saya sendiri harus iklash tidak bertemu anak-anak yang tinggal di kota lain (zona hijau). Harus menahan pergerakan karena bila menjadi carrier, akan membahayakan orangtua saya yang sudah sepuh dan dalam kondisi sakit .
Jarak ke masjid hanya selisih satu rumah. Hanya 10 meter. Masjid itu juga ditutup untuk sementara sampai ada fatwa lanjutan dari MUI.
Mengabaikan fatwa MUI artinya kita mengabaikan otoritas para ulama di dalamnya yang memiliki beragam keahlian. Tidak hanya fiqih, tapi ilmu-ilmu lainnya yang berhubungan dengan fatwa yang akan dikeluarkan.
Bila kita menghormati dan melaksanakan Fatwa MUI yang nenyatakan Ahok melakukan penistaan agama dan melecehkan QS Al Maidah, mengapa tidak bisa mengawal fatwa MUI mengenai pedoman beribadah di tengah wabah?
Jangan sampai perbedaan ini dibenturkan oleh mereka-mereka yang tidak suka dengan agama Islam. Mereka yang ingin memanfaatkan kesempatan untuk membenturkan perbedaan pendapat di tengah umat.
Malam 24 Romadhon 1441H,
fakir ilmu & amal yang rindu berjamaah di masjid
Tautan:
https://tirto.id/mengurai-penyebaran-covid-19-klaster-seminar-keagamaan-di-bandung-eJGU
https://m.detik.com/news/berita/d-5017286/imam-positif-nekat-pimpin-tarawih-di-tambora-9-jemaah-kena-corona
5.14.2020
DUKHON DALAM KACAMATA BUDAYA POPULER HOLLYWOOD
Beberapa hari belakangan, tepatnya menjelang dan sesudah 15 Romadhon 1441H, linimasa media sosial meriah tentang 'terpelesetnya' salah seorang ustadz Akhir Zaman dalam menafsirkan soal dukhon.
Soal Dukhon ini, ada diriwayatkan dalam Al Quran sebagai surat ke-44 Ad Dukhon yang terdiri dari 59 ayat. Terutama QS 44: 10-15.
Sedangkan dalam hadits, dukhon diriwayatkan oleh Ibnu Mas'ud. Haditsh tersebut walau sering dikutip dinyatakan haditsh palsu. Para Ustadz Akhir Zaman juga meyakini haditsh tersebut palsu.
Lalu bagaimana pandangan dunia populer yang 'cocoklogi' tentang dukhon?
Dalam film "Animatrix" (2003, sekuel film The Matrix dalam animasi), episod The Second Renaissance Part 2, dikisahkan manusia gagal memerangi Kaum Mesin (Robot dengan AI: artificial intellegence) yang memberontak pada manusia.
Di bawah kendali PBB, manusia lalu menyelubungi planet bumi dengan asap gelap. Hal ini dilakukan agar Mesin tidak bisa mengambil energi dari matahari.
Manusia terpaksa hidup di bawah tanah, dalam silo-silo yang disebut Zion. Manusia berperang melawan Mesin sambil menunggu penyelamat mereka yang dikenal sebagai The One.
Sedangkan dalam film "How It Ends" (2018), dikisahkan bila dunia disapu asap gelap. Dikatakan peristiwa itu bermula dari goncangan yang menimpa Los Angeles, AS.
Sambungan listrik, telepon, dan satelit mendadak mati. Penerbangan dibatalkan.
Will, berusaha menyelamatkan kekasihnya, Samantha yang berada di Seattle yang harus ditempuhnya dengan jalan darat dari Chicago.
Pada scene akhir digambarkan bagaimana asap gelap membumbung tinggi mengejar Will dan Sam yang berusaha melarikan diri dengan mobilnya.
Jadi untuk soal dukhon ini, Barat berusaha untuk menampilkan imajinasi dan fantasi mereka dalam bentuk kisah dan film, yang tentu sesuai interpretasi mereka. Tidak diketahui darimana mereka mendapat ide dukhon.
Apakah mereka membaca Al Quran? Membaca hadits? Mengikuti kajian akhir zaman?
Wallohu'alam bishowwab.
Malam 22 Romadhon 1441 H
🖼️ Screen capture scene akhir film "How It Ends” (2018).
3.17.2020
Bahaya Laten Setelah Covid-19...
Wabah membuka mata kita bila seharusnya Indonesia berdikari tidak mengandalkan impor bahan pangan dari luar negeri. Harusnya juga membuka mata bila negara kita adalah negara agraris, bukan industri, yang tentunya bisa memproduksi bahan pangan sendiri.
Puluhan tahun para cukong dan calo impor memaksa kita memamah bahan pangan impor. Mereka juga menekan petani lokal dengan menjual pangan impor dengan harga lebih rendah.
Sindikasinya menjual pupuk pada petani dengan harga tinggi. Mereka juga yang memaksa lumbung-lumbung padi berubah jadi pabrik. Memaksa para petani kehilangan lahan garapan dan menjadi budak di tanah airnya sendiri.
Indonesia akan kesulitan melakukan lockdown total karena tidak ada makanan yang cukup yang bisa dibagikan negara pada 200 juta rakyat Indonesia.
Bila jatah makan satu orang penduduk adalah per hari Rp.10.000, kalikan saja dengan 200 juta. Maka itulah biaya yang harus dikeluarkan negara yang mengagungkan slogan 'kerja-kerja-kerja' ini.
Dalam sebuah berita online tadi pagi (17/3/2020) disebut BULOG memiliki cadangan 1,6 juta ton beras. Apakah 1,6 juta ton beras itu cukup untuk menyumpal 200 juta mulut? Untuk berapa lama?
Impor pangan di saat wabah dipastikan akan sangat mahal, untuk menanami lahan yang ada perlu waktu berbulan bahkan bertahun.
Setelah Covid-19, Indonesia akan dirudung ancaman bahaya yang lain: kelaparan.
Sementara sumber daya dan kekayaan alam Indonesia konon dikuasai hanya oleh 1% penduduk saja. Itupun belum tentu mereka mau mendonasikan sebagian asetnya bila wabah kelaparan menerpa.
Tentunya ke depannya, bila kita selamat dari wabah ini dan wabah lanjutan, berharap negara kembali ke UUD 1945 yang asli. Kembali ke pasal 33 ayat 3. Agar kita mandiri dan berdikari.
Tidak tergantung cukong. Tidak tergantung aseng. Tidak tergantung asing.
Bubarkan industri yang tidak perlu. Kembalilah bertani sebelum terlambat. Bagikan lahan-lahan pertanian yang dikuasai perseorangan/korporasi kepada negara untuk dikelola masyarakat bertani.
Stop impor bahan pangan. Ambil kekayaan berlebih para importir dan cukong, kembalikan pada negara untuk dikelola demi kesejahteraan dan kemakmuran rakyat semesta.
Tentu, bila harus memilih mati karena Covid-19 atau karena revolusi melawan penjajahan dan perbudakan, saya memilih yang ke-2...
Isy mun kariman auwmut syahidan
12.17.2019
Membaca Sang Pangeran & Janissary Terakhir: Full Marathon Untuk Pelari Pemula (Resensi Santuy)
Tidak hanya itu, novel yang berusaha menceritakan kembali sepenggal sejarah perjuangan Pangeran Diponegoro ini juga dipadati dengan catatan-catatan kaki. Baik itu untuk menjelaskan peristiwa nyata yang berada di lintasan sejarah, istilah, atau transliterasi beberapa bahasa yang digunakan para tokoh dalam novel ini. Mulai bahasa Indonesia (tentunya), Arab, Inggris, Jawa, Prancis, bahkan Turki.
Saya sempat merasa beruntung mendapatkan buku ini hanya beberapa hari setelah resmi diluncurkan di Masjid Jogokariyan, Yogyakarta. Bahkan sebagai warga Kota Bandung, saya beruntung bisa menghadiri bedah bukunya di Hotel Malaka Bandung (14 November 2019) dan mendengar penuturan 'behind the scene' dan proses kreatif ustad muda ini saat menuliskan novel perdananya ini.
Semula saya berharap akan bisa menyelesaikan novel setebal 632 halaman ini dalam waktu paling lama satu minggu. Ternyata ekspetasi itu terlalu berlebihan. Faktanya novel ini baru habis dibaca selama tepat satu bulan, itu pun masih dibaca dengan baca cepat, yang tentu saja mengabaikan banyak detail, pemahaman, juga proses reimajinasi untuk menghayati bagaimana sepenggal kisah perjuangan Pangeran Diponegoro itu.
Tentu saja selain karena liga sepakbola Indonesia yang masih belum selesai, godaan game online, serta kegiatan lain, juga karena novel ini tidak bisa diajak 'santuy'. Penyebabnya ya karena novel ini memang bukan novel yang bisa dibaca di sembarang tempat seperti misalnya saat kita membaca novel-novel hiburan dan percintaan, misalnya.
Ada banyak kutipan ayat al quran dan potongan haditsh yang membuat pembaca harus lebih 'tertib tempat' saat menikmati novel -roman sejarah ini. Tentu membuatnya tidak elok bila kita membacanya seperti saat kita membaca novel hiburan atau sekuler lain di kamar mandi.
Itu menjadi catatan pertama saat saya mulai membuka lembaran-lembaran awal novel ini. Bahkan semenjak prolog, membuat saya yakin novel ini bukan novel yang diperuntukkan bagi pencari hiburan semata. Tetapi lebih diperuntukan bagi penikmat sejarah -khususnya sejarah Islam di Nusantara juga untuk para pembaca serius yang mau berhari-hari bergelut untuk menikmati lembar demi lembar novel ini hingga tuntas.
Novel "Sang Pangeran dan Janissary Terakhir," ini menjadi lintasan banyak peristiwa sejarah yang hendak disampaikan pengarangnya melalui tokoh utama Pangeran Diponegoro. Di mana narasi besarnya salahsatunya adalah menyampaikan bila perjuangan Pangeran Diponegoro itu dipengaruhi atau mempengaruhi peristiwa sejarah di belahan dunia lainnya.
Bagaimana kemudian Kerajaan Kristen Belanda harus kehilangan dana jutaan gulden untuk menundukkan Pangeran Diponegoro. Belum lagi 15 ribu tentaranya mati selama perang 5 tahun yang terjadi di Tanah Jawa itu.
***
Seperti halnya roman sejarah kita akan berhadapan dengan kisah nyata dalam balutan fiksi, (cetak miring dan garis tebal dari saya) bukan kisah fiksi dalam balutan kenyataan. Di mana roman ini dibuka dengan prolog berupa fragmen dimulainya perang suci Pangeran Diponegoro melawan pasukan kolonial Belanda pada 20 Juli 1825 sebagai bagian peperangan besar dunia di ujung keruntuhan Kekhalifahan Ottoman (hal.19).
Dari Yogyakarta pada tahun 1825, pembaca akan dibetot mundur ke Istanbul Turki pada tahun 1808 untuk mengawali premis bahwa perang Jawa yang diinisiasi Pangeran Diponegoro 17 tahun kemudian adalah bagian dari ujung kekhalifahan Utsmany menjelang keruntuhannya. Di mana sebelum kekalifahan Utsmany berakhir, Mustafa Pasha mengirim Janissary terakhir yang dimilikinya untuk menolong para mujahid di Nusantara.
"Utang besar Daulah kita yang jaya pada ummat Nabi di kepulauan itu harus dibayar. Harus, meski Sultan Muhammad Al Fatih tidak sengaja melakukannya...", ujar Mustafa Pasha, Perdana Menteri Daulah Utsmaniyah yang saat itu dipimpin Sultan Mahmud II. (hal. 29).
Pada bagian itu, pengarang menekankan bila Nusantara adalah wilayah yang juga diperebutkan dua kerajaan Kristen: Inggris dan Belanda yang berada di bawah kekuasan Prancis masa Napoleon Bonaparte.
Dalam ratusan halaman selanjutnya pembaca akan diajak bertamasya mengikuti premis itu hingga akhirnya Pangeran Diponegoro ditipu oleh Panglima Tertinggi Tentara Kerajaan di Hindia Belanda, Jendral Hendrik Merkus de Kock di bulan Maret 1830.
***
Salah satu yang menjadi tantangan tersendiri tiga puluh bagian plus prolog dan epilog ini adalah lompatan-lompatan alur waktu. Dimulai dari tahun 1808, melompat ke tahun 1825, surut ke 1823, melaju ke 1830 dan seterusnya.
Belum lagi catatan kaki-catatan kaki yang harus diperhatikan. Atau pembaca dipaksa bolak-balik untuk kembali ke depan ke halaman 11-14 untuk mengetahui latar belakang ringkas tokoh-tokoh yang bermunculan di setiap bab.
Alur waktu yang tidak selalu linear, banyaknya tokoh sejarah, istilah-istilah yang bergantian dalam berbagai bahasa, kutipan-kutipan peristiwa sejarah yang benar terjadi lengkap dengan tanggal dan tahun, serta munculnya tokoh-tokoh fiktif menjadi detail yang harus diperhatikan untuk bisa menikmati novel ini seutuhnya.
Di tengah membaca saya mendadak teringat novel "In The Name of The Rose"-nya Umberto Eco yang tidak selesai saya baca hingga sekarang. Padahal novel itu dibeli sejak tahun 2008 dan baru dibaca sepertiganya sampai saat ini di ujung 2019.
Cara bertutur yang mungkin bisa dikatakan satu tipe, mirip. Banyaknya nama dan peristiwa, belum lagi istilah-istilah dalam bahasa Italia yang tidak diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia.
"In The Name of the Rose" malah ujug-ujug menghantui saat membaca novel "Sang Pangeran dan Janissary Terakhir" ini. Saya seperti menemukan "In the Name of The Rose" yang merupakan novel fiksi belatar belakang sejarah gereja di abad pertengahan, namun dalam bentuk yang lain di novel Sang Pangeran dan Janissary Terakhir" yang justru merupakan roman sejarah dalam balutan fiksi untuk menghubungkan peristiwa ke peristiwa.
Padahal keduanya berbeda dan bertolak belakang 180 derajat. Persamaannya mungkin karena keduanya menjadi novel yang sulit untuk diselesaikan dengan santuy, karena pembaca akan dipaksa membaca berulang-ulang, tidak linear, maju-mundur agar novel tersebut bisa hidup dalam imajinasi pembaca dengan bebas.
Menjadi istimewa bila kemudian saya saya bisa menyelesaikan membaca novel "Sang Pangeran dan Janissary Terakhir" hingga halaman akhir dengan metode baca cepat, sedangkan "In the Name of The Rose" sampai hari ini belum selesai dibaca, padahal sudah dibaca cepat, sedang, maupun lambaaaaat banget.
Bukan secara kebetulan, saya memfavoritkan juga film "November 1828" karya Teguh Karya yang dibintangi Slamet Rahardjo, Rachmat Hidayat dan Yenny Rachman (1979). Di mana film terbaik Indonesia sepanjang masa ini memang menukil sepotong fragmen kecil perjuangan rakyat Indonesia yang dipimpin Pangeran Diponegoro melawan Kolonial Belanda.
Visualisasi film yang saya tonton puluhan tahun lalu itu membantu saya berimajinasi tentang sosok sebagian tokoh yang ada di novel "Sang Pangeran dan Janissary Terakhir". Tentu tidak seutuhnya, tetapi cukup membantu menghidupkan imajinasi agar novel tersebut bisa larut dalam pembacaan yang (harusnya) khusuk.
Selain itu, membaca novel ini juga mengingatkan saya akan serial silat "Api Di Bukit Menoreh" (SH Mintardja) yang juga pernah dibaca puluhan tahun silam saat taman bacaan menjamur di mana-mana, termasuk di Bandung di era 1990an. Saya kerap me-reimajinasi tokoh-tokoh sisipan dalam novel ini berbusana dan berkelahi seperti Agung Sedayu murid Kiai Grinsing di masa Panembahan Senapati yang hidup tigaratus tahun sebelumnya.
Bila harus menyebut kelebihan-kekurangan, tentu saya harus memastikan untuk membaca buku ini dua atau tiga kali lagi. Belum lagi, misalnya, mencari rujukan/bacaan lain yang bisa memperkaya proses pembacaan dan reimajinasi. Tetapi salah satu catatan yang menurut saya mengganggu adalah kemunculan frasa 'adalah syiap' yang diucapkan tokoh sebagai konfirmasi atas perintah tokoh lain.
"Adalah syiaaapp!" kata Wironegoro sambil meringis. Dia menggaruk kepalanya yang tidak gatal dan mengangguk (hal. 207).
Konfirmasi Wironegoro pada Kapitan Joost yang sedang mengejar Basah Nurkandam dan Basah Katib itu dengan frasa 'adalah syiap' malah membuat saya teringat pada Atta Halilintar, Youtuber yang wara-wiri dengan jargon 'ahshiapp'-nya itu.
Lainnya, misalnya para tokoh yang bercanda di tengah ketegangan/konflik yang seharusnya membuat pembaca dalam 'tension' tak berkesudahan seperti saat menaiki roller coaster. Misalnya saja saat Adhi Legowo mempelesetkan 'off course' menjadi 'op kros', saat Syarif Hasan Munadi hendak menciduk Basah Katib. (hal. 494).
Tentu saja pengarang berhak menuliskan hal tersebut untuk menggambarkan bahwa bangsa kita ini, manusia pada umumnya, selalu mencari kesempatan untuk tertawa di tengah himpitan dan kesempitan. Tetapi bagi saya pribadi sebagai pembaca, malah melunturkan 'tegangan' yang mengganggu reimajinasi..
Lalu untuk siapa novel ini sebenarnya? Seperti disebutkan di awal, tentu saja untuk pembaca yang mau serius meluangkan waktunya membaca lembar demi lembar kisah perjuangan Pangeran Diponegoro yang mempengaruhi Nusantara -Indonesia kemudian. Tidak hanya untuk penggemar sejarah, aktivis dakwah, atau jamaah Ustad Salim A. Fillah --yang piawai merangkai lisan dalam kajian Sirrah Nabawiyah di Majelis Jejak Nabi.
Pembaca yang baru mau serius juga tentu saja bisa sebagai upgrade menuju novel-novel 'kelas berat' lainnya. Tapi tentu saja pembaca Dilan atau Harry Potter akan 'termehek-mehek' membaca buku ini, seperti pelari pemula yang terpaksa harus mengikuti lari maraton sejauh 42 KM dengan tiba-tiba. Karena tidak cukup secangkir kopi dan sepiring gorengan untuk menyelesaikan novel yang seharusnya menjadi koleksi pembaca novel dan pembaca buku-buku sejarah.
Saya pun mendadak teringat "In The Name of the Rose"-nya Umberto Eco yang tak pernah selesai dibaca hingga sekarang....
Data Teknis:
Judul: Sang Pangeran dan Janissary Terakhir
Pengarang: Salim A. Fillah
Penerbit: Pro-U Media, Yogyakarta
Tahun: 2019
Cover: Softcover, 15,2 x 23,3 cm
ISBN: 978-623-7490-06-7
Tebal: 632 Halaman
#semuabacasangpangeran
#sangpangerandanjanissaryterakhir
Bukit Punclut, Bandung, 17 Desember 2019
Ricky N. Sastramiharja
Pecinta kopi Robusta yang kebetulan suka membaca, nonton film, dan main game
Sarjana Sastra Sunda Unpad yang lebih sering bicara Persib Bandung & sepak bola
4.14.2018
THE CLOSER YOU LOOK, THE LESS YOU SEE - 2
Rocky Gerung, sang filsuf, tidak banyak diketahui agamanya apa. Dari berbagai tulisan, RG adalah umat Nasrani.
Tetapi mengapa statemen RG yang mengatakan 'kitab suci itu fiksi' banyak dibela (bahkan dipuji), bahkan oleh mereka yang beragama Islam?
1. Statemen RG adalah statemen ilmiah, sesuai bidang keilmuannya: filsafat. Walau tentu tidak banyak juga diterima oleh sebagian ummat Islam yang, menurut saya, agak kurang mau belajar filsafat sebagai cara belajar berlogika & bernalar.
2. RG adalah, bila betul ia beragama Nasrani, adalah simbol kegelisahan WNI atas berbagai kegaduhan di era Rezim Jokowi.
Dengan demikian, kehadirannya meruntuhkan klaim sepihak mereka yang pro Istana, bahwa kegaduhan di rezim Jokowi ini disebabkan oleh ummat Islam yang mayoritas. RG adalah representasi kegelisahan warga negara akan kualitas bangsa. Tidak hanya ummat Islam.
3. Dalam beberapa penampilannya di ILC, RG selalu menyoroti kualitas dan sistematika berfikir bangsa yang menurutnya sudah pada tahap 'mengkhawatirkan'. Dengan membahas fiksi & fiktif dari kacamata filsafat & epistemologi ia membongkar bagaimana sebuah rezim membodoh-bodohi warganya melalui bahasa.
Sedikit mirip saya rasa, dengan Foucoult yang merekontruksi pemikiran Barat melalui genealogi moral-nya. Atau Jacques Derrida yang mendekonstruksilan makna peradaban Barat
Apalagi RG juga dikenal sebagai pembaca & penafsir Juergen Habermas yang ‘berat’.
12.15.2017
Amazfit BIP: User Review
Tentu ada beberapa alasan menggaet BIP dibanding PACE yang sebetulnya diincar lebih dulu. Salahsatunya adalah karena BIP yang sebelumnya hanya berbahasa Cina, kini resmi dirilis dalam bahasa Inggris di November 2017.
Lainnya: BIP menggandeng IP68 sedang PACE IP67. Chip GPS pada BIP pun lebih baru dan lebih baik dibanding PACE.
Perbedaan harga juga jadi pertimbangan. Tetapi hanya sekitar 10% dari alasan keseluruhan mengapa akhirnya pilih BIP. Saat memutuskan membeli BIP, harganya sekitar Rp. 1.020.000 (termasuk screen protector dan extra strap). Sedangkan PACE Rp. 1.620.000 di lapak Best Memory Tokopedia.
(Saat review ini selesai ditulis iseng saya nengok Blibli.com, PACE dijual dengan harga Rp. 1.287.000 😞)
Alasan lain yang kuat yang akhirnya tidak pilih PACE adalah fiturnya yang tidak saya perlukan: Alipay, WIFI, running tutorial, beragam olahraga yang tidak saya lakukan dan music player.
1. Kesan Pertama
Bertahun memakai jam bulat dengan diameter minimal 4 sampai 5,5 cm membuat saya merasa 'canggung‘ saat memakai BIP. Bentuknya yang kotak persegi panjang, displaynya yang digital dan berwarna terasa seperti memakai jam mainan.
Bobotnya juga terasa ringan dengan strap yang seolah lebih pendek dibanding jam yang biasa saya pakai. Bila terbiasa memakai jam dengan bezel dan rantai logam, memakai BIP serasa memakai karet gelang. It feel weird.
Padahal bila dibandingkan secara visual dengan jam tangan lama saya, ukuran BIP yang kotak persegi panjang tidak jauh beda saat dikenakan.
Tetapi perasaan itu memudar saat masuk ke fitur utamanya yang membuat saya membongkar celengan: activity tracker.
Dengan GPS di pergelangan tangan yang mampu merekam dan menginformasikan jarak, kecepatan lari, durasi, peta, detak,jantung, dan elevasi, perasaan 'canggung' itu tersisih.
2. Batere
Ada banyak catatan untuk daya tahan batere. Saat pertama,kali menghidupkan BIP, batere tersimpan dari pabriknya sekitar 46%. Saya charge melalui USB dari PC Desktop sampai penuh 100%.
Tetapi setelah seminggu batere tersisa hanya 26%. Artinya selama seminggu habis 74%. Perkiraan dengan cara penggunaan saya, batere akan habis dalam 10-12 hari.
Jauh dari klaimnya bertahan 45 hari. Padahal saya kerap menonaktifkan notifikasi ponsel. Juga dipakai berolahraga dengan GPS menyala hanya sekitar 2 jam per sessi selama 3 hari.
Dari kondisi 24% saya lalu menchargenya lagi dengan menggunakan charger 0,5-1 A dengan arus 100mAH. Diperlukan lebih kurang 2 jam untuk mengisinya hingga penuh.
Dalam panduan, BIP menyarankan menggunakan charger berlekuatan arus tak lebih 500mAh dan input maksimal 1 A. Dari beberapa reviewer, mereka menyarankan menggunakan power bank untuk mencharge BIP. Tentu agar batere BIP tidak cepat rusak karena dicharge dengan arus yang lebih besar dari yang disarankan.
Tetapi untuk urusan batere ini masih harus saya uji lagi kekuatan dan daya tahannya.
Namun yang jelas, konektivitas BIP dengan ponsel, membuat ponsel saya lebih sering di-charge karena bluetooth & GPSnya aktif. Saya memakai ponsel Asus Zenfone 2 Laser 550KL yang berumur kurang lebih 2 tahun.
3. Aplikasi Mi Fit
Untuk aplikasi yang terinstal di ponsel saya adalah versi 3.1.6 per 15 Desember 2017 dengan Algoritma versi 1.1.09. Tidak ada kesulitan saat menginstall aplikasi, juga saat pairing dengan BIP.
Mi Fit yang juga aplikasi untuk smartwatch/sport band Xiaomi lainnya cukup informatif. Sebuah video di Youtube bisa menjadi referensi bagi calon pemakai BIP.
Namun sayang, aplikasi ini tidak bisa dipakai untuk memerintahkan BIP mengukur detak jantung.
Mengenai Mi Fit, akan saya review terpisah. Kalau ingat dan tidak 'hoream' (malas).
4. Watch Face
Tidak terlalu banyak watch face untuk BIP yang terinstall di device atau di aplikasi. Juga tidak semuanya keren menurut saya.
BIP hanya mampu menampung 1 tambahan watch face yang kita install dari aplikasi. Bila kita menggantinya dengan watch face lain dari aplikasi, maka akan menimpa dan menghapus watchface sebelumnya.
Watch face default di device tetap aman karena tersimpan di ROM.
Secara umum saya hanya menyukai beberapa watch face dengan tipografi dan warna tegas untuk memudahkan mengakses informasi yang dibutuhkan.
Watch face jam jarum/analog menjadi yang saya hindarkan. Karena resolusi BIP yang rendah membuatnya kurang sip dilihat (tidak mirip jam analog). Juga karena saya terbiasa memakai jam jarum dengan dial bezel yang bulat. Bentuk BIP yang kotak mungil membuat saya kurang nyaman dengan tampilan jam jarum.
5. Activity Tracker
Dalam empat percobaan hingga ulasan ini ditulis, saya 1 x mencoba fitur Cycling (bersepeda) dan Running (lari).
Untuk cycling pun saya berlaku curang, karena sebetulnya saya memakai sepeda motor karena tidak punya sepeda.
Perjalanan 5,46 km bermotor terekam dengan baik di device maupun di aplikasi. Tidak ada masalah.
Masalah justru terjadi saat saya running. Pada percobaan pertama, saya mencoba berlari sejauh 15 km.
Setelah 13,52 km tiba-tiba entah kenapa tracker mati dan BIP berubah ke tampilan jam. Padahal saat itu saya sedang berhenti beberapa menit untuk minum dan istirahat.
Tracking kembali dilanjut menjadi 2 sessi. Sessi berikutnya sepanjang 1,5 km hanya saya tracking 1 km.
Peta rute yang seharusnya terekam di BIP pun tidak ada. Tetapi data dan informasi lain ada.
Rute yang sudah ditempuh walau hilang di device, tetap terekam di aplikasi dengan utuh.
Begitu juga pada percobaan ke dua. Saya mencobanya dengan mengajaknya berlari 10K. Lagi-lagi setelah selesai diketahui tidak terekam di device. Namun di aplikasi ada.
Pada percobaan ke tiga baru rute bisa terekam utuh seperti video yang saya sajikan. Tracking juga tidak mati seperti saat percobaan lari pertama.
Asumsi mengapa rute tidak tercitrakan di device mungkin saat acquiring belum selesai saya sudah lari. Enggak sabar.
Juga bisa jadi karena karena saya set auto pause saat berhenti. Hingga saat saya istirahat lebih lama, BIP mengira saya menghentikan 'pelarian'.
Pada saat running ke tiga saya sudah me-nonaktifkan auto pause juga notifikasi aplikasi ponsel/Whatsapp.
6. Acquiring GPS
Sesaat setelah menekan tombol aktivitas Outdoor Running, GPS akan melakukan acquiring dengan satelit-satelit yang melintas di atas kita.
Terkadang BIP melakukan dengan cepat < dari 1 menit. Terkadang lama > 3 menit. Padahal posisi berada di luar ruangan serta BIP terkoneksi dengan ponsel.
Acquiring ini pasti menyedot batere juga mengesalkan bila kita memakai tracking ini saat ikut lomba lari. Jadi bila mau memakai saat lomba, sebelum start harus lebih awal acquiring, dan begitu start tinggal tekan tombol start di BIP.
7. Akurasi GPS
Sepertinya akurasi GPS pada BIP layak diacungi jempol. Karena ia mengkoreksi jarak rute yang biasa saya lalui saat running.
Dengan app Endomondo, saya kege-eran karena bisa mendapat pace 6'30 untuk jarak 15 km.
Ternyata setelah pakai BIP, jaraknya cuma 10, 75 km dan pace 9'30... :(
8. Unpair
Iseng saya mencoba unpair BIP dengan ponsel melalui aplikasi Mi Fit. Hasilnya membuat bete. Semua data aktivitas berlari saya hilang tak berbekas dari BIP. Untung sebelumnya sudah saya buat video.
Pesan moral: Iseng tidak selalu baik bagi kesehatan walau jadi pengetahuan.
9. Gadgetbridge
Lupakan Gadgetbridge. Saya menginstall aplikasi ini melalui F Droid. Tadinya agar bisa menginstall watch face keren lain yang bertebaran di internet.
Tapi karena tidak mengerti cara mengekstrak watch face yang sudah didownload ke aplikasi dan mentransfernya ke BIP, saya hapus saja Gadgetbridgenya. Sekalian F Droidnya. Karena isinya dan fungsinya sama saja dengan Mi Fit. Bahkan Mi Fit lebih baik.
10. Kesimpulan
Puas banget memakai BIP -di luar tampilannya yang kotak dan seperti mungil (padahal enggak)
Untuk sport tracker sejutaan, tentu belum seimbang lah kalau dibandingkan dengan Suunto, Samsumg, Garmin, atau Apple Watch (semuanya belum pernah saya pakai. Apalagi saya beli. Mahal Bo!)
Tetapi bagi penggemar olah raga lari pemula seperti saya, BIP banyak membantu. Terutama memotivasi untuk meningkatkan kualitas lari. Juga kualitas tidur.
Sepakat dengan pereview di Youtube, BIP cocok disebut Sport/Activity tracker dengan fitur smartwatch. Bukan smartwatch dengan fitur Sport/Activity tracker.
Jelasnya setelah nebok tabungan buat sekolah anak, puas banget dengan BIP.
Tentu saya masih harus menabung lebih keras agar suatu saat bisa membeli Pace 2 yang rumornya akan segera beredar. Spek-nya lebih dahsyat dari Pace 1 karena waterproof 5 ATM. Yah nunggu murah dulu lah dan diimpor resmi Xiaomi.
Bandung, 15 Desember 2017
Link pembelian: Best Memory Tokopedia
Link Youtube Review: Smart Watch Ticks
7.07.2016
SEPAK BOLA DAN BUAH KURMA
Panennya berkurang karena mengikuti saran Rasulullah. Para petani kurma kemudian melaporkan panen kurma yang menurun itu kepada Rasulullah. Rasulullah kemudian sadar akan keterbatasan pengetahuannya tentang menanam kurma. Maka keluarlah sabda Rasulullah: "Wa Antum A’lamu bi Amri Dunya-kum" (Kamu sekalian lebih mengetahui urusan duniamu).
Ketika Nabi saw memberikan nasihat tentang cara mengawinkan pohon kurma supaya berbuah, ini bisa dianggap bahwa beliau sudah memasukkan otoritas agama untuk urusan duniawi yang di mana beliau tidak mendapatkan wahyu atau kewenangan untuk itu. Untuk manusia setingkat Nabi apa pun perkataannya, sikapnya, dan bahkan diamnya pun bisa dianggap sebagai hukum, aturan, dan ketentuan. Tapi ternyata dalam masalah menanam kurma ini pendapat beliau keliru. Pohon kurma itu malah menjadi mandul.
Maka para petani kurma itu mengadu lagi kepada Nabi SAW, meminta pertanggungjawaban beliau. Beliau menyadari kesalahan waktu itu dan dengan rendah hati berkata, “Kalau itu berkaitan dengan urusan agama ikutilah aku, tapi kalau itu berkaitan dengan urusan dunia kamu.
Rasulullah mengakui keterbatasannya. Bila tidak diwahyukan, untuk urusan dunia di jaman beliau pun beliau bukanlah orang yang paling tahu.
Seorang pemimpin tentu saja harus megetahui banyak hal yang terjadi di wilayah yang dipimpinnya. Baik itu populasi, geografis, demografis, juga kebiasaan-kebiaasaan yang ada. Termasuk di dalamnya hukum-hukum dan peraturan yang tidak tertulis yang berlaku dalam dasar kesepakatan bersama.
Mari kita bayangkan bila seorang pemimpin yang kita hormati, mengajak pemimpin lainnya, dan juga pemimpin lainnya untuk berdiskusi dan memutuskan hal yang sebetulnya tidak mereka ketahui secara jelas. Hal yang seharusnya menghadirkan pihak lain yang dapat menjadi referensi, saran, dan rujukan, tetapi TIDAK dilakukannya. Maka akan seperti yang kanjeng Nabi SAW alami di atas.
Padahal tentu kita tahu, yakin Nabi SAW adalah sebaik-baiknya pemimpin, sebaik-baiknya insan Alloh SWT, sesempurna-sempurnanya mahluk. Tetapi Rosululloh juga tidak luput dari kekhilafan saat memutuskan apa yang memang bukan menjadi pengetahuan beliau. Shollu 'alla nabi.
Apalagi kita, manusia yang derajat moral, ahlak, pengetahuan dan iman tidak seujung kuku Nabi SAW. Kita adalah gudangnya salah, gudangnya khilaf, gudangnya ketidaktahuan.
Tentu hadits di atas bukan untuk membuat kita melakukan pembenaran-pembenaran atas kesalahan yang kita lakukan. Atau mengelak dari keharusan berbuat terbaikdan terbenar. Tetapi kita dituntut untuk menyerahkan segala sesuatu pada ahlinya. Pada orang-orang yang mengerti.
Jangan sampai karena terikat janji lalu berusaha menepati dan kemudian mencederai pihak lain. Mungkin kita ditakdirkan memimpin sebuah kota yang aktif dan dinamis. Mungkin kita berwenang mengelola sebuah kota. Tetapi urusan sepak bola, klab, supporter, dan hal lain yang berkaitan dengan hal lainnya, tanyalah pada mereka.
Apalagi kemudian memberikan janji pada kelompok lain yang jelas-jelas memusuhi warga kotanya. Mengundang dan menjamu kelompok orang yang justru akan merugikan dirinya dan warga yang dipimpinnya. Kejadian di GBK adalah bukti nyata bahwa mereka yang diundang bukanlah orang yang layak datang.
Saya jadi teringat talatah para karuhun Sunda yang isinya mengiyakan perkataan Rosul SAW dengan 'wa antum a’lamu bi amri dunya-kum': tadaga carita hangsa. gajendra carita banem. matsyanem carita sagarem. puspanem carita bangbarem. (artinya: telaga dikisahkan angsa. gajah mengisahkan hutan.ikan mengisahkan laut. bunga dikisahkan kumbang.)
Bila ingin tahu tentang taman yang jernih, danau berair sejuk, tanyalah angsa; bila ingin tahu isi laut, tanyalah ikan; bila ingin tahu isi hutan, tanyalah gajah; bila ingin tahu harum dan manisnya bunga, tanyalah kumbang. Semuanya dapat diartikan agar tidak salah memilih tempat bertanya. Pun Sapun.
Ricky N. Sastramihardja
Bobotoh Persib Bandung, pecinta kopi, fotografi, dan suka main dengan kucing
dimuat di Bobotoh.id 25 Juni 2016
http://bobotoh.id/2016/06/buah-kurma-sepak-bola/
5.27.2016
MENGENANG RANGGA CIPTA NUGRAHA
27 Mei 2012. Pada hari itu 3 nyawa meregang dan lepas dari jasadnya di stadion kebanggaan Indonesia Stadion Gelora Bung Karno (GBK), Senayan. Gedung olahraga yang didedikasikan Ir. Soekarno sebagai Presiden Indonesia pertama, untuk menggalang persatuan sesama anak bangsa.
Menjadi suatu ironi bila kemudian, di stadion megah tersebut ada tiga anak bangsa yang ‘gugur’ akibat dikeroyok sesama anak bangsa lain, hanya karena urusan dukung-mendukung sepak bola.
Lebih ironis lagi, dua tahun berselang semenjak kejadian terkutuk itu, tak ada seorang pelaku pun yang mendapat tindakan hukum. Tak ada seorang pun yang mempertanggungjawabkan perbuatannya. Tak ada seorang pun aparat keamanan dan keadilan di negara ini yang bertindak sesuai dengan tanggung jawab dan wewenangnya.
Sempat terdengar melalui kabar media bahwa ada beberapa orang yang ditangkap dan ditahan aparat keamanan dan ditetapkan sebagai tersangka. Akan tetapi kemudian berhenti sampai di situ dan lalu menghilang bagai asap ditelan udara.
Ironis
Kami percaya bahwa jodoh, bagja, pati sudah diatur seadil-adilnya oleh Sang Maha Penyayang. Kematian, adalah awal yang baru bagi ciptaan-Nya yang lemah ini, dalam rangka kembali pulang kepada-Nya.
Kami juga percaya bila Sang Kholik menyimpan rencana indah di balik peristiwa tragis di GBK yang menimpa salah seorang rekan kami, Rangga Cipta Nugraha.
Kami percaya dendam dan amarah, benci dan perilaku anarki bukanlah cara terbaik untuk menyelesaikan amarah. Di hadapan keadilan-Nya, kami terlalu lemah untuk melakukan hal-hal pengecut seperti itu.
Tetapi kami juga percaya bila suatu saat keadilan itu akan datang, dalam berbagai bentuk dan cara yang bisa saja di luar nalar dan logika manusia. Karena kami percaya, apapun yang terjadi hari ini, sudah sesuai dengan skenario yang dituliskan di Lauhl Mahfuz. Kitab yang dituliskan puluhan ribu tahun sebelum semesta ini diciptakan Allah SWT.
Doa kami hari ini, kemarin, dan esok, selalu dipanjatkan pada arasyMu ya Rahmaan Rohiim. Semoga Rangga Cipta Nugraha, senantiasa berada dalam lindungan kasih sayangMu. Beristirahatlah dengan tenang di keabadian kawan.
Begitu pula kami yang masih hidup dan menunggu giliran untuk pulang menuju haribaanMu, selalu dilindungi Sang Kholik dari perbuatan-perbuatan terkutuk. Dari hasrat dan amarah yang tak terkendali. Karena kami percaya, bahwa keadilan itu akan datang suatu saat nanti.
Allohumag fiirlahu warhamhu wa’afihi wafuanhu. (Ricky N. Sastramihardja/SB)
pernah dimuat di suarabobotoh.com
27-05-2014
4.22.2016
#BULIGIR DAYS
4.21.2016
MENGAPA HARUS KARTINI?
Mengapa harus Kartini? Mengapa setiap 21 April, bangsa Indonesia memperingati Hari Kartini? Apakah tidak ada wanita Indonesia lain yang lebih layak ditokohkan dan diteladani dibandingkan Kartini?
Pada dekade 1980-an, guru besar Universitas Indonesia, Prof. Dr. Harsya W. Bachtiar pernah menggugat masalah ini. Ia mengkritik pengkultusan R.A. Kartini sebagai pahlawan nasional Indonesia. Tahun 1988, masalah ini kembali menghangat, menjelang peringatan hari Kartini 21 April 1988. Ketika itu akan diterbitkan buku Surat-Surat Kartini oleh F.G.P. Jacquet melalui penerbitan Koninklijk Institut voor Tall-Landen Volkenkunde (KITLV).
Tulisan ini bukan untuk menggugat pribadi Kartini. Banyak nilai positif yang bisa kita ambil dari kehidupan seorang Kartini. Tapi, kita bicara tentang Indonesia, sebuah negara yang majemuk. Maka, sangatlah penting untuk mengajak kita berpikir tentang sejarah Indonesia. Sejarah sangatlah penting. Jangan sekali-kali melupakan sejarah, kata Bung Karno. Al-Quran banyak mengungkapkan betapa pentingnya sejarah, demi menatap dan menata masa depan.
Banyak pertanyaan yang bisa diajukan untuk sejarah Indonesia. Mengapa harus Boedi Oetomo, Mengapa bukan Sarekat Islam? Bukankah Sarekat Islam adalah organisasi nasional pertama? Mengapa harus Ki Hajar Dewantoro, Mengapa bukan KH Ahmad Dahlan, untuk menyebut tokoh pendidikan? Mengapa harus dilestarikan ungkapan ing ngarso sung tulodo, ing madyo mangun karso, tut wuri handayani sebagai jargon pendidikan nasional Indonesia?
Bukankah katanya, kita berbahasa satu: Bahasa Indonesia? Tanyalah kepada semua guru dari Sabang sampai Merauke. Berapa orang yang paham makna slogan pendidikan nasional itu? Mengapa tidak diganti, misalnya, dengan ungkapan Iman, Ilmu, dan amal, sehingga semua orang Indonesia paham maknanya.
Kini, kita juga bisa bertanya, Mengapa harus Kartini? Ada baiknya, kita lihat sekilas asal-muasalnya. Kepopuleran Kartini tidak terlepas dari buku yang memuat surat-surat Kartini kepada sahabat-sahabat Eropanya, Door Duisternis tot Licht, yang oleh Armijn Pane diterjemahkan menjadi Habis Gelap Terbitlah Terang.
Buku ini diterbitkan semasa era Politik Etis oleh Menteri Pengajaran, Ibadah, dan Kerajinan Hindia Belanda Mr. J.H. Abendanon tahun 1911. Buku ini dianggap sebagai grand idea yang layak menempatkan Kartini sebagai orang yang sangat berpikiran maju pada zamannya. Kata mereka, saat itu, tidak ada wanita yang berpikiran sekritis dan semaju itu.
Beberapa sejarawan sudah mengajukan bukti bahwa klaim semacam itu tidak tepat. Ada banyak wanita yang hidup sezamannya juga berpikiran sangat maju. Sebut saja Dewi Sartika di Bandung dan Rohana Kudus di Padang (terakhir pindah ke Medan). Dua wanita ini pikiran-pikirannya memang tidak sengaja dipublikasikan. Tapi yang mereka lakukan lebih dari yang dilakukan Kartini. Dewi Sartika (1884-1947) bukan hanya berwacana tentang pendidikan kaum wanita.
Ia bahkan berhasil mendirikan sekolah yang belakangan dinamakan Sakola Kautamaan Istri (1910) yang berdiri di berbagai tempat di Bandung dan luar Bandung. Rohana Kudus (1884-1972) melakukan hal yang sama di kampung halamannya. Selain mendirikan Sekolah Kerajinan Amai Setia (1911) dan Rohana School (1916), Rohana Kudus bahkan menjadi jurnalis sejak di Koto Gadang sampai saat ia mengungsi ke Medan. Ia tercatat sebagai jurnalis wanita pertama di negeri ini.
Kalau Kartini hanya menyampaikan Sartika dan Rohana dalam surat, mereka sudah lebih jauh melangkah: mewujudkan ide-ide dalam tindakan nyata. Jika Kartini dikenalkan oleh Abendanon yang berinisiatif menerbitkan surat-suratnya, Rohana menyebarkan idenya secara langsung melalui koran-koran yang ia terbitkan sendiri sejak dari Sunting Melayu (Koto Gadang, 1912), Wanita Bergerak (Padang), Radio (padang), hingga Cahaya Sumatera (Medan).
Kalau saja ada yang sempat menerbitkan pikiran-pikiran Rohana dalam berbagai surat kabar itu, apa yang dipikirkan Rohana jauh lebih hebat dari yang dipikirkan Kartini. Bahkan kalau melirik kisah-kisah Cut Nyak Dien, Tengku Fakinah, Cut Mutia, Pocut Baren, Pocut Meurah Intan, dan Cutpo Fatimah dari Aceh, klaim-klaim keterbelakangan kaum wanita di negeri pada masa Kartini hidup ini harus segera digugurkan. Mereka adalah wanita-wanita hebat yang turut berjuang mempertahankan kemerdekaan Aceh dari serangan Belanda. Tengku Fakinah, selain ikut berperang juga adalah seorang ulama-wanita.
Di Aceh kisah wanita ikut berperang atau menjadi pemimpin pasukan perang bukan sesuatu yang aneh. Bahkan jauh-jauh hari sebelum era Cut Nyak Dien dan sebelum Belanda datang ke Indonesia, Kerajaan Aceh sudah memiliki Panglima Angkatan Laut wanita pertama, yakni Malahayati. Aceh juga pernah dipimpin oleh Sultanah (sultan wanita) selama empat periode (1641-1699). Posisi sulthanah dan panglima jelas bukan posisi rendahan.
Jadi, ada baiknya bangsa Indonesia bisa berpikir lebih jernih: Mengapa Kartini? Mengapa bukan Rohana Kudus? Mengapa bukan Cut Nyak Dien? Mengapa Abendanon memilih Kartini? — Apa karena Cut Nyak dibenci penjajah?— Dan mengapa kemudian bangsa Indonesia juga mengikuti kebijakan itu? Cut Nyak Dien tidak pernah mau tunduk kepada Belanda. Ia tidak pernah menyerah dan berhenti menentang penjajahan Belanda atas negeri ini.
Meskipun aktif berkiprah di tengah masyarakat, Rohana Kudus juga memiliki visi keislaman yang tegas. Perputaran zaman tidak akan pernah membuat wanita menyamai laki-laki. Wanita tetaplah wanita dengan segala kemampuan dan kewajibannya. Yang harus berubah adalah wanita harus mendapat pendidikan dan perlakukan yang lebih baik. Wanita harus sehat jasmani dan rohani, berakhlak dan berbudi pekerti luhur, taat beribadah yang kesemuanya hanya akan terpenuhi dengan mempunyai ilmu pengetahuan, begitu kata Rohana Kudus.
Bayangkan, jika sejak dulu anak-anak kita bernyanyi: Ibu kita Cut Nyak Dien. Putri sejati. Putri Indonesia…, mungkin tidak pernah muncul masalah Gerakan Aceh Merdeka. Tapi, kita bukan meratapi sejarah, Ini takdir. Hanya, kita diwajibkan berjuang untuk menyongsong takdir yang lebih baik di masa depan. Dan itu bisa dimulai dengan bertanya, secara serius: Mengapa Harus Kartini?
*PP Persis, Ketum Pemuda Persis 2010-2015, Peneliti INSISTS dan Doktor Sejarah, Universitas Indonesia
Dari Facebook PERSATUAN ISLAM (PERSIS), Kamis 21 April 2016
“BANGKAR PLAYERS” PERSIB BANDUNG SEPANJANG MASA (BAGIAN 1)
Menjelang musim kompetisi baru, bursa transfer pemain selalu diramaikan oleh nama-nama pemain yang berpindah dari satu klub ke klub lainnya. Wajah-wajah ‘lama’ yang biasanya berada di kesebelasan rival bisa saja menjadi pemain unggulan di kesebelasan yang kita dukung. Atau muncul nama-nama baru yang terdengar ‘asing’ di telinga kita yang berasal dari negara yang jauh di sebrang lautan.
Walau untuk beberapa pihak yang kritis melakukan studi tentang sepak bola profesional di Indonesia menilai bahwa tidak pernah ada bursa transfer pemain yang sesugguhnya. Bursa transfer yang terjadi di dunia sepakbola Indonesia lebih merupakan bursa ‘kontrak’ karena klub lama yang melepas pemain seringkali tidak mendapat keuntungan finansial.
Umumnya pola migrasi pemain terjadi karena pemain hanya dikontrak satu musim. Perkecualian bisa dikatakan terjadi pada saat Dias Angga Putra ditransfer dari Pelita Bandung Raya (PBR) ke Persib Bandung dengan nilai yang menguntungkan PBR. Di mana menurut manajemen PBR bahwa pihaknya menerima lebih banyak rupiah dari Persib dibandingkan saat mereka mengontraknya untuk pertama kali.
Dari sekian banyak bursa transfer yang dilakukan oleh Persib Bandung, tim redaksi maenbal.co menelusuri pembelian pemain terburuk yang pernah dilakukan Persib Bandung. Cukup menarik mengingat ada lebih dari 16 nama yang kami kategorikan sebagai ‘bangkar buying’.
Siapakah mereka? Mari kita mulai dari tahun yang terdekat.
1. DJIBRIL, COULIBALI
Pemain asal Mali ini begitu ‘ngoncrang’ saat bermain bersama Barito Putra di musim 2012-2013. Bersama koleganya, Makan Konate, Djibril berhasil mengemas 21 gol. Namun saat berkostum Persib Bandung, Djibril lebih banyak menjadi penghangat bangku cadangan karena cedera yang dideritanya. Bahkan di musim 2014-2015 Djibril harus memutuskan kontrak yang baru ditandangani tanpa sempat merumput bersama Semen Padang FC yang menampungnya usai lepas kontrak dari Persib Bandung.
2. EPANDI, HERMAN DZUMAFO
Diboyong dari Arema untuk menjadi striker utama Persib Bandung di musim 2012-2013 bersama Sergio Van Dijk. Sebelumnya bersama PSPS Pekanbaru Dzumafo mengemas 55 gol dari 111 kali bermain sepanjang tahun 2007 – 2011. Tetapi saat merumput bersama Persib Bandung, Dzumafo hanya mengemas 6 gol dari 16 pertandingan. Pada paruh musim, Dzumafo ditukarpinjamkan dengan Hilton Moreira (Sriwijaya FC).
3. SAKYI, MOSES
Pemain berpaspor Ghana ini merumput bersama Persib di musim 2011-2012. Maksud hati pelatih Persib saat itu, Drago Mamic, mendatangkan Sakyi untuk menggantikan Dragicevic yang hanya bermain satu pertandingan (IPL) saja. Namun ternyata selama setengah musim bersama Persib, Sakyi hanya mampu mencetak 3 gol saja dari 9 penampilan.
4. DRAGICEVIC, ZDRAVKO
Dibawa Drago Mamic dari Montenegro untuk menjadi striker, namun kandas pada pertandingan pertamanya bersama Persib Bandung. Penampilannya mengecewakan ketika Persib Bandung dipaksa bemain imbang 1-1 menghadapi Semen Padang pada pertandingan pembuka Liga Premier Indonesia/LPI di Stadion Si Jalak Harupat. Pada pertandingan selanjutnya di Liga Super Indonesia/LSI, Dragicevic tak terlihat lagi dalam jajaran pemain Persib sampai kompetisi usai.
5. M. NASUHA
Penampilan M. Nasuha dengan timnas Indonesia pada Piala AFF 2010 sungguh mengesankan sehingga manajemen Persib Bandung merekrutnya dari Persija Jakarta untuk bermain di musim 2011-2012. Namun sebagai bek kiri Persib Bandung, ia hanya bermain beberapa pertandingan saja karena cedera yang dideritanya sangat parah.
6. FRANCES, PABLO
Bersama Persijap Jepara, Frances mendapat sepatu emas karena menjadi top scorer di gelaran Piala/Copa Indonesia. Prestasinya itu membuat manajemen Persib tak segan-segan memboyongnya untuk merumput di Stadion Siliwangi pada musim 2010-2011. Namun ia tak mendapatkan kembali momen terbaiknya. Pada paruh musim pemain berpaspor Argentina itu harus pasrah turun kasta karena dipinjamkan ke Persikab Kabupaten Bandung yang bermain di Divisi Utama Liga Indonesia.
7. CHITESCU, LEONTIN
Saat berkostum PSM Makassar, Chitescu adalah ‘pembawa sial’ untuk Persib Bandung. Dua golnya di babak semifinal Piala Jusuf 2006, membuat Persib gagal meraih tiket final. Namun penampilan moncernya itu tidak berlanjut saat ia berkostum Persib Bandung di musim 2008-2009. Dimaksudkan untuk menggantikan Eka Ramdani yang harus bermain untuk Timnas Indonesia di Merdeka Games dan SEA GAMES, pemain berpaspor Rumania yang digadang-gadang pelatih Arcan Iurie ini tak mampu memenuhi ekspetasi Bobotoh.
8. ALCANTARA, FABIO LOPEZ
Pemain berpaspor Brazil ini penampilannya sangat cemerlang saat berkostum Happy Valley Hongkong di musim 2005-2006. Ia pun mendapat gelar pencetak gol terbanyak di Divisi Satu Hongkong dan Piala Liga hongkong. Namun ‘life time’ pemain ini sudah habis saat berkostum Persib Bandung di musim ISL 2008-2009. Dari lima pertandingan ia hanya membuat satu gol. Yah namanya juga ‘pemaen ti Hongkong’ (Bersambung)
Ricky N. Sastramihardja/Egga Wiradisastra/Roni Kurniawan/SB
pernah dimuat di suarabobotoh.com
03-02-2015
Foto M. Nasuha: Juara.Net
“BANGKAR PLAYERS” PERSIB BANDUNG SEPANJANG MASA (BAGIAN 2)
9. BEKAMENGA, CHRISTIAN
Berlabel pemain Tinas Kamerun U-23, pemain berpaspor Kamerun ini dibawa ke Stadion Siliwangi dari Negeri Sembilan FC Malaysia dengan nilai kontrak yang cukup fantastis di masanya, 1,1 Miliar rupiah. Namun godaan bermain di Liga Perancis membuatnya ‘gelap mata’. Bekamenga pergi meninggalkan Persib Bandung tanpa pamit untuk bermain di Nantes FC, Perancis. Padahal publik Bobotoh terlanjur menyukai pemain ‘stylish’ yang membuat Persib sempat merasakan gelar ‘juara paruh musim’ di 2007-2008.
10. TRAORE, BRAHIMA
Segudang pengalamannya bersama Timnas Burkina Faso serta bermain untuk klub-klub yang bermain di Uni Emirat Arab (UAE) dan Liga Prancis membuat manajemen meminangnya untuk merumput bersama Persib Bandung di musim 2006 – 2007. Tetapi pada realitasnya, ia lebih sering duduk manis di bangku pemain cadangan karena kalah bersaing dengan pemain lokal Persib masa itu seperti Zaenal Arief, Eka Ramdani.
11. BERTI, AYOUCK LOUIS
Tidak cukup banyak sumber yang menjelaskan tipikal dan posisi bermainnya. Pemain berpaspor Kamerun ini nasibnya tak jauh beda dengan rekannya, Brahima Traore. Lebih sering duduk manis di pinggir lapangan menyaksikan rekan-rekan satu timnya berjibaku berupaya meloloskan Persib Bandung dari jurang degradasi di musim 2006-2007.
12. TAWEECHAI, PRADITH
Pemain berpaspor negara Gajah putih ini merupakan pemain asing ke empat Persib Bandung musim 2005-2006 bersama Barkaouwi, Ocraenecz, dan ‘Toyo’ Claudio. Pemain belakang ini gagal menunjukkan penampilan terbaiknya di Persib, Taweechai hanya bermain separuh musim saja.
13. KINGSLEY, CHIOMA
Pemain belakang berpaspor Nigeria ini direkrut untuk memperkuat jajaran pemain belakang pasukan persib Bandung du musim 2004-2005. Namun ternyata penampilannya masih kalah jauh dengan Toyo, Usep Munandar, Dadang Hidayat.
14. Untuk nomor 14, 15, 16 ada tiga pemain ‘bangkar’ yang merupakan paketan dari pelatih berpaspor Polandia, Marek Andrejz Sledzianowski. Ke tiga pemain asing ‘legendaris’ berpaspor Polandia itu adalah Maciej Dolega, Piotr Orlinski, dan Mariusz Mucharski. Sepertinya layak disebut ‘legendaris tapi bangkar’ karena ketiganya adalah pemain berpaspor asing angkatan pertama yang bermain untuk Persib Bandung setelah bertahun-tahun lamanya hanya mengandalkan pemain lokal. Namun hasil yang terbaik didapat dari Pelatih dan Trio Polandia ini adalah Persib harus melewati pertandingan play off di musim 2003 – 2004 agar terhindar dari degradasi.
Demikian ‘Bangkar Players’ dari masa ke masa. Selain ke-16 nama tersebut masih ada nama lain yang gagal ‘mencrang’ bersama Persib Bandung seperti Budi ‘Budigol’ Sudarsono, Sandi Pribadi, Jairon Feliciano, Christian Molina, atau Pavel Bocian. Atau juga seperti nama Fortune Udo, Koh Traore dan Nicolas Vigneri. Namun ketiga nama yang disebut belakangan tersebut baru berstatus pemain seleksi.
Tentu harapan ke depannya adalah setiap rekrutmen dan seleksi pemain asing maupun lokal yang akan bergabung dengan pasukan Pangeran Biru ini harus mengedepankan kebutuhan tim akan pemain yang berkualitas. Tidak hanya mengandalkan bisikan agen atau ‘cek beja’ belaka.
Ricky N. Sastramihardja/ Egga Wiradisastra/Roni Kurniawan
11-02-2015
4.20.2016
BOBOTOH GENERASI 2.0
Persib Bandung membuka lembaran pertama tahun 2015 ini dengan meraih Piala Wali Kota Padang usai mengalahkan Persiba Balikpapan dengan skor 0-2. Alhamdulilah, suatu pencapaian yang menyenangkan, mengingat para Bobotoh masih dilanda euforia demam juara kompetisi Indonesia Super League (ISL) 2014 yang seolah tak berhenti. Padahal sudah dua bulan lamanya semenjak Piala ISL 2014 dibawa pulang ke Bandung dari Palembang.
Hasil yang sangat pantas disyukuri walau mungkin Piala Walikota Padang ini ‘hanya’ turnamen biasa di luar kalender PSSI/AFC/FIFA. Setidaknya, hal ini menunjukk, persiapan Persib untuk menghadapi pertandingan panjang dan berat di ISL 2015 serta di Liga Champion Asia (LCA) mendatang sudah menunjukkan adanya kerangka tim yang baik. Untuk itu wajib kita ucapkan selamat pada Persib Bandung yang kita cintai ini, karena ada dua piala yang dibawa pulang dalam waktu yang berdekatan.
Di luar urusan sepakbola, ada hal yang menarik dari perhelatan Piala Wali Kota Padang ini. Hal yang sangat mencolok adalah dengan tidak adanya satupun pertandingan Persib maupun tim-tim lain, yang ditayangkan oleh televisi. Padahal keikutsertaan Persib dalam turnamen ini seharusnya menarik minat lembaga penyiaran swasta untuk menyiarkannya ke seluruh pelosok negeri. Entah apa yang menjadi penyebabnya. Apakah memang dianggap tidak menarik minat sponsor, terlalu tinggi biayanya, atau ada sebab lainnya.
Untung saja kita sekarang hidup di jaman kemudahan teknologi informasi. Jaman di mana internet menjadi rujukan utama untuk mengais berbagi macam informasi, termasuk hasil pertandingan sepak bola. Sehingga, para Bobotoh dengan sekejap dapat mengetahui hasil pertandingan melalui internet, terutama dari jejaring sosial seperti Facebook dan Twitter. Para Bobotoh dewasa ini adalah Bobotoh generasi 2.0 yang mereguk informasi dari samudera Internet yang luas dan seolah tak bertepi. Bobotoh yang tidak lagi menunggu dan berebut koran pagi di keesokan hari, hanya untuk sekedar mengetahui hasil pertandingan Persib.
Sayangnya, informasi penting seperti itu tidak bisa kita dapat langsung dari pihak Persib sendiri. Para Bobotoh mendapatkan informasi tersebut dari pihak Bobotoh yang berada di Stadion H. Agus Salim Padang, atau lembaga penyiaran lain yang bukan lembaga resmi penyiaran yang dikelola oleh PT. Persib Bandung Bermartabat (PT. PBB)
Berkaca misalnya pada tim-tim di Liga Inggris, di mana pada setiap pertandingan resmi atau tidak resmi, latihan atau bahkan sekedar mengucapkan selamat ulang tahun pada pemain, mereka menggunakan Twitter untuk mendistribusikan informasi yang harus diketahui para supporter dan fans di seluruh dunia. Pada setiap pertandingan resmi, para fans di Indonesia bisa mengetahui jalannya pertandingan berikut hasilnya dari live tweet yang disiarkan oleh lembaga penyiaran klub yang bersangkutan. Sehingga walaupun para fans tidak menonton pertandingan yang hanya disiarkan melalui TV Kabel/siaran berbayar (Pay TV), streaming, atau dari siaran free-to-air yang di-relay tv swasta, tapi dapat mengikutinya melalui layar ponsel atau laptopnya.
Begitu juga dengan keberadaan situs resmi klub. Bila kita berkunjung ke situs resmi tim-tim yang pernah berlaga dengan Persib seperti Ajax Amsterdam (Belanda), D.C United (USA) atau Central Coast Marines/CCM (Australia), web site resmi mereka ini sangat aktif mengelola informasi yang harus diketahui para supporter mereka. Mulai dari harga tiket hingga jadwal latihan, bahkan ulasan dan kesan tentang pertandingan pun ditayangkan di web site mereka. Bahkan hampir semua klub yang saya sebut di atas memiliki Youtube channel tersendiri, lengkap dengan liputan pertandingan yang digarap secara profesional. Sehingga kita bisa menyaksikan, misalnya, bagaimana gol jarak jauh lebih dari setengah lapang yang diciptakan Mbida Messi pada pertandingan melawan CCM di tahun 2012.
Klub sekelas Persib memang sudah seharusnya memiliki lembaga penyiaran sendiri yang dikelola dengan lebih baik. Dengan demikian, para Bobotoh dapat dengan mudah menerima informasi. Persib tidak lagi tergantung pada televisi swasta atau media massa untuk menyiarkan informasi pada publik bobotoh. Cukup dengan memainkan jari-jemari di atas ponsel, lalu menyebarkannya via akun twitter resmi Persib, fanspage resmi Persib di Faceboook yang di-like hampir 6 juta bobotoh, atau melalui web site official Persib secara real time.
Ricky N. Sastramihardja
Pemimpin Redaksi Suara Bobotoh
pernah dimuat di suarabobotoh.com
08-01-2015
SILATURAHIM PARA JUARA
Laa illaha illalahu Allahu Akbar
Allahu Akbar walilla ilhamdu
Ramadhan telah berlalu, meninggalkan berjuta kesan yang mendalam bagi setiap pribadi muslim yang beriman dan bertakwa, yang melakanakan ibadah Ramadhan.
Ramadhan bukan sekedar bulan. Ramadhan adalah ‘camp’ latihan, di mana kita berlatih dengan keras dan tekad baja siang dan malam dalam mencari ridlo Allah SWT. Selama bulan Ramadhan, setiap desah nafas dan kedip mata bernilai berlipat ganda.
Namun tak selamanya Ramadhan bersama kita. Ia pergi setelah 29 hari bersama, dan akan datang lagi 11 bulan kemudian. Ramadhan pasti datang, yang tidak pasti adalah usia kita. 11 bulan ke depan, belum tentu kita bisa bersama Ramadhan lagi dalam keadaan sehat wal afiat.
11 bulan ke depan adalah perjuangan panjang untuk senantiasa menghadirkan Ramadhan dalam setiap langkah kita. 11 bulan ke depan adalah perjuangan panjang menjadi JUARA, menjadi pemilik fitrah dan kesucian.
Dengan segala kerendahan hati, segenap Manajemen dan Redaksi Maenbal.comenghaturkan:
“Wilujeng Boboran Syiam 1 Syawal 1436 H. Taqabalallahu wa minkum, shiyaamanaa wa shiyaamakum. Taqobbal yaa kariim.”
Semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan rahmat dan berkah-Nya pada kita semua. Semoga kita tetap bermental JUARA hingga bertemu dengan Ramadhan tahun depan.
Teriring salam dan selamat kepada Viking Persib Club yang bertepatan dengan hari raya Idul Fitri 1436 ini, tepat berusia 22 tahun. Sebuah perjalanan panjang untuk klub bobotoh Persib yang senantiasa setia mengawal Persib Bandung selama 22 tahun ini. Wilujeng Milangkala, mugia apanjang-apunjung, waluya salalamina. Dirgahayu!
Bagi Bobotoh yang berlebaran bersama keluarga besar, sampaikan salam hormat kami pada keluarga, kerabat, handai tolan, saudara, teman dan sahabat. Karena Syawal adalah bulan silaturahim bagi kita semua. Silaturahim para juara yang bertekad mengawal kesucian untuk menjadi insak yang mulia di sisi Allah SWT.
Ricky N. Sastramihardja
Editor in Chief Maenbal.co
pernah dimuat di maenbal.co
17-07-2015
http://maenbal.co/14566/suara-redaksi/silaturahim-para-juara/
THIS IS PERSIB!
Peuting harita, asa waregah rék cengkat tina korsi stadion téh. Rarasaan mah lalajo layar tancep, susuganan aya kénéh pertandingan tambahan. Cara misbar nu sok méré susuguh pilem ékstra. Awak nu mucicid katirisan lantaran baseuh ku cihujan katebak angin ka tribun, teu dirasa.
Padahal naon atuh pira gé lépel pertandingan uji coba? Dina meunangna gé ngan saukur onjoy ku carita. Padahal, lain sakali dua kali lalajo Persib wanci meunang téh. Apanan nalika ISL 2012-2013 kamari Persib ngan éléh sakali di kandang. Sigana pedah meunang lawan DC United kitu? Pedah meunang lawan klab luar nagri?
Bisa jadi rarasaan téh pedah wé Persib meunang 2-1 ngalawaan DC United, klab Amerika Serikat pamilon ‘Major League Soccer’ (MLS). Ngalawan klab ti séké selér séjén, bangsa deungeun, nu katelah nagara adidaya. Superior. Bangsa nu dina pilem-pilem Hollywood mah langka éléh. Tong waka ku bangsa manusa, apanan Amérika Serikat mah lawan Alien atawa lawan kiamat oge meunang wae dina pilem mah.
Persib meunang 2-1 lawan DC United, klab ti Washington DC, Amérika Serikat. Sok sanajan, meunangna ogé pasti salian tina kaunggulan faktor téknis, ogé aya faktor séjén. Misalna baé cek pameunteu mah, DC United kondisina teu bérag, teu ‘fit’ cara sasari. Teu biasa maén di lapangan nu baseuh ku hujan cara kitu (matakna loba pemaen DC United nu tiseureuleu), kualitas pemaén DC United nu cenah lain lain pemaén inti, jeung réa-réa deui. Dalah perkara hujan mah, TJ School nulis dina blog dcunited.com minangka ‘ Indonesia rain isn’t normal rain. It’s like standing under a mini waterfall that lasts for four hours’.
Tapi, peuting harita, saha nu rék paduli ka alesan-alesan éta? Wanci éléh, saha waé bisa nyiar mangrupa-rupa alesan keur ngabela dirina. Tapi nu meunang mah teu butuh aya alesan. ‘Winner takes all’.
Peuting harita, sigana nu loba sapamadegan mun Persib maénna hadé pisan. Leubeut ku motivasi, unggul dina kereteg haté nu hayang nunjukkeun ka sakurna Bobotoh nu lalajo -boh langsung di stadion, boh di imah séwang-séwangan via layar kaca- yén ieu tah Persib téh. This Is Persib. Persib nu maén ‘operan dari kaki ke kaki’ nu memang geus ieu jadi cirina nu utama ti baheula.
Pastina gé acan sampurna pisan pola jeung skéma permaénan téh. Tapi sumanget joang para pemaén mangsa ngalayanan DCU payus mun meunang pujian. Teu sieun parebut bal, teu sieun diadu awak jeung pemaén DCU nu leuwih badag, daék lumpat ngudag bal ti jeung di mana waé. Ringkesna, ieu pisan Persib téh. Persib nu matak cara maén nu pinuh sumanget cara kieu nu asana mah geus lila teu dilalajoan ku Bobotoh.
Nu kuring inget mah, maén kalayan motivasi nu cara kieu téh dituduhkeun basa Persib ngalawan Persiba Balikpapan di ISL 2012. Harita di Stadion Siliwangi, Persib éléh 2-3. Bobotoh teu wegah keur ‘standing applause' keur Persib jeung Persiba nu geus méré tongtonan maén bal nu hadé pisan.
Pertandingan vs DCU di SJH Jumaah (07/12/13) kamari saheunteuna méré harepan ka Bobotoh mun di ISL 2014 isukan, Persib bakal leuwih loba préstasi. Teu saukur prestasi ngumpulkeun rupa-rupa logo sponsor dina kostim, tapi bisa meunangkeun angka saloba-lobana dina tarékah natah tangga jawara. Asal bisa konsistén maén cara nu dituduhkeun basa lawan DC United: wani ngadu jajatén, pinuh sumanget, détérminasi, teu leber wawanén. Mamprang lah cek barudak ayeuna mah.
Kredit paleuleuwih cek Kuring kudu dibikeun ka Ferdinand Sinaga jeung Konate Makan. Dua pemaén anyar ieu geus nuduhkeun sumanget joang nu positif dina pertandingan kamari. Aura positif nusumebar ka pemaén séjénna. Firman Utina, minangka kaptén, dina pertandingan kamari mah geuh nunjukeun kelasna minangka pemaén maen bal petingan.
Nalika peuting harita, Bobotoh gé sigana ngadadak poho yén salah sahiji pemaén bintangna, SVD, teu kacatet dina ‘line up’. Peuting harita, harepan nu mangkak na dada, nu minuhan lolongkrang haté bobotoh sewang-sewangan. Sergio memang bintang, tapi geus waktuna ku urang dipohokeun. Aya pemaén-pemaén séjén nuInsya Alloh baris leuwih béla ka Persib. Nu baris nungtun Persib niti tarajé nincak hambalang keur nedunan kahayang urang saréréa: jadi juara Indonésia.
Ricky N. Sastramihardja
Pemimpin Redaksi Suarabobotoh.com
@Rickynsas
Pernah dimuat di suarabobotoh.com
MENJEMPUT HIDAYAH MELALUI SEPAK BOLA
Bulan Romadhon telah mencapai lebih dari pertengahannya. Sudah lebih dari 15 hari kita menjalankan ibadah Romadhon. Artinya hari-hari ke depan Romadhon menjelang usai. Waktunya untuk lebih meningkatkan ibadah kepada Alloh Azza Wa Alla, karena ‘bulan bonus’ ini akan segera berakhir.
Bincang-bincang sepakbola di bulan Romadhon ini rasanya sedikit kurang gairah. Ketiadaan kompetisi akibat pembekuan PSSI yang berujung dengan sanksi FIFA, membuat perbincangan sepakbola terasa hambar. Perbincangan Bobotoh di media sosial seperti Twitter dan Facebook, terkait pembubaran squad Persib Bandung untuk ISL 2015 pun tidak begitu bergaung suaranya.
Mungkin para Bobotoh sedang lebih memfokuskan diri menjalani Romadhon daripada membincangkan sepakbola negeri ini yang belum menemukan ujung pangkal penyelesaian masalahnya. Berbeda dengan Romadhon tahun kemarin, masih ada beberapa pertandingan sepakbola domestik yang menarik diikuti. Termasuk ujicoba Persib di Stadion Galuh Ciamis yang dilangsungkan usai tarawih berlangsung.
Berbicara masalah bulan Romadhon, bulan penuh berkah penuh hidayah, teringat akan beberapa pesepakbola yang mendapatkan hidayah dan menjemput keislamannya di tanah air. Sepakbola menjadi jalan bagi beberapa pesepakbola untuk kembali jalan Islam.
Berikut ini adalah beberapa nama pesepakbola yang menjemput hidayah Alloh SWT dengan bermain sepakbola di Indonesia.
1. Abanda Herman
Mantan pemain belakang Persib ini pada tahun 2013 menyatakan dua kalimat syahadat. Pemain berpaspor Kamerun ini sah menjadi seorang pemeluk agama Islam (muallaf) setelah membaca dua kalimat syahadat di Masjid Nurul Iman, Babakansari, Kiaracondong, Bandung. Setelah memeluk agama Islam, namanya menjadi Ahmad Abanda Herman.
2. Cristian ‘El Loco’ Gonzales
El Loco yang pernah membela Persib adalah seorang mualaf. Striker kelahiran Montevidio, Uruguay yang dinaturalisasi menjadi WNI pada November 2010 resmi memeluk agama Islam pada tahun 2003. Saat itu ia masih berkostum PSM Makassar. Setelah memeluk dua kalimat syahadat, namanya adalah Mustafa Habibi.
3. Marcio Souza
Mantan penyerang Persib selama setengah musim di 2011-2012 ini adalah seorang mualaf. Ia menyatakan keislamannya dengan menyebut dua kalimat syahadat pada tahun 2009 saat berkostum Semen Padang. Souza yang berpaspor Brasil ini menjadi mualaf setelah sering melihat rekannya Antonio ‘Toyo’ Claudio, yang lebih awal memeluk agama Islam, sering melaksanakan sholat lima waktu.
4. Antonio ‘Toyo’ Claudio
Pemain berpaspor Brasil yang pernah berkostum Persib di musim 2006-2007 juga adalah seorang muallaf. Dialah yang menjadi ‘inspirasi’ bagi Marcio Souza untuk mendapatkan hidayah memeluk agama Islam. Toyo memeluk agama Islam pada tahun 2000 dan mengganti namanya dengan Fakhruzaman.
5. Patricio ‘Pato’ Jimenez
Mantan pemain belakang Persib berpaspor Chile ini ternyata telah lama memeluk agama Islam. Pernyataan keislamannya dilakukan pada tahun 2004 saat berkostum Semen Padang. Ia pun menambahkan nama Nabi Besar, Muhammad SAW menjadi nama depannya, Muhammad Patricio Jimenez Diaz.
6. Diego Michels
Mantan pemain belakang Timnas U23 yang terakhir tercatat berkostum Mitra Kukar ini memeluk agama Islam saat menjalani persidangan pengadilan akibat kasus hukum yang menimpanya. Pemain sepakbola kelahiran Deventer, Belanda ini rupanya mulai tertarik dengan agama Islam bahkan pada saat masih berdomisili di Belanda.
Hidayah Alloh SWT membuatnya mantap menyatakan dua kalimat syahadat, di mana pada saat berada dalam tahanan Polres Tanah Abang ia sering melihat temannya sesama pelaku pengeroyokan, berdoa dan beribadah secara Islam. Diego Michels pun mengganti namanya menjadi Diego Muhammad bin Robbie Michiels.
7. Arcan Iurie
Mantan arsitek Persib yang pernah membawa Persib ‘juara paruh musim’ pada musim 2006-2007 juga adalah seorang muallaf. Pelatih kelahiran Moldova ini resmi memeluk agama Islam pada tahun 2008 saat menyunting Santi Sucihati, menjadi istrinya di Bandung.
8. Wolfgang Pikal
Mantan asisten pelatih Timnas U-23 di masa kepelatihan Alfred Riedl ini memeluk agama Islam pada tahun 1995. Ia menemukan jalan hidayah itu saat mempersunting istrinya, Tina Rostina Gondokusumo, di Bali. Pada tahun 1990an Pikal datang ke Indonesia dengan berpaspor Austria, tapi kini ia telah menjadi seorang WNI dan berpaspor Indonesia.
9. Carlos Raul Sciucatti
Mantan pemain Persijap Jepara ini, seperti dilansir Goal.com resmi memeluk agama Islam pada tahun 2015 dan mengubah namanya menjadi Muhammad Carlos Raul Sciucatti. Pemain berpaspor Argentina ini kini bermukim di Pesantren Assalam Arya Kemuning, Kutai Barat, Kalimantan Timur
Masih ada beberapa nama pesepakbola lain seperti Javier Rocha, Danielo Fernando yang mengucapkan dua kalimat syahadat. Pada awalnya mereka datang ke Indonesia untuk bermain sepakbola. Ternyata sepakbola lah yang kemudian menjadi jalan hidayah mereka untuk mengucapkan dua kalimat syahadat dan memeluk agama Islam.
Tentu hal ini seharusnya menjadi ibroh (pelajaran) bagi kita muslimin-muslimat yang mencintai sepakbola dan telah berislam sejak lahir untuk meningkatkan dan memperbaiki keislaman kita. Semoga tetap istiqomah di jalan Islam serta tetap khusnul khotimah dan selalu meyakini bahwa Islam adalah agama yang paling benar, isyahdu bi anna muslimun. inna dinna indallohil Islam.
Ricky N. Sastramihardja
Editor in Chief Maenbal.co
pernah dimuat di maenbal.co
http://maenbal.co/14347/suara-redaksi/menjemput-hidayah-melalui-sepakbola/
03-07-2015
foto: TRI AJI