5.16.2020
MEMBACA JUDUL BERITA DI TENGAH WABAH
Tirto.id menulis judul MENGURAI PENYEBARAN COVID-19 KLASTER 'SEMINAR KEAGAMAAN' DI BANDUNG (30/5/2020).
Detik. com menulis IMAM POSITIF NEKAT PIMPIN TARAWIH DI TAMBORA, 9 JEMAAH KENA CORONA
Berita yang rilis di Tirto.id mengurai potensi 2000 jemaah Gereja Bethel Indonesia (GBI) terkena Covid-19.
"Hernawan Widjajanto mengindikasikan bahwa sang pendeta adalah carrier COVID-19--membawa dan menularkan penyakit kepada orang lain. "Perkiraan kami cukup banyak [yang tertular]," kata Hernawan kepada reporter Tirto, Sabtu (28/3/2020). Penularan terjadi dalam acara Pastors Meeting yang diadakan GBI pada 3-5 Maret 2020 di Hotel Lembang Asri, KBB, Jawa Barat.
...
Pria yang biasa disapa Emil itu menyebutnya sebagai klaster "seminar keagamaan di Lembang". Ada sekitar 2.000 orang menghadiri acara tersebut. Seluruh jemaah yang hadir pada acara di Hotel Lembang Asri itu ditetapkan sebagai orang dalam pemantauan (ODP) dan diminta segera melapor untuk melakukan rapid test. Bahkan, mantan Wali Kota Bandung itu juga meminta Polda Jawa Barat turun tangan mencari seluruh peserta acara tersebut."
Penjudulan tersebut didapat dari penyataan Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil: Seminar Keagaamaan di Lembang.
Lalu bandingkan dengan berita kedua dari Detik. com dengan judul yang langsung menembak ibadah umat Islam.
”Sebanyak 28 warga Tambora, Jakarta Barat, berstatus orang dalam pemantauan (ODP) setelah melaksanakan salat Tarawih berjemaah dengan imam yang positif Corona. Hasil swab menyatakan 9 orang di antaranya positif Corona.
"Iya sudah, alhamdulillah sudah ditangani oleh pihak kesehatan. Hasil swab-nya memang kemarin dari informasi dari kesehatan, itu ada 9 yang dinyatakan positif, tapi positif ringan, termasuk ringan, penanganan ringan," kata Camat Tambora Bambang Sutama saat dihubungi, Sabtu (16/5/2020)."
Pertanyaannya adalah umat mana yang beritanya akan lebih renyah untuk digoreng? Yang 2000 peserta "seminar keagamaan di Lembang?" atau yang 28 orang jamaah sholat tarawih di Tambora, Jakarta?
Berhati-hati atau tidak, agama kita akan tetap disudutkan media. Apalagi jika tidak berhati-hati. Dua judul berita di atas secara gamblang menjelaskan kecenderungan media untuk menyudutkan dan melindungi siapa.
Saya belajat cukup banyak soal framing, karena semenjak SMA saya sudah belajar mengelola berbagai publikasi, media dan penerbitan pers.
Yang tinggal di zona hijau dan masih bisa sholat berjamaah, bergembiralah di saat jutaan lainnya menangisi kehilangan kesempatan berjamaah karena mengikuti petunjuk ulama. Nikmati romadhon dan manfaatkan.
Berempatilah. Jangan menekan kami yang kehilangan kesempatan berjamaah di tengah pandemi dengan analisis-analisis dan opini yang justru menimbulkan masalah baru.
Romadhon sebentar lagi usai, doakan kami yang berada di zona merah yang tidak bisa ke mesjid agar bisa segera ke masjid lagi. Doakan mereka yang keluyuran ke mall, pasar, dan tempat lain agar bisa ke mesjid juga.
Bila memang ada 'penumpang gelap' di zona hijau, hajar penumpang gelapnya. Jangan digeneralisir.
Beban jamaah di zona merah sangat kompleks. Mulai tidak ada uang, terancam kelaparan, stress karena tinggal di rumah selama 2 bulan tanpa kejelasan, kehilangan kontak sosial, termasuk kehilangan kesempatan berjamaah di bulan Romadhon.
Saya sendiri harus iklash tidak bertemu anak-anak yang tinggal di kota lain (zona hijau). Harus menahan pergerakan karena bila menjadi carrier, akan membahayakan orangtua saya yang sudah sepuh dan dalam kondisi sakit .
Jarak ke masjid hanya selisih satu rumah. Hanya 10 meter. Masjid itu juga ditutup untuk sementara sampai ada fatwa lanjutan dari MUI.
Mengabaikan fatwa MUI artinya kita mengabaikan otoritas para ulama di dalamnya yang memiliki beragam keahlian. Tidak hanya fiqih, tapi ilmu-ilmu lainnya yang berhubungan dengan fatwa yang akan dikeluarkan.
Bila kita menghormati dan melaksanakan Fatwa MUI yang nenyatakan Ahok melakukan penistaan agama dan melecehkan QS Al Maidah, mengapa tidak bisa mengawal fatwa MUI mengenai pedoman beribadah di tengah wabah?
Jangan sampai perbedaan ini dibenturkan oleh mereka-mereka yang tidak suka dengan agama Islam. Mereka yang ingin memanfaatkan kesempatan untuk membenturkan perbedaan pendapat di tengah umat.
Malam 24 Romadhon 1441H,
fakir ilmu & amal yang rindu berjamaah di masjid
Tautan:
https://tirto.id/mengurai-penyebaran-covid-19-klaster-seminar-keagamaan-di-bandung-eJGU
https://m.detik.com/news/berita/d-5017286/imam-positif-nekat-pimpin-tarawih-di-tambora-9-jemaah-kena-corona
5.14.2020
DUKHON DALAM KACAMATA BUDAYA POPULER HOLLYWOOD
Beberapa hari belakangan, tepatnya menjelang dan sesudah 15 Romadhon 1441H, linimasa media sosial meriah tentang 'terpelesetnya' salah seorang ustadz Akhir Zaman dalam menafsirkan soal dukhon.
Soal Dukhon ini, ada diriwayatkan dalam Al Quran sebagai surat ke-44 Ad Dukhon yang terdiri dari 59 ayat. Terutama QS 44: 10-15.
Sedangkan dalam hadits, dukhon diriwayatkan oleh Ibnu Mas'ud. Haditsh tersebut walau sering dikutip dinyatakan haditsh palsu. Para Ustadz Akhir Zaman juga meyakini haditsh tersebut palsu.
Lalu bagaimana pandangan dunia populer yang 'cocoklogi' tentang dukhon?
Dalam film "Animatrix" (2003, sekuel film The Matrix dalam animasi), episod The Second Renaissance Part 2, dikisahkan manusia gagal memerangi Kaum Mesin (Robot dengan AI: artificial intellegence) yang memberontak pada manusia.
Di bawah kendali PBB, manusia lalu menyelubungi planet bumi dengan asap gelap. Hal ini dilakukan agar Mesin tidak bisa mengambil energi dari matahari.
Manusia terpaksa hidup di bawah tanah, dalam silo-silo yang disebut Zion. Manusia berperang melawan Mesin sambil menunggu penyelamat mereka yang dikenal sebagai The One.
Sedangkan dalam film "How It Ends" (2018), dikisahkan bila dunia disapu asap gelap. Dikatakan peristiwa itu bermula dari goncangan yang menimpa Los Angeles, AS.
Sambungan listrik, telepon, dan satelit mendadak mati. Penerbangan dibatalkan.
Will, berusaha menyelamatkan kekasihnya, Samantha yang berada di Seattle yang harus ditempuhnya dengan jalan darat dari Chicago.
Pada scene akhir digambarkan bagaimana asap gelap membumbung tinggi mengejar Will dan Sam yang berusaha melarikan diri dengan mobilnya.
Jadi untuk soal dukhon ini, Barat berusaha untuk menampilkan imajinasi dan fantasi mereka dalam bentuk kisah dan film, yang tentu sesuai interpretasi mereka. Tidak diketahui darimana mereka mendapat ide dukhon.
Apakah mereka membaca Al Quran? Membaca hadits? Mengikuti kajian akhir zaman?
Wallohu'alam bishowwab.
Malam 22 Romadhon 1441 H
🖼️ Screen capture scene akhir film "How It Ends” (2018).