Showing posts with label Catatan Warga Negara. Show all posts
Showing posts with label Catatan Warga Negara. Show all posts

7.24.2024

KOMPLEKS CANDI BATUJAYA, TERTUA DI INDONESIA



Kompleks Candi Batujaya di Karawang. Ditemukan pada tahun 1984 oleh tim arkeologi Fak. Sastra UI. Candi-candi ini diperkirakan berasal dari masa kerajaan Tarumanegara yang beragama hindu.

Kompleks candi budha yang didominasi dengan batu bata ini adalah kompleks candi tertua di Indonesia. Menurut kronologi carbon dating, artefak tertua berasal dari abad ke-2. 

Corak candi budha ini menurut beberapa ahli menunjukan ada pengaruh kerajaan budha terbesar masa itu, yakni Kerajaan Sriwijaya.

Keseluruhan kompleks candi Batujaya ini diperkirakan dibangun hingga abad ke-7 dan ditinggalkan karena tersapu banjir bandang dari Sungai Citarum.

Penemuan candi ini juga menunjukkan hal lain, yakni pada masa itu masyarakat Sunda sudah menanam padi dan tidak berpindah-pindah. Pada batu bata yang digunakan sebagai material utama candi, ditemukan bekas sekam yang digunakan untuk membakar batu bata.

Semenjak awal penelitian dari tahun 1992 sampai dengan tahun 2006 telah ditemukan 31 tapak situs sisa-sisa bangunan. Penamaan tapak-tapak itu mengikuti nama desa tempat suatu tapak berlokasi, seperti Segaran 1, Segaran 2, Telagajaya 1, dan seterusnya. 

Sampai pada penelitian tahun 2000 baru 11 buah candi yang diteliti (ekskavasi). Laporan Balai Penelitian Cagar Budaya (BPCB) Serang pada tahun 2014 menyebutkan ada 40 situs sisa bangunan (candi) yang ada di kawasan Batujaya.

Hingga tahun 2016 diketahui terdapat 62 unur dan 51 di antaranya terkonfirmasi memiliki sisa-sisa bangunan. 

Banyaknya temuan ini menyisakan banyak pertanyaan yang belum terungkap secara pasti mengenai kronologi, sifat keagamaan, bentuk, dan pola percandian.

dari berbagai sumber

📷 Facebook

6.19.2024

HET BERAS SIMBOL KETIDAKADILAN DI BALIK SLOGAN NKRI HARGA MATI


Berapa HET beras per hari ini? Anggap saja Rp. 17.000/kg. Harga ini dijamin sama dari Sabang sampai Merauke.

Adil? Tentu TIDAK! 

Tanah Pasundan adalah salah satu penghasil beras terbaik dan terbanyak. Tetapi warganya harus membeli beras sesuai HET. Padahal ongkos distribusi tidak setinggi ke luar daerah. Warga Pasundan mensubsidi harga beras yang dikonsumsi warga di luar pulau.

Sangat aneh dan tidak adil bila kita mensubsidi kebutuhan orang lain agar jadi lebih murah dan kita mendapat barang dengan harga lebih mahal. 

Juga konsumsi BBM. Sangat tidak adil bila kita membeli BBM seharga dengan warga Balikpapan, misalnya. Di mana di sana ada kilang minyak, biaya distribusi harusnya mendekati 0%.

Republik negara federasi memang tidak menjanjikan hasil instant. Tetapi republik negara federasi menjanjikan kedaulatan daerah yang lebih baik agar warganya sejahtera. Terjamin oleh pengelolaan SDA dan SDM yang levih baik dan tidak banyak 'pungli' oleh pusat.

Mungkin BBM mahal di Jawa, tapi beras akan murah dibanding Kalimantan. Di sini akan berlaku neraca ekonomi yang seharusnya berimbang antara daerah. Tetapi hasilnya akan dinikmati penuh oleh warga di daerah atau kita sebut saja di negara bagian.

Konsep negara federasi bukan hal aneh bagi masyarakat Sunda. Kerajaan Sunda Galuh adalah kerajaan federasi yang membawahi banyak kerajaan di bawahnya. Itulah mengapa disebut Pajajaran. 

Jadi, marilah kita mulai berfikir menjadi negara bagian karena otonomi daerah dipreteli oleh penguasa pusat dan sama sekali tidak menguntungkan rakyat di daerah.

Papua adalah negara yang kaya, tapi kita tahu kondisinya. Aceh, Riau, diberi kekayaan sumber daya mineral, tetapi kemegahan menjadi milik Jakarta.

SUNDA MERDEKA. SUNDA MERDESA!✊️

Ricky N. Sastramihardja

NKRI HARGA MATI HANYA SLOGAN BASI!


Indonesia sebagai negara federasi pernah digagas M. Hatta dkk saat rapat PPKI. Juga oleh Amien Rais. Jadi tidak hanya oleh Belanda.

Belanda melalui perjanjian KMB 1948 tujuannya untuk memecah belah republik. Sedangkan M. Hatta dan Amien Rais bertujuan untuk desentralisasi dan kemakmuran daerah agar tidak dikuasai pusat.

Jadi setelah utang republik sebesar 4,5 M Gulden ke Belanda lunas pada tahun 2003 silam, sebaiknya konsep negara kesatuan federasi kembali digaungkan.

Negara federasi akan mencegah kekuasaan terpusat di satu atau dua golongan. Mensejahterakan masyarakat di daerah melalui distribusi kuasa dan SDA.

Mereduksi pola kepemimpinan yang jawasentris dan dikuasai etnis tertentu.

Negara tetangga kita, Malaysia, adalah kerajaan federasi yang terdiri dari berbagai negara bagian. 

Amerika Serikat adalah negara federasi berbentuk republik dengan 50 negara bagian. 

Mereka tetap bersatu. Makmur secara ekonomi dan kekuasaan terbagi antara pusat dan negara bagian.

Slogan NKRI Harga Mati harus ditinjau kembali karena hanya menjadi alat untuk eksploitasi yang tidak mensejahterakan negeri.

NKRI Harga Mati adalah slogan basi yang menjadi legitimasi penguasaan sumber daya alam daerah untuk keperluan segelintir orang di negeri tercinta ini.

SUNDA MERDEKA. SUNDA MERDESA!✊️
Ricky N. Sastramihardja

6.02.2024

Sebuah Catatan Santai Di Akhir Pekan Tentang Euforia Persib Juara


Sabtu kemarin (1 Juni 2024) ikut merayakan kemenangan Persib dengan berjalan kaki dari rumah jalan kaki sampai Gedong Sate. Sengaja enggak bawa kendaraan, karena tahu bakal ada kemacetan parah dari siang hingga malam hari.

Sepanjang jalan menikmati setiap momen yang tertangkap indera. Mulai para penjual bendera dan atribut yang marema, keceriaan warga, hingga anak-anak muda yang ugal-ugalan di jalan, serta kelakukan-kelakuan random Bobotoh.

Sepanjang yang saya tahu, tak ada kota atau provinsi lain di Indonesia yang begitu mengkultuskan klub sepak bolanya selain di Bandung Raya dan berbagai kota di Jawa Barat. Bahkan nobar pun dilakukan di masjid dan mushola, yang tak pernah dilakukan untuk mendukung timnas. 

===

Pesta sejatinya dimulai sejak hasil imbang lawan Bali United di Bali. Setiap selesai pertandingan berbagai kelompok Bobotoh rajin 'rolling' merayakannya di jalanan kota Bandung. 

Tentu saja, aktivitas itu pasti mengganggu aktivitas warga yang lain. Tapi tak ada yang bisa meredam euforia. Berbagai larangan dan himbauan disampaikan, tapi who cares? Persib memang 'membutakan' mata. Candu.

Puncaknya saat resmi meraih gelar juara Liga Indonesia untuk ke-3 kalinya. Sejak Jumat malam, kantong-kantong massa tumpah ke jalan. Mereka turun ke jalan untuk merayakan kegembiraan, berbagi energi positif, melupakan kepenatan hidup.

Tak ada isu besar yang bisa membuat masyarakat Bandung Raya berkumpul di jalan selain Persib. Dalam ingatan saya, sejak pertama kali ikut merayakan kemenangan Persib di tahun 1986, ya hanya Persib yang bisa memobilisasi massa dengan sukarela, dengan suka cita.

===

Mari kita rayakan kemenangan. Abaikan isu-isu minor yang ada, enggak usah diperdebatkan. Bila harus ada yang dikritik, saya lebih memilih mengkritisi buruknya crowded management saat acara puncak digelar.

Tak terlihat ada petugas kepolisian yang cukup di sekitar panggung utama di Gedong Sate. Tak terlihat ada paramedis, atau petugas damkar. Sound sistem yang buruk dan tidak mengakomodir massa dalam jumlah fantastis di sayap kiri dan kanan panggung utama, Bila terjadi 'sesuatu yang tidak diinginkan', pasti akan sulit untuk melakukan mitigasi dan evakuasi.

Sedangkan yang perlu diapresiasi semisal adanya live streaming melalui PersibTV, big screen di kiri kanan yang membuat konsentrasi massa terbagi tidak hanya ke panggung utama, serta massa yang umumnya berlaku tertib dan santun walau tak ada petugas keamanan di sekitar.

Mari kita nikmati dan rayakan kemenangan PERSIB Bandung .

Ricky N. Sastramihardja

(37-61-) 86-90-94-95-14-24

🏆🏆🏆🏆🏆🏆🏆🏆

⭐️⭐️⭐️

3.19.2024

WASPADA PENIPUAN MENGGUNAKAN AI VOICE CHANGER!


Salah satu trik yang dipakai penipu, adalah memakai foto profil orang yang kita kenal untuk nomor baru. Jadi bila ada seseorang yang kita kenal mau urusan muamalah (baca: minjam uang) pakai nomor baru tanpa konfirmasi sebelumnya, abaikan saja.

Penipu juga sekarang menggunakan teknologi artificial intelligence atau AI voice changer  untuk meyakinkan korbannya. AI Voice changer ini mampu meniru dan menduplikasi suara seseorang dengan menggunakan sampel suara dari video, voice recording, atau voice note.

Setelah suara seseorang itu dianggap mirip aslinya, maka secara real time digunakan untuk menelpon, biasanya via VOIP (Voice Over Internet Protocol)  seperti yang diterapkan aplikasi Whatsapp. 

FYI, aplikasi VOIP Whatsapp sudah bisa digunakan via komputer (laptop/desktop) atau langsung dari ponsel (Android/iOS). Jadi pelaku dengan mudah meniru suara karena terhubung langsung dengan penyedia jasa layanan AI Voice Changer yang secara simultan memanipulasi suara menjadi suara orang yang dikenal korban.

Saran saya untuk urusan bisnis via gawai, sebisanya gunakan video call. Mungpung teknologi deep fake video masih belum sempurna.

Dua, jangan mudah percaya dengan nomor baru orang yang kita kenal. Bila ada dalam satu circle, bisa dikonfirmasi ke rekan yang lain kebenarannya.

 Tiga,  jangan menerima panggilan telepon atau merespon pesan (WA, Telegram, Michat, dll) dari nomor yang tidak kenali sebelumnya.

Menurut pakar IT, Bang Agung SP para penipu berusaha mencuri sampel suara kita melalui rekaman telepon. Baik itu berpura-pura sebagai sales, marketing, atau apapun.

Empat, gunakan aplikasi Get Contact atau True Caller (atau keduanya) untuk memantau nomor yang menelpon kita. Dua aplikasi itu powerful untuk menyaring dan mengidentifikasi nomor-nomor telepon yang biasa dipakai SPAM atau SCAM. 

Dari seluruh saran: tetap WASPADA dengan penipuan macam apapun. Penipu selalu berusaha memancing belas kasihan kita, menghiba agar kita percaya. Terutama yang bermodus 'manawi aya saratus', mama minta pulsa, atau ditangkap polisi.

Ricky N. Sastramihardja

9.08.2023

Ary Juliyant: Lagu dan Pertunjukan Yang Tak Pernah Sama, Walau Serupa


Suatu waktu di pertemuan pertama dengan Ary Juliyant di pentasnya setahun silam di Gedung Putih Taman Pramuka (25 September 2022). Tour gerilya-nya yang ke-12 dengan tajuk "Bunyi, Rupa, dan Semesta" ini membawa penyanyi yang bermukim di Mataram Lombok NTB itu kembali ke Bandung diantaranya untuk adalah membawakan dua lagu yang paling populer: "Giri Sancang Sendiri" dan "Overhang" dari album Gairsh Boys yang rilis secara indie di tahun 90an.

Sedikit asing rasanya, pada saat itu, mendengar lagu yang pertama kali saya dengar sering di-cover Abah Donny sambil gitaran di Kampus Sastra 30 tahun lalu silam atau saat berkemah di Oray Tapa. Sedikit lain. 

Begitu saya mencoba mencari lagu tersebut di Youtube, juga Spotify, tambah merasa aneh: dua lagu tersebut tidak pernah dibawakan dengan cara yang sama.

Pengalaman ini berlanjut pula dari beberapa pertunjukan ke pertunjukan Ary Juliyant di Bandung yang berhasil saya dokumentasikan hingga tadi malam, Kamis 7 September 2023. 

***

Dari beberapa lagu lawas yang pernah saya dengarkan:  "Giri Sancang Sendiri, Overhang, Pernah Ada Sang Braga Stone", hingga anthem "Blues Kumaha Aing" yang ikonik dan menjadi semacam lagu wajib yang mengajak audiens untuk sing a long, tidak pernah sama dari pertunjukan ke pertunjukan, dari tur ke tur, dari panggung ke panggung. 

Juga beberapa lagu baru yang diujidengar pada penggemar di Layar.an Cafe dan IjiSociopetal Space: "Kerontang Malang Melintang" dan "Puncak Tak Bergeming". Dari dua pertunjukan yang digelar malam dan hari berbeda, dua lagu tersebut dibawakan dengan cara yang tidak sama, berbeda.

Suatu waktu pernah saya berbincang dengan Ary di sore hari sambil menikmati gorengan. "Kang mengapa setiap pertunjukan selalu berbeda? Bahkan saya merasa 'aneh' dengan lagu Giri Sancang Sendiri dan Overhang, karena berbeda dengan yang saya dengar melalui versi Abah Donny?"

Ary Juliyant tidak menjawab dengan tegas, namun ia menyebut bila setiap lagu memiliki cara untuk disampaikan ke pendengar. Diimprovisasi dan disesuaikan dengan apa yang ada dalam pikiran dan perasaannya saat itu.

"Giri Sancang Sendiri dan Overhang versi Abah Donny ya itu hasil interpretasi Abah. Saya juga memberikan interpretasi ulang terhadap (lagu-lagu saya) di setiap pertunjukkan." Demikian kurang lebih penjelasan Ary dalam perbincangan santai sore itu di sela hujan bulan November 2022 silam.

Dengan demikian memang menjadi menarik bila mengapresiasi karya Ary Juliyant adalah bukan hanya mendengar versi rekaman -live record atau studio- yang beredar via kaset atau vesi digital (Youtube, Spotify, atau platform lain). Tetapi juga dengan menyaksikan pertunjukkannya secara langsung. 

***

Ary yang seringkali tampil solo perform, memainkan berbgai alat musik yang dibawanya. Gitar, banjo, harmonika, tamborin, bahkan irish flute. Kolaborasinya dengan musisi lain, Abah Donny, Ammy Kurniawan, atau bahkan dengan rekan-rekannya di Gairsh Boys (Trihadi dan Jim Moniung) seringkali berlangsung spontan. 

Para musisi yang menjadi rekan bermainnya di panggung seringkali tidak tahu akan membawakan lagu apa. Bahkan beberapa diantaranya yang baru mereka dengar saat di panggung. Improvisasi, kata itu memang layak disematkan di setiap pertunjukkan Ary Juliyant, menjadi ciri khas yang penuh elemen kejutan, tidak hanya bagi musisi yang menemaninya bermain, juga para pendengarnya.

Apalagi salah satu kelebihan lain dari sisi musikalitas adalah seringnya Ary menggunakan teknik 'scatting' seperti yang sering dilakukan George Benson atau Mus Mujiono. Dalam definisi Wikipedia, scatting yang berasal dari musik Jazz adalah improvisasi vokal dengan 'vocable' tanpa kata, suku kata omong kosong atau tanpa kata-kata sama sekali. 

Dalam scatting singing, penyanyi berimprovisasi  menjadi melodi dan ritme menggunakan suara sebagai instrumen musik. Berbeda dari vokal, yang menggunakan lirik yang dapat dikenali yang dinyanyikan untuk solo instrumental yang sudah ada sebelumnya.

Seingat saya tidak banyak musisi Indonesia yang menggunakan teknik scatting singing ini, apalagi dalam live perform mereka. Hanya dua yang bisa saya sebut: Mus Mujiono dan Ary Juliyant. Mungkin masih ada yang lainnya yang saya tidak tahu. 



Seorang Ferry Curtis yang juga musisi, yang tadi malam berkesempatan hadir di pertunjukan Ary Juliyant yang masih bersinggungan dengan tur terbaru Troubadour's Trail 2023, menulis di akun instagramnya:

"Pertunjukan semalam keren, gradasi pertunjukannya terasa sekali.Masing-masing penampil menyajikan karya yang berbeda, mereka mewakili karya sesuai dengan jaman, cara pandang, lingkungan perkawanan di mana mereka hidup dan dilahirkan. Cara bagaimana mereka mengungkapkan isi dan gagasan, pemanggungan, dan gaya penyampaian pun semuanya menjadi khas dari masing-masing penyaji".

Ferry menuntaskan dengan pujiannya pada Ary sebagai sesi pertunjukan yang tanpa sekat. "Suasana tambah malam terus tambah hidup, guyub, atraktif, komunikatif, akrab disertai guyonan antara penyaji dan penonton tanpa sekat."

Ciri khas, ya cara Ary berimprovisasi dengan karya-karyanya, cara berkolaborasi dengan rekan-rekan musisi, juga dengan audiensnya adalah hal yang unik disamping karya-karyanya itu sendiri. Makanya menjadi penting untuk menyaksikan pertunjukan Ary Juliyant secara langsung/live adalah karena setiap pertunjukan, tidak pernah sama. Selalu unik, bahkan selalu ada hal yang baru di karya-karya lamanya.

Hal ini tentu sulit dilakukan pada pertunjukan musik populer yang diinisiasi industri rekaman dan industri pertunjukkan yang komersial. Di mana ada standarisasi bermusik, partitur, repertoar, jadwal dan playlist yang harus disajikan. Yang setiap lagunya harus dibawakan mendekati versi rekaman dan minim improvisasi. 

Pertunjukan Ary Juliyant yang hangat dan tentu saja selalu menarik untuk ditunggu dari pertunjukan ke pertunjukkan karena selalu ada element of suprise-nya.

Ricky N. Sastramihardja

09092023

3.30.2023

CURRENT CIRCUMSTANCES-NYA FIFA

 


Bagaimana bisa FIFA mempercayakan event besarnya pada Indonesia yang tidak becus mengelola keamanan sebuah gelaran sepak bola?

Selepas tragedi Kanjuruhan bulan Oktober 2022 silam, tidak ada perbaikan sistem keamanan secara menyeluruh dan komprehensif. Malah banyak terjadi pertandingan usiran dan tanpa penonton. 

Padahal sebagai bentuk transformasi yang disyaratkan FIFA, menurut hemat saya pertandingan liga lokal bisa digunakan sebagai sarana simulasi keamanan jelang Pildun U-20.

Soal respons Indonesia terhadap Israel, sepertinya juga sudah FIFA perkirakan. Karena Israel lolos kualifikasi bulan Juni 2022 silam. FIFA, jelas berstandar ganda, kita tahu itu.

Bila kemudian penolakan terhadap Israel baru meriah di dua bulan jelang pelaksanaan, anggap saja itu sebagai serangan di menit akhir pertandingan. Kegolan di menit-menit injury time pasti bikin nyesek dan enggak setiap pihak bisa menerima dengan lapang dada.

Penolakan tidak hanya dilakukan netizen dan aktivis ANTI ISRAEL saja, tetapi oleh ormas, dan partai politik dengan alasan berpedoman pada konstitusi. Lagi-lagi dalam opini saya, bergabungnya mereka (ormas, parpol, tokoh masyarakat) bagaikan super sub yang mengubah permainan di menit-menit akhir dan banyak menciptakan peluang berbahaya di depan gawang.

Pembatalan Indonesia sebagai tuan rumah Piala Dunia U-20 2023, adalah pertamakalinya sepanjang sejarah. Itu adalah gol menit akhir pertandingan yang tak sempat dibalaskan saat wasit meniup peluit panjang tanda permainan usai.

Meminjam dugaan yang tayang di akun Twitter Fahmi Agustian, diduga FIFA memang dengan sengaja menyimpan Tragedi Kanjuruhan sebagai kartu truf. FIFA sudah memprediksi kehadiran Israel bakalan ditolak sedangkan FIFA sendiri enggak punya power untuk mencoret Israel. Padahal, di Pildun 2022 Qatar, FIFA berani mencoret Rusia sejak babak kualifikasi.

Itulah 'current circumstances' yang disiratkan dalam press release FIFA 29 Maret 2023 yang menyatakan pembatalan Indonesia sebagai tuan rumah Pildun U-20. 

Bila sudah seperti ini, mari kita adukan saja pada angin. Angin yang sama seperti angin yang divonis oleh hakim PN Surabaya sebagai pelaku pembunuhan 135 nyawa di Stadion Kanjuruhan Malang.

Ricky N. Sastramihardja

3.28.2023

TOLAK TIMNAS ISRAEL!


Masih soal Pildun U-20 yang konon terancam batal digelar di Indonesia.

🐵Belain bangsa lain (🇵🇸) sampai tega ngorbanin anak bangsa (🇮🇩)!

🧔‍♂️ Lah kamu juga kan belain 🇮🇱?

🐒 Banyak bacot Lu, tolol. Jangan campurkan politik dengan sepak bola!

🧔‍♂️ Eh kutil 🐷, FIFA juga campurin sepakbola sama kaum 🏳️‍🌈 😂

🐷 Jangan cuma kritik kasih solusi dong bgsd!

🧔‍♂️ Boa edan, ada orang-orang yang dapet duit dari bola, mereka dong yang kasih solusi. Masa minta solusi ke netizen? 🤣

Disclaimer:
Di Indonesia seperti ini realitasnya, solusi gratis diharapkan datang dari pengkritik bukan dari mereka yang wajib cari solusi dan dapat upah dari situ.

Padahal solusinya FIFA tinggal lakukan sanksi bagi 🇮🇱, seperti yang mereka lakukan pada Russia di Pildun 2022.

Bagi Indonesia menolak kehadiran
🇮🇱 adalah sesuai dengan amanah UUD 45, sesuai konstitusi negara yang harusnya dihormati FIFA.

Qatar yang menolak kehadiran kaum 🏳️‍🌈 dan simbol-simbolnya sebagai perwujudan konstitusinya, tidak disanksi FIFA. Bahkan perhelatan Pildun 2022 jadi perhelatan terbaik sepanjang masa.

Rumor lain:
Kemungkinan semua venue belum sesuai standar FIFA hingga target waktu yang ditentukan. Hingga ada pihak-pihak yang memanfaatkan penolakan terhadap timnas 🇮🇱 untuk menutupi kebobrokannya.

Bila Indonesia di-banned, apakah akan rugi? Seharusnya tidak rugi-rugi amat karena liga lokal masih bisa berjalan dengan sistem sendiri.

Tak ada pemain asing, jadi bisa memaksimalkan potensi pemain lokal dan menyiapkan sistem yang lebih baik, yang melahirkan pemain-pemain unggulan saat sanksi FIFA selesai.

Enggak perlu cari pemain naturalisasi yang biasanya lebih sering merepotkan dan merugikan mereka sendiri.

Enggak perlu repot dengan pertandingan Internasional. Toh di Piala AFF yang sebetulnya turnamen kelas Tarkam se-Asia Tenggara aja, paling bagus kita cuma dapat runner up.

#TolakTimnasIsrael 🇵🇸🇮🇩


Ricky N. Sastramihardja

3.17.2023

PERNYATAAN SIKAP ALIANSI PECINTA ALAM JAWA BARAT

Kami Aliansi Pecinta Alam Jawa Barat Menyatakan Sikap:

1. Mengecam segala bentuk pelanggaran kawasan hutan lindung di Jawa Barat dan Indonesia. 

2. Mengecam seluruh aktivitas pelanggaran yang mengakibatkan kerusakan di Kawasan Rancaupas dan sekitarnya

3. Mendesak Perhutani untuk melarang seluruh aktivitas offroad di hutan lindung di Jawa Barat 

4. Mendesak dan menuntut pertanggungjawaban panitia, pengelola, dan para pihak terkait kerusakan di Rancaupas, untuk segera melakukan rehabilitasi.

5. Mendesak Aparat Penegak Hukum melakukan Tindakan hukum sesuai perundang-undangan yang berlaku. 

Demikian pernyataan sikap Aliansi Pencinta Alam Jawa Barat, dengan ini kami menuntut segera sikap resmi dari Perhutani terkait tuntutan di atas, dalam waktu 2x 24 jam.

Bandung, 9 Maret 2023

Aliansi Pencinta Alam Jawa Barat.




SELAMATKAN RANCA UPAS!


Leuweung Tengah Ranca Upas, Desember 2011.

Salah satu spot terbaik di kawasan yang kini rusak akibat salah kelola. Sulit membayangkan kondisinya per hari ini setelah beberapa hari lalu (5 Maret 2023) digilas oleh ratusan bahkan mungkin ribuan motor trail.

Hutan hening yang kaya unsur hara, yang selalu basah, lembab dan dingin ini adalah tempat belajar bagi siapapun yang ingin mewariskan lingkungan yang baik pada generasi mendatang.

Salah satu hutan dengan rawa-rawa yang langka di ketinggian > 1700 mdpl yang kaya keanekaragaman hayati. 

Setelah rusak ekosistemnya dan konon katanya akan direhabilitasi, tapi tampaknya akan makan waktu belasan hingga puluhan tahun untuk kembali ke kondisi alami seperti sebelum digilas kuda-kuda besi.

Masih ingat saat itu, saya sempat berdebat kecil dengan seorang senior yang keukeuh membawa motor trailnya ke dalam hutan. Ybs tidak menerima alasan saya melarangnya berkendara ke dalam hutan. Sama seperti saya yang tidak menerima alasannya untuk memasukan motornya ke area camp pendidikan.

Setelah belasan tahun, saya semakin yakin apa yang saya lakukan adalah tindakan yang benar. Karena pelanggaran besar kemarin yang berakibat kerusakan fatal, biasanya dimulai oleh pelanggaran kecil yang awalnya dianggap sepele.

Selamatkan Ranca Upas dan Kawasan Lindung di Jawa Barat.

Cagar Alam Harga Mati.

Ricky N. Sastramihardja

💙💛

📸 Wawan Wau

2.05.2023

GUNUNG PADANG ADALAH PIRAMIDA KUNO DARI PERADABAN YANG HILANG. AH MASA?


Wacana Gunung Padang adalah piramida tersembunyi kembali menarik perhatian netizen Indonesia. Salah satunya dipantik oleh tayangan "Ancient Apocalypse" yang tayang di Netflix, di mana seorang jurnalis bule, Graham Hancock, merilis tayangan-tayangan spekulasi tentang peradaban manusia yang hilang.

Bagi teman-teman yang baru saja menyimak wacana ini, jangan dulu terkagum-kagum, serta berharap banyak asumsi itu benar adanya. Karena wacana itu sebetulnya sudah lama sekali beredar di masyarakat. 

Saya pertama kali mendengar asumsi bila Gunung Padang=piramid, sejak awal 90-an di ruang diskusi terbatas. Kemudian di awal 2000-an, wacana tersebut kembali menggeliat di masyarakat yang baru saja melek internet. Terutama setelah Kaskus dan Facebook menjadi keseharian netizen.

Tidak hanya Gunung Padang di Cianjur yang menjadi 'tersangka'. Gunung Sadahurip, Garut dan Gunung Lalakon, Soreang juga sempat dituduh sebagai persembunyian piramid yang konon sudah ada sejak 25.000 tahun sebelum masehi.

Bayangkan, 25.000 tahun! Padahal peradaban Sumeria yang dianggap peradaban tertua saja, baru mulai 4000 tahun SM. Peradaban Sumeria memenuhi kriteria disebut peradaban karena  secara umum sebuah budaya harus mencapai beberapa keunggulan, terutama urbanisme yang meliputi kota, irigasi, dan tulisan. Dari kriteria itu, peradaban Bangsa Sumeria telah memenuhinya.

Nah balik lagi ke Gunung Padang (juga Sadahurip, dan Lalakon), apalah benar ada peradaban maju 25.000 tahun lalu di Tatar Sunda hingga bisa membangun sebuah piramida yang lebih tua dari Piramida Giza yang diperkirakan berumur 4.500 tahun lalu?

Piramida Giza sendiri konon dibangun oleh lebih dari 20.000 orang. Temuan arkelogis misalnya, menyebut banyak artefak dan ekofak di sekitar Giza sebagai bukti di situ pernah ada sekelompok besar manusia hidup dan tinggal di saat membangun piramida tertua tersebut.

Apakah ada arfefak dan ekofak ditemukan pula di sekitar Gunung Padang? Sejauh ini belum ada satu pun bukti yang berhasil diungkap ke publik untuk memperkuat asumsi dan interpretasi tersebut.

Spekulasi-spekulasi yang berkembang pun kemudian dimanfaatkan sekelompok orang untuk pemurtadan dan melecehkan agama Islam. Apalagi sekelompok orang yang bernaung di sebuah kelompok, sebut saja TS, yang dulu wara-wiri di Kaskus atau Facebook. Intinya, mereka mengagung-agungkan 'leluhur' Nusantara sebagai bangsa yang maju dan hebat dan menganggap kemunduran Nusantara adalah karena masuknya peradaban Islam.

Kelompok ini pula, yang sepengetahuan saya dari berbagai diskusi selama ini, menolak fakta sejarah Islamisasi Sunda yang masif di tahun 1500-an setelah Kerajaan Sunda Galuh/Pajajaran membubarkan diri. Di mana tidak bisa dipungkiri, suka atau tidak suka, kekuasaan Mataram di bawah kepemimpinan Sultan Agung, merupakan salah satu tolok ukur Islamisasi masyarakat Sunda. 

Padahal, semasa Pajajaran berdiri pun kerajaan bercorak Islam sudah hidup berdampingan, yakni Kerajaan Sumedang Larang.

Kembali menyoal asumsi Gunung Padang sebagai piramida, tentu saja tanpa harus menjadi skeptis, kita tunggu hasil penelitiannya dirilis ke publik. Walau memang tampaknya asumsi dan spekulasi yang berkembang pun sudah menjadi bola liar karena ada banyak pihak yang kemudian mengklaim asumsi itu sebagai kebenaran.

Kalau saya sih merasa aneh saja dengan motif 'karuhun' membangun piramida di Tatar Sunda. Ngapain? Rek naon? Di wilayah yang bergunung-gunung kok membangun piramida. Karena bila melihat di Mesir, Piramida terletak di wilayah dataran rendah, dataran yang cenderung rata sehingga kemunculan piramida boleh lah diinterpretasikan sebagai keinginan manusia pada saat itu untuk mendekati tuhan atau dewa-dewa dalam keyakinannya.

Di kita kan sudah banyak gunung? Ngapain bangun piramid? Yang ada dan menjadi fakta adalah 'karuhun' atau nenek moyang Sunda, membangun makam di puncak-puncak gunung alih-alih membangun piramida. Contohnya saja makam di Puncak Gunung Geulis, Jatinangor dan Gunung Manglayang. Lebih ralistis dan ekonomis.

Tetapi memang tidak dapat dipungkiri bila situs Gunung Padang adalah situs megalitikum di mana pada masa lalu dijadikan tempat ibadah karuhun Sunda. Di mana batu-batu yang terletak di sana besar kemungkinan dibawa dan diletakkan di sana untuk keperluan peribadatan, namun batu-batuan itu murni merupakan bebatuan hasil proses alamiah.

Ricky N. Sastramihardja

📷 Slide dari diskusi di Museum Geologi 3 Februari 2012


9.13.2022

PAHITNYA SEJARAH KOPI HARUS BERGANTI


Deungkleung, déngdék

Buah kopi raranggeuyan

Ingkeun anu déwék, 

Ulah pati diheureuyan


Sejarah kopi di awal masuknya ke Tatar Sunda di jaman Cultuure Steelsel (tanam paksa) di tahun 1830-an meninggalkan duka sejarah yang mendalam.


Kopi Priangan, yang dikenal sebagai Java Coffee, laku keras di pasar dunia. Mengalahkan kopi Mokha dari Yaman. Keuntungan besar diraup Kerajaan Belanda, tapi kesengsaraan mendalam dialami masyarakat Priangan, terutama di wilayah Cianjur.


"Dari tanam paksa, Kerajaan Belanda bisa meraup untung hingga 832 juta gulden (setara dengan USD 75,5 miliar hari ini)," ujar sejarawan Peter Carey, seperti dirilis Merdeka.com 7 Juli 2022.


M. C. Ricklefs dalam Sejarah Indonesia Modern menyebut  disebut keuntungan sistem tanam paksa menjadikan perekonomian dalam negeri Belanda kembali stabil: utang-utang luar negeri Belanda terlunasi, pajak-pajak diturunkan, kubu-kubu pertahanan dibangun, terusan-terusan diciptakan, dan jalan-jalan kereta api negara dibangun.


"Hal yang sebaliknya terjadi pada masyarakat Jawa yang diperas: penyakit dan kelaparan bertambah merajalela dan kaum miskin melonjak tinggi jumlahnya di desa-desa Jawa)," ungkapnya.


Jawa yang dimaksud Ricklefs adalah Priangan. Tatar Sunda. Di mana kemudian lahir gerakan Politik Balas Budi yang diinisiasi Douwes Dekker atau Multatuli.


Kini, semenjak 2008 masyarakat terutama di pegunungan di sekitar Bandung Raya, kembali menanam kopi. Umumnya masih jenis kopi Arabica Java Preanger, kopi yang ditanam nenek moyang dulu. 


Dari wilayah Layangsari (Manglayang - Palintang - Palasari, Bandung Timur) entah berapa ratus ton buah kopi basah (ceri)  yang bisa dikumpulkan pengepul dari  petani kopi di wilayah itu saja. 


Belum dari tempat lain di wilayah Bandung Selatan.


Semoga 'booming' kopi kembali terjadi seperti di abad ke-18 namun membuat petani dan siapapun yang berada di lingkaran industri kopi, makmur dan sejahtera.


Bila di abad ke-18 kopi bisa membuat kerajaan Belanda kaya raya, insya Alloh di abad ke-21 ini bisa membuat warga Tatar Sunda kaya raya.


Ricky N. Sastramihardja

8.20.2022

LEAP OF FAITH



Ketika payung terbuka dengan suara keras memecah keheningan. Saat kaki Ceppy @bekajaya menjejak di tanah dengan selamat, Ame @svaracahya seolah meledak, seolah lepas dari himpitan beban.

Ternyata menjadi spectator bisa lebih tertekan dibanding sang actor. Sebuah pelukan menjadi pelepas ketegangan sekaligus apresiasi paling jujur, paling spontan, serta kebahagiaan tak terhingga.

Teringat tulisan di baju kaos @sonudemos hari itu: Merdeka harus merdesa.

Sejatinya, kemerdekaan adalah leap of faith. Lompatan kepercayaan.  Seperti halnya seorang base jumper yang melompat dari ketinggian tebing dengan bermodalkan kepercayaan diri yang kuat (dan tentunya skill serta peralatan yang layak).

Kemerdekaan adalah leap of faith. Tapi menuju merdesa, adalah jalan panjang yang masih harus dilakukan dan diperjuangkan sepanjang usia. Setelah merdeka kita harus menjadi pelaku, menjadi actor, bukan sekedar spectator. Agar kemerdekaan bisa kita nikmati dengan kemerdesaan.

Merdeka Indonesiaku. Jayalah bangsaku. 

#HUTRI77 #DirgahayuIndonesia #BerkibarlahMerahPutihku

Ricky N. Sastramihardja



6.20.2021

COVID, VAKSIN, DAN HERD IMMUNITY


100 tahun lalu, wabah flu spanyol melanda dunia. Berbagai catatan menunjukkan bila di Indonesia sedikitnya 1,5 juta jiwa melayang terpapar virus H1N1, embah buyutnya virus Covid-19 sekarang.

Gejalanya sama: influenza berat yang berakhir dengan kegagalan sistem pernafasan/pneumonia. Saat itu belum ada vaksin untuk mencegah penularan virus. Lalu bagaimana virus itu menghilang dan kemudian muncul mutasinya 100 tahun kemudian?

Herd immunity atau kekebalan kelompok, itu jawabannya.

100 tahun lalu  herd immunity tercapai setelah virus  menginfeksi sedikitnya 50% populasi dunia. Harganya mahal: dengan death rate 5% kematian akibat flu Spanyol dikabarkan sedikitnya merenggut 50 juta jiwa.

Ingat, sekali lagi 100 tahun lalu belum ada vaksin untuk virus ini. 

100 tahun kemudian, tepat di masa kita sekarang, cucu buyut H1N1 meneruskan pekerjaan mbah buyutnya. Dengan nama SARS Cov yang turunan langsung H5N1, ia mewabah di mana-mana. Setelah setahun lebih, dicatat 3,86 juta jiwa melayang direnggut virus berbahaya ini hingga opini ini ditulis.

Perbedaan 100 tahun lalu dan sekarang adalah kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi kesehatan yang lebih baik. Vaksin tersedia setelah beberapa bulan wabah melanda. Setahu saya, pembuatan vaksin itu lebih cepat dari perkiraan sebelumnya yang menyebut butuh setidaknya 2 tahun untuk pembuatan vaksin.

Lalu berapa banyak yang harus divaksin? Bila merujuk pada teori herd immunity, maka hanya 50-70% penduduk dunia yang harus divaksin untuk menciptakan herd immunity. Artinya bila penduduk dunia 7 M jiwa, maka yang harus divaksin paling banyak 4,5 M jiwa.

Bila angka tersebut diterapkan di Indonesia, maka hanya sekitar sedikitnya 135 juta jiwa yang harus divaksin. 

Jadi pemerintah cukup memastikan 50-70% penduduk Indonesia mendapat vaksinasi agar tercipta kekebalan kelompok. Sisanya, enggak perlu.

Jadi buat teman-teman yang menolak vaksin dengan alasan apapun itu, ada peluang untuk menolak vaksin. 

Biarkan yang 70% berihtiar menggunakan vaksin untuk melindungi yang 30%. Oh ya, saya berharap  masuk ke golongan  70% penerima vaksin walau belum mendapat panggilan hingga opini ini ditulis.

Semakin cepat semakin baik, agar pandemi ini segera berakhir. 

Teman-teman bersama 30% lainnya -manula atau mereka dengan comorbid, anak-anak & remaja, serta mereka yang tidak bisa divaksin dengan alasan kesehatan- cukup duduk-duduk saja santai di rumah.

Saya ingin segera ke stadion buat nonton Persib berlaga, seperti halnya rakyat Hongaria menyaksikan timnasnya berlaga di Euro 2020. Di mana vaksinasi sudah mencapai minimal 50% populasi. Saya juga ingin 'turun ke jalan' menentang kedzaliman tanpa harus waswas lagi saat berada di tengah kerumunan.

Bandung, 20062021

12.17.2019

Membaca Sang Pangeran & Janissary Terakhir: Full Marathon Untuk Pelari Pemula (Resensi Santuy)


Seperti halnya prosa yang berlatarbelakang sejarah, kita akan menemui banyak tanggal, banyak tempat, banyak nama, dan tentu saja banyak peristiwa yang berhubungan dengan dunia nyata. Begitu pula dengan novel "Sang Pangeran dan Janissary Terakhir," karya Salim A. Fillah (2019).

Tidak hanya itu, novel yang berusaha menceritakan kembali sepenggal sejarah perjuangan Pangeran Diponegoro ini juga dipadati dengan catatan-catatan kaki. Baik itu untuk menjelaskan peristiwa nyata yang berada di lintasan sejarah, istilah, atau transliterasi beberapa bahasa yang digunakan para tokoh dalam novel ini. Mulai bahasa Indonesia (tentunya), Arab, Inggris, Jawa, Prancis,  bahkan Turki.

Saya sempat merasa beruntung mendapatkan buku ini hanya beberapa hari setelah resmi diluncurkan di Masjid Jogokariyan, Yogyakarta. Bahkan sebagai warga Kota Bandung, saya beruntung bisa menghadiri bedah bukunya di Hotel Malaka Bandung (14 November 2019) dan mendengar penuturan 'behind the scene' dan proses kreatif ustad muda ini saat menuliskan novel perdananya ini.

Semula saya berharap akan bisa menyelesaikan novel setebal 632 halaman ini dalam waktu paling lama satu minggu. Ternyata ekspetasi itu terlalu berlebihan. Faktanya novel ini baru habis dibaca selama tepat satu bulan, itu pun masih dibaca dengan baca cepat, yang tentu saja mengabaikan banyak detail, pemahaman, juga proses reimajinasi untuk menghayati bagaimana sepenggal kisah perjuangan Pangeran Diponegoro itu.

Tentu saja selain karena liga sepakbola Indonesia yang masih belum selesai, godaan game online, serta kegiatan lain, juga karena novel ini tidak bisa diajak 'santuy'. Penyebabnya ya karena novel ini memang bukan novel yang bisa dibaca di sembarang tempat seperti misalnya saat kita membaca novel-novel hiburan dan percintaan, misalnya.

Ada banyak kutipan ayat al quran dan potongan haditsh yang membuat pembaca harus lebih 'tertib tempat' saat menikmati novel -roman sejarah ini. Tentu membuatnya tidak elok bila kita membacanya seperti saat kita membaca novel hiburan atau sekuler lain di kamar mandi.

Itu menjadi catatan pertama saat saya mulai membuka lembaran-lembaran awal novel ini. Bahkan semenjak prolog, membuat saya yakin novel ini bukan novel yang diperuntukkan bagi pencari hiburan semata. Tetapi lebih diperuntukan bagi penikmat sejarah -khususnya sejarah Islam di Nusantara juga untuk para pembaca serius yang mau berhari-hari bergelut untuk menikmati lembar demi lembar novel ini hingga tuntas.

Novel "Sang Pangeran dan Janissary Terakhir," ini menjadi lintasan banyak peristiwa sejarah yang hendak disampaikan pengarangnya melalui tokoh utama Pangeran Diponegoro. Di mana narasi besarnya salahsatunya adalah menyampaikan bila perjuangan Pangeran Diponegoro itu dipengaruhi atau mempengaruhi peristiwa sejarah di belahan dunia lainnya.

Bagaimana kemudian Kerajaan Kristen Belanda harus kehilangan dana jutaan gulden untuk menundukkan Pangeran Diponegoro. Belum lagi 15 ribu tentaranya mati selama perang 5 tahun yang terjadi di Tanah Jawa itu.

***

Seperti halnya roman sejarah kita akan berhadapan dengan kisah nyata dalam balutan fiksi, (cetak miring dan garis tebal dari saya)  bukan kisah fiksi dalam balutan kenyataan. Di mana roman ini dibuka dengan prolog berupa fragmen dimulainya perang suci Pangeran Diponegoro melawan pasukan kolonial Belanda pada 20 Juli 1825 sebagai bagian peperangan besar dunia di ujung keruntuhan Kekhalifahan Ottoman (hal.19).

Dari Yogyakarta pada tahun 1825, pembaca akan dibetot mundur ke Istanbul Turki pada tahun 1808 untuk mengawali premis bahwa perang Jawa yang diinisiasi Pangeran Diponegoro 17 tahun kemudian adalah bagian dari ujung kekhalifahan Utsmany menjelang keruntuhannya. Di mana sebelum kekalifahan Utsmany berakhir, Mustafa Pasha mengirim Janissary terakhir yang dimilikinya untuk menolong para mujahid di Nusantara.

"Utang besar Daulah kita yang jaya pada ummat Nabi di kepulauan itu harus dibayar. Harus, meski Sultan Muhammad Al Fatih tidak sengaja melakukannya...", ujar Mustafa Pasha, Perdana Menteri Daulah Utsmaniyah yang saat itu dipimpin Sultan Mahmud II. (hal. 29).

Pada bagian itu, pengarang menekankan bila Nusantara adalah wilayah yang juga diperebutkan dua kerajaan Kristen: Inggris dan Belanda yang berada di bawah kekuasan Prancis masa Napoleon Bonaparte.

Dalam ratusan halaman selanjutnya pembaca akan diajak bertamasya mengikuti premis itu hingga akhirnya Pangeran Diponegoro ditipu oleh Panglima Tertinggi Tentara Kerajaan di Hindia Belanda, Jendral Hendrik Merkus de Kock di bulan Maret 1830.

***

Salah satu yang menjadi tantangan tersendiri tiga puluh bagian plus prolog dan epilog ini adalah lompatan-lompatan alur waktu. Dimulai dari tahun 1808, melompat ke tahun 1825, surut ke 1823, melaju ke 1830 dan seterusnya.

Belum lagi catatan kaki-catatan kaki yang harus diperhatikan. Atau pembaca dipaksa bolak-balik untuk kembali ke depan ke halaman 11-14 untuk mengetahui latar belakang ringkas tokoh-tokoh yang bermunculan di setiap bab.

Alur waktu yang tidak selalu linear, banyaknya  tokoh sejarah, istilah-istilah yang bergantian dalam berbagai bahasa, kutipan-kutipan peristiwa sejarah yang benar terjadi lengkap dengan tanggal dan tahun, serta munculnya tokoh-tokoh fiktif menjadi detail yang harus diperhatikan untuk bisa menikmati novel ini seutuhnya.

Di tengah membaca saya mendadak teringat novel "In The Name of The Rose"-nya Umberto Eco yang tidak selesai saya baca hingga sekarang. Padahal novel itu dibeli sejak tahun 2008 dan baru dibaca sepertiganya sampai saat ini di ujung 2019.

Cara bertutur yang mungkin bisa dikatakan satu tipe, mirip. Banyaknya nama dan peristiwa, belum lagi istilah-istilah dalam bahasa Italia yang tidak diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia.

"In The Name of the Rose" malah ujug-ujug menghantui saat membaca novel "Sang Pangeran dan Janissary Terakhir" ini. Saya seperti menemukan "In the Name of The Rose" yang merupakan novel fiksi belatar belakang sejarah gereja di abad pertengahan, namun dalam bentuk yang lain di novel Sang Pangeran dan Janissary Terakhir" yang justru merupakan roman sejarah dalam balutan fiksi untuk menghubungkan peristiwa ke peristiwa.

Padahal keduanya berbeda dan bertolak belakang 180 derajat. Persamaannya mungkin karena keduanya menjadi novel yang sulit untuk diselesaikan dengan santuy, karena pembaca akan dipaksa membaca berulang-ulang, tidak linear, maju-mundur agar novel tersebut bisa hidup dalam imajinasi pembaca dengan bebas.

Menjadi istimewa bila kemudian saya  saya bisa menyelesaikan membaca novel "Sang Pangeran dan Janissary Terakhir" hingga halaman akhir dengan metode baca cepat, sedangkan "In the Name of The Rose"  sampai hari ini belum selesai dibaca, padahal sudah dibaca cepat, sedang, maupun lambaaaaat banget.

Bukan secara kebetulan, saya memfavoritkan juga film "November 1828"  karya Teguh Karya yang dibintangi Slamet Rahardjo, Rachmat Hidayat dan Yenny Rachman (1979). Di mana film terbaik Indonesia sepanjang masa ini memang menukil sepotong fragmen  kecil perjuangan rakyat Indonesia yang dipimpin Pangeran Diponegoro melawan Kolonial Belanda.

Visualisasi film yang saya tonton puluhan tahun lalu itu membantu saya berimajinasi tentang sosok sebagian tokoh yang ada di novel "Sang Pangeran dan Janissary Terakhir". Tentu tidak seutuhnya, tetapi cukup membantu menghidupkan imajinasi agar novel tersebut bisa larut dalam pembacaan yang (harusnya) khusuk.

Selain itu, membaca novel ini juga mengingatkan saya akan serial silat "Api Di Bukit Menoreh" (SH Mintardja) yang juga pernah dibaca puluhan tahun silam saat taman bacaan menjamur di mana-mana, termasuk di Bandung di era 1990an. Saya kerap me-reimajinasi tokoh-tokoh sisipan dalam novel ini berbusana dan berkelahi seperti Agung Sedayu murid Kiai Grinsing di masa Panembahan Senapati yang hidup tigaratus tahun sebelumnya.

Bila harus menyebut kelebihan-kekurangan, tentu saya harus memastikan untuk membaca buku ini dua atau tiga kali lagi. Belum lagi, misalnya, mencari rujukan/bacaan lain yang bisa memperkaya proses pembacaan dan reimajinasi. Tetapi salah satu catatan yang menurut saya mengganggu adalah kemunculan frasa 'adalah syiap' yang diucapkan tokoh sebagai konfirmasi atas perintah tokoh lain.

"Adalah syiaaapp!" kata Wironegoro sambil meringis. Dia menggaruk kepalanya yang tidak gatal dan mengangguk (hal. 207).

Konfirmasi Wironegoro pada Kapitan Joost yang sedang mengejar Basah Nurkandam dan Basah Katib itu dengan frasa 'adalah syiap' malah membuat saya teringat pada Atta Halilintar, Youtuber yang wara-wiri dengan jargon 'ahshiapp'-nya itu.

Lainnya, misalnya para tokoh yang bercanda di tengah ketegangan/konflik yang seharusnya membuat pembaca dalam 'tension' tak berkesudahan seperti saat menaiki roller coaster. Misalnya saja saat Adhi Legowo mempelesetkan 'off course' menjadi 'op kros', saat Syarif Hasan Munadi hendak menciduk Basah Katib. (hal. 494).

Tentu saja pengarang berhak menuliskan hal tersebut untuk menggambarkan bahwa bangsa kita ini, manusia pada umumnya, selalu mencari kesempatan untuk tertawa di tengah himpitan dan kesempitan. Tetapi bagi saya pribadi sebagai pembaca, malah melunturkan 'tegangan' yang mengganggu reimajinasi..

Lalu untuk siapa novel ini sebenarnya? Seperti disebutkan di awal, tentu saja untuk pembaca yang mau serius meluangkan waktunya membaca lembar demi lembar kisah perjuangan Pangeran Diponegoro yang mempengaruhi Nusantara -Indonesia kemudian. Tidak hanya untuk penggemar sejarah, aktivis dakwah, atau jamaah Ustad Salim A. Fillah --yang piawai merangkai lisan dalam  kajian Sirrah Nabawiyah di Majelis Jejak Nabi.

Pembaca yang baru mau serius juga tentu saja bisa sebagai upgrade menuju novel-novel 'kelas berat' lainnya. Tapi tentu saja pembaca Dilan atau Harry Potter akan 'termehek-mehek' membaca buku ini, seperti pelari pemula yang terpaksa harus mengikuti lari maraton sejauh 42 KM dengan tiba-tiba. Karena tidak cukup secangkir kopi dan sepiring gorengan untuk menyelesaikan novel yang seharusnya menjadi koleksi pembaca novel dan pembaca buku-buku sejarah.

Saya pun mendadak teringat "In The Name of the Rose"-nya Umberto Eco yang tak pernah selesai dibaca hingga sekarang....

Data Teknis:
Judul: Sang Pangeran dan Janissary Terakhir
Pengarang: Salim A. Fillah
Penerbit: Pro-U Media, Yogyakarta
Tahun: 2019
Cover: Softcover, 15,2 x 23,3 cm
ISBN: 978-623-7490-06-7
Tebal: 632 Halaman

#semuabacasangpangeran
#sangpangerandanjanissaryterakhir


Bukit Punclut, Bandung, 17 Desember 2019
Ricky N. Sastramiharja
Pecinta kopi Robusta yang kebetulan suka membaca, nonton film, dan main game
Sarjana Sastra Sunda Unpad yang lebih sering bicara Persib Bandung & sepak bola

7.07.2016

SEPAK BOLA DAN BUAH KURMA



Suatu ketika Rasulullah mendapati penduduk Madinah sedang mengawinkan benih kurma dengan penyerbukan. Melihat ini Rasulullah lalu mengomentari apa yang dilakukan oleh penduduk Madinah tersebut dan bertanya mengapa benih kurma itu mesti dikawinkan segala. Mengapa tidak dibiarkan begitu saja secara alamiah. Penduduk Madinah yang petani kurma itu sangat menghormati Nabi Muhammad sebagai pemimpin panutannya. Ia lalu mengikuti saran Rasulullah dan berhenti mengawinkan kurmanya. Kemudian ternyata produksi kurmanya menurun karenanya.

Panennya berkurang karena mengikuti saran Rasulullah. Para petani kurma kemudian melaporkan panen kurma yang menurun itu kepada Rasulullah. Rasulullah kemudian sadar akan keterbatasan pengetahuannya tentang menanam kurma. Maka keluarlah sabda Rasulullah: "Wa Antum A’lamu bi Amri Dunya-kum" (Kamu sekalian lebih mengetahui urusan duniamu).


Ketika Nabi saw memberikan nasihat tentang cara mengawinkan pohon kurma supaya berbuah, ini bisa dianggap bahwa beliau sudah memasukkan otoritas agama untuk urusan duniawi yang di mana beliau tidak mendapatkan wahyu atau kewenangan untuk itu. Untuk manusia setingkat Nabi apa pun perkataannya, sikapnya, dan bahkan diamnya pun bisa dianggap sebagai hukum, aturan, dan ketentuan. Tapi ternyata dalam masalah menanam kurma ini pendapat beliau keliru. Pohon kurma itu malah menjadi mandul.

Maka para petani kurma itu mengadu lagi kepada Nabi SAW, meminta pertanggungjawaban beliau. Beliau menyadari kesalahan waktu itu dan dengan rendah hati berkata, “Kalau itu berkaitan dengan urusan agama ikutilah aku, tapi kalau itu berkaitan dengan urusan dunia kamu.

Rasulullah mengakui keterbatasannya. Bila tidak diwahyukan, untuk urusan dunia di jaman beliau pun beliau bukanlah orang yang paling tahu.



Seorang pemimpin tentu saja harus megetahui banyak hal yang terjadi di wilayah yang dipimpinnya. Baik itu populasi, geografis, demografis, juga kebiasaan-kebiaasaan yang ada. Termasuk di dalamnya hukum-hukum dan peraturan yang tidak tertulis yang berlaku dalam dasar kesepakatan bersama.

Mari kita bayangkan bila seorang pemimpin yang kita hormati, mengajak pemimpin lainnya, dan juga pemimpin lainnya untuk berdiskusi dan memutuskan hal yang sebetulnya tidak mereka ketahui secara jelas. Hal yang seharusnya menghadirkan pihak lain yang dapat menjadi referensi, saran, dan rujukan, tetapi TIDAK dilakukannya. Maka akan seperti yang kanjeng Nabi SAW alami di atas.

Padahal tentu kita tahu, yakin Nabi SAW adalah sebaik-baiknya pemimpin, sebaik-baiknya insan Alloh SWT, sesempurna-sempurnanya mahluk. Tetapi Rosululloh juga tidak luput dari kekhilafan saat memutuskan apa yang memang bukan menjadi pengetahuan beliau. Shollu 'alla nabi.

Apalagi kita, manusia yang derajat moral, ahlak, pengetahuan dan iman tidak seujung kuku Nabi SAW. Kita adalah gudangnya salah, gudangnya khilaf, gudangnya ketidaktahuan.

Tentu hadits di atas bukan untuk membuat kita melakukan pembenaran-pembenaran atas kesalahan yang kita lakukan. Atau mengelak dari keharusan berbuat terbaikdan terbenar. Tetapi kita dituntut untuk menyerahkan segala sesuatu pada ahlinya. Pada orang-orang yang mengerti.

Jangan sampai karena terikat janji lalu berusaha menepati dan kemudian mencederai pihak lain. Mungkin kita ditakdirkan memimpin sebuah kota yang aktif dan dinamis. Mungkin kita berwenang mengelola sebuah kota. Tetapi urusan sepak bola, klab, supporter, dan hal lain yang berkaitan dengan hal lainnya, tanyalah pada mereka.

Apalagi kemudian memberikan janji pada kelompok lain yang jelas-jelas memusuhi warga kotanya. Mengundang dan menjamu kelompok orang yang justru akan merugikan dirinya dan warga yang dipimpinnya. Kejadian di GBK adalah bukti nyata bahwa mereka yang diundang bukanlah orang yang layak datang.

Saya jadi teringat talatah para karuhun Sunda yang isinya mengiyakan perkataan Rosul SAW dengan 'wa antum a’lamu bi amri dunya-kum': tadaga carita hangsa. gajendra carita banem. matsyanem carita sagarem. puspanem carita bangbarem. (artinya: telaga dikisahkan angsa. gajah mengisahkan hutan.ikan mengisahkan laut. bunga dikisahkan kumbang.)

Bila ingin tahu tentang taman yang jernih, danau berair sejuk, tanyalah angsa; bila ingin tahu isi laut, tanyalah ikan; bila ingin tahu isi hutan, tanyalah gajah; bila ingin tahu harum dan manisnya bunga, tanyalah kumbang. Semuanya dapat diartikan agar tidak salah memilih tempat bertanya. Pun Sapun.

Ricky N. Sastramihardja
Bobotoh Persib Bandung, pecinta kopi, fotografi, dan suka main dengan kucing

dimuat di Bobotoh.id 25 Juni 2016
http://bobotoh.id/2016/06/buah-kurma-sepak-bola/

5.27.2016

MENGENANG RANGGA CIPTA NUGRAHA


27 Mei 2012. Pada hari itu 3 nyawa meregang dan lepas dari jasadnya di stadion kebanggaan Indonesia Stadion Gelora Bung Karno (GBK), Senayan. Gedung olahraga yang didedikasikan Ir. Soekarno sebagai Presiden Indonesia pertama, untuk menggalang persatuan sesama anak bangsa.

Menjadi suatu ironi bila kemudian, di stadion megah tersebut ada tiga anak bangsa yang ‘gugur’ akibat dikeroyok sesama anak bangsa lain, hanya karena urusan dukung-mendukung sepak bola.

Lebih ironis lagi, dua tahun berselang semenjak kejadian terkutuk itu, tak ada seorang pelaku pun yang mendapat tindakan hukum. Tak ada seorang pun yang mempertanggungjawabkan perbuatannya. Tak ada seorang pun aparat keamanan dan keadilan di negara ini yang bertindak sesuai dengan tanggung jawab dan wewenangnya.

Sempat terdengar melalui kabar media bahwa ada beberapa orang yang ditangkap dan ditahan aparat keamanan dan ditetapkan sebagai tersangka. Akan tetapi kemudian berhenti sampai di situ dan lalu menghilang bagai asap ditelan udara.

Ironis

Kami percaya bahwa jodoh, bagja, pati sudah diatur seadil-adilnya oleh Sang Maha Penyayang. Kematian, adalah awal yang baru bagi ciptaan-Nya yang lemah ini, dalam rangka kembali pulang kepada-Nya.

Kami juga percaya bila Sang Kholik menyimpan rencana indah di balik peristiwa tragis di GBK yang menimpa salah seorang rekan kami, Rangga Cipta Nugraha.

Kami percaya dendam dan amarah, benci dan perilaku anarki bukanlah cara terbaik untuk menyelesaikan amarah. Di hadapan keadilan-Nya, kami terlalu lemah untuk melakukan hal-hal pengecut seperti itu.

Tetapi kami juga percaya bila suatu saat keadilan itu akan datang, dalam berbagai bentuk dan cara yang bisa saja di luar nalar dan logika manusia. Karena kami percaya, apapun yang terjadi hari ini, sudah sesuai dengan skenario yang dituliskan di Lauhl Mahfuz. Kitab yang dituliskan puluhan ribu tahun sebelum semesta ini diciptakan Allah SWT.

Doa kami hari ini, kemarin, dan esok, selalu dipanjatkan pada arasyMu ya Rahmaan Rohiim. Semoga Rangga Cipta Nugraha, senantiasa berada dalam lindungan kasih sayangMu. Beristirahatlah dengan tenang di keabadian kawan.

Begitu pula kami yang masih hidup dan menunggu giliran untuk pulang menuju haribaanMu, selalu dilindungi Sang Kholik dari perbuatan-perbuatan terkutuk. Dari hasrat dan amarah yang tak terkendali. Karena kami percaya, bahwa keadilan itu akan datang suatu saat nanti.

Allohumag fiirlahu warhamhu wa’afihi wafuanhu. (Ricky N. Sastramihardja/SB)

pernah dimuat di suarabobotoh.com
27-05-2014



4.22.2016

#BULIGIR DAYS



Approx: 39:32
#BuligirDays
Documentary
Agency: -
Videografer: Ricky N. Sastramihardja
Music Theme : Patrizio Buane - Stand Up
ERA - The Champions
© 2014

4.21.2016

MENGAPA HARUS KARTINI?



Oleh: Tiar Anwar Bachtiar*

Mengapa harus Kartini? Mengapa setiap 21 April, bangsa Indonesia memperingati Hari Kartini? Apakah tidak ada wanita Indonesia lain yang lebih layak ditokohkan dan diteladani dibandingkan Kartini?

Pada dekade 1980-an, guru besar Universitas Indonesia, Prof. Dr. Harsya W. Bachtiar pernah menggugat masalah ini. Ia mengkritik pengkultusan R.A. Kartini sebagai pahlawan nasional Indonesia. Tahun 1988, masalah ini kembali menghangat, menjelang peringatan hari Kartini 21 April 1988. Ketika itu akan diterbitkan buku Surat-Surat Kartini oleh F.G.P. Jacquet melalui penerbitan Koninklijk Institut voor Tall-Landen Volkenkunde (KITLV).

Tulisan ini bukan untuk menggugat pribadi Kartini. Banyak nilai positif yang bisa kita ambil dari kehidupan seorang Kartini. Tapi, kita bicara tentang Indonesia, sebuah negara yang majemuk. Maka, sangatlah penting untuk mengajak kita berpikir tentang sejarah Indonesia. Sejarah sangatlah penting. Jangan sekali-kali melupakan sejarah, kata Bung Karno. Al-Quran banyak mengungkapkan betapa pentingnya sejarah, demi menatap dan menata masa depan.

Banyak pertanyaan yang bisa diajukan untuk sejarah Indonesia. Mengapa harus Boedi Oetomo, Mengapa bukan Sarekat Islam? Bukankah Sarekat Islam adalah organisasi nasional pertama? Mengapa harus Ki Hajar Dewantoro, Mengapa bukan KH Ahmad Dahlan, untuk menyebut tokoh pendidikan? Mengapa harus dilestarikan ungkapan ing ngarso sung tulodo, ing madyo mangun karso, tut wuri handayani sebagai jargon pendidikan nasional Indonesia?

Bukankah katanya, kita berbahasa satu: Bahasa Indonesia? Tanyalah kepada semua guru dari Sabang sampai Merauke. Berapa orang yang paham makna slogan pendidikan nasional itu? Mengapa tidak diganti, misalnya, dengan ungkapan Iman, Ilmu, dan amal, sehingga semua orang Indonesia paham maknanya.

Kini, kita juga bisa bertanya, Mengapa harus Kartini? Ada baiknya, kita lihat sekilas asal-muasalnya. Kepopuleran Kartini tidak terlepas dari buku yang memuat surat-surat Kartini kepada sahabat-sahabat Eropanya, Door Duisternis tot Licht, yang oleh Armijn Pane diterjemahkan menjadi Habis Gelap Terbitlah Terang.

Buku ini diterbitkan semasa era Politik Etis oleh Menteri Pengajaran, Ibadah, dan Kerajinan Hindia Belanda Mr. J.H. Abendanon tahun 1911. Buku ini dianggap sebagai grand idea yang layak menempatkan Kartini sebagai orang yang sangat berpikiran maju pada zamannya. Kata mereka, saat itu, tidak ada wanita yang berpikiran sekritis dan semaju itu.

Beberapa sejarawan sudah mengajukan bukti bahwa klaim semacam itu tidak tepat. Ada banyak wanita yang hidup sezamannya juga berpikiran sangat maju. Sebut saja Dewi Sartika di Bandung dan Rohana Kudus di Padang (terakhir pindah ke Medan). Dua wanita ini pikiran-pikirannya memang tidak sengaja dipublikasikan. Tapi yang mereka lakukan lebih dari yang dilakukan Kartini. Dewi Sartika (1884-1947) bukan hanya berwacana tentang pendidikan kaum wanita.

Ia bahkan berhasil mendirikan sekolah yang belakangan dinamakan Sakola Kautamaan Istri (1910) yang berdiri di berbagai tempat di Bandung dan luar Bandung. Rohana Kudus (1884-1972) melakukan hal yang sama di kampung halamannya. Selain mendirikan Sekolah Kerajinan Amai Setia (1911) dan Rohana School (1916), Rohana Kudus bahkan menjadi jurnalis sejak di Koto Gadang sampai saat ia mengungsi ke Medan. Ia tercatat sebagai jurnalis wanita pertama di negeri ini.

Kalau Kartini hanya menyampaikan Sartika dan Rohana dalam surat, mereka sudah lebih jauh melangkah: mewujudkan ide-ide dalam tindakan nyata. Jika Kartini dikenalkan oleh Abendanon yang berinisiatif menerbitkan surat-suratnya, Rohana menyebarkan idenya secara langsung melalui koran-koran yang ia terbitkan sendiri sejak dari Sunting Melayu (Koto Gadang, 1912), Wanita Bergerak (Padang), Radio (padang), hingga Cahaya Sumatera (Medan).

Kalau saja ada yang sempat menerbitkan pikiran-pikiran Rohana dalam berbagai surat kabar itu, apa yang dipikirkan Rohana jauh lebih hebat dari yang dipikirkan Kartini. Bahkan kalau melirik kisah-kisah Cut Nyak Dien, Tengku Fakinah, Cut Mutia, Pocut Baren, Pocut Meurah Intan, dan Cutpo Fatimah dari Aceh, klaim-klaim keterbelakangan kaum wanita di negeri pada masa Kartini hidup ini harus segera digugurkan. Mereka adalah wanita-wanita hebat yang turut berjuang mempertahankan kemerdekaan Aceh dari serangan Belanda. Tengku Fakinah, selain ikut berperang juga adalah seorang ulama-wanita.

Di Aceh kisah wanita ikut berperang atau menjadi pemimpin pasukan perang bukan sesuatu yang aneh. Bahkan jauh-jauh hari sebelum era Cut Nyak Dien dan sebelum Belanda datang ke Indonesia, Kerajaan Aceh sudah memiliki Panglima Angkatan Laut wanita pertama, yakni Malahayati. Aceh juga pernah dipimpin oleh Sultanah (sultan wanita) selama empat periode (1641-1699). Posisi sulthanah dan panglima jelas bukan posisi rendahan.

Jadi, ada baiknya bangsa Indonesia bisa berpikir lebih jernih: Mengapa Kartini? Mengapa bukan Rohana Kudus? Mengapa bukan Cut Nyak Dien? Mengapa Abendanon memilih Kartini? — Apa karena Cut Nyak dibenci penjajah?— Dan mengapa kemudian bangsa Indonesia juga mengikuti kebijakan itu? Cut Nyak Dien tidak pernah mau tunduk kepada Belanda. Ia tidak pernah menyerah dan berhenti menentang penjajahan Belanda atas negeri ini.

Meskipun aktif berkiprah di tengah masyarakat, Rohana Kudus juga memiliki visi keislaman yang tegas. Perputaran zaman tidak akan pernah membuat wanita menyamai laki-laki. Wanita tetaplah wanita dengan segala kemampuan dan kewajibannya. Yang harus berubah adalah wanita harus mendapat pendidikan dan perlakukan yang lebih baik. Wanita harus sehat jasmani dan rohani, berakhlak dan berbudi pekerti luhur, taat beribadah yang kesemuanya hanya akan terpenuhi dengan mempunyai ilmu pengetahuan, begitu kata Rohana Kudus.

Bayangkan, jika sejak dulu anak-anak kita bernyanyi: Ibu kita Cut Nyak Dien. Putri sejati. Putri Indonesia…, mungkin tidak pernah muncul masalah Gerakan Aceh Merdeka. Tapi, kita bukan meratapi sejarah, Ini takdir. Hanya, kita diwajibkan berjuang untuk menyongsong takdir yang lebih baik di masa depan. Dan itu bisa dimulai dengan bertanya, secara serius: Mengapa Harus Kartini?

*PP Persis, Ketum Pemuda Persis 2010-2015, Peneliti INSISTS dan Doktor Sejarah, Universitas Indonesia
Dari Facebook PERSATUAN ISLAM (PERSIS), Kamis 21 April 2016

“BANGKAR PLAYERS” PERSIB BANDUNG SEPANJANG MASA (BAGIAN 1)



Menjelang musim kompetisi baru, bursa transfer pemain selalu diramaikan oleh nama-nama pemain yang berpindah dari satu klub ke klub lainnya. Wajah-wajah ‘lama’ yang biasanya berada di kesebelasan rival bisa saja menjadi pemain unggulan di kesebelasan yang kita dukung. Atau muncul nama-nama baru yang terdengar ‘asing’ di telinga kita yang berasal dari negara yang jauh di sebrang lautan.

Walau untuk beberapa pihak yang kritis melakukan studi tentang sepak bola profesional di Indonesia menilai bahwa tidak pernah ada bursa transfer pemain yang sesugguhnya. Bursa transfer yang terjadi di dunia sepakbola Indonesia lebih merupakan bursa ‘kontrak’ karena klub lama yang melepas pemain seringkali tidak mendapat keuntungan finansial.

Umumnya pola migrasi pemain terjadi karena pemain hanya dikontrak satu musim. Perkecualian bisa dikatakan terjadi pada saat Dias Angga Putra ditransfer dari Pelita Bandung Raya (PBR) ke Persib Bandung dengan nilai yang menguntungkan PBR. Di mana menurut manajemen PBR bahwa pihaknya menerima lebih banyak rupiah dari Persib dibandingkan saat mereka mengontraknya untuk pertama kali.

Dari sekian banyak bursa transfer yang dilakukan oleh Persib Bandung, tim redaksi maenbal.co menelusuri pembelian pemain terburuk yang pernah dilakukan Persib Bandung. Cukup menarik mengingat ada lebih dari 16 nama yang kami kategorikan sebagai ‘bangkar buying’.
Siapakah mereka? Mari kita mulai dari tahun yang terdekat.

1. DJIBRIL, COULIBALI
Pemain asal Mali ini begitu ‘ngoncrang’ saat bermain bersama Barito Putra di musim 2012-2013. Bersama koleganya, Makan Konate, Djibril berhasil mengemas 21 gol. Namun saat berkostum Persib Bandung, Djibril lebih banyak menjadi penghangat bangku cadangan karena cedera yang dideritanya. Bahkan di musim 2014-2015 Djibril harus memutuskan kontrak yang baru ditandangani tanpa sempat merumput bersama Semen Padang FC yang menampungnya usai lepas kontrak dari Persib Bandung.

2. EPANDI, HERMAN DZUMAFO
Diboyong dari Arema untuk menjadi striker utama Persib Bandung di musim 2012-2013 bersama Sergio Van Dijk. Sebelumnya bersama PSPS Pekanbaru Dzumafo mengemas 55 gol dari 111 kali bermain sepanjang tahun 2007 – 2011. Tetapi saat merumput bersama Persib Bandung, Dzumafo hanya mengemas 6 gol dari 16 pertandingan. Pada paruh musim, Dzumafo ditukarpinjamkan dengan Hilton Moreira (Sriwijaya FC).

3. SAKYI, MOSES
Pemain berpaspor Ghana ini merumput bersama Persib di musim 2011-2012. Maksud hati pelatih Persib saat itu, Drago Mamic, mendatangkan Sakyi untuk menggantikan Dragicevic yang hanya bermain satu pertandingan (IPL) saja. Namun ternyata selama setengah musim bersama Persib, Sakyi hanya mampu mencetak 3 gol saja dari 9 penampilan.

4. DRAGICEVIC, ZDRAVKO
Dibawa Drago Mamic dari Montenegro untuk menjadi striker, namun kandas pada pertandingan pertamanya bersama Persib Bandung. Penampilannya mengecewakan ketika Persib Bandung dipaksa bemain imbang 1-1 menghadapi Semen Padang pada pertandingan pembuka Liga Premier Indonesia/LPI di Stadion Si Jalak Harupat. Pada pertandingan selanjutnya di Liga Super Indonesia/LSI, Dragicevic tak terlihat lagi dalam jajaran pemain Persib sampai kompetisi usai.

5. M. NASUHA
Penampilan M. Nasuha dengan timnas Indonesia pada Piala AFF 2010 sungguh mengesankan sehingga manajemen Persib Bandung merekrutnya dari Persija Jakarta untuk bermain di musim 2011-2012. Namun sebagai bek kiri Persib Bandung, ia hanya bermain beberapa pertandingan saja karena cedera yang dideritanya sangat parah.

6. FRANCES, PABLO
Bersama Persijap Jepara, Frances mendapat sepatu emas karena menjadi top scorer di gelaran Piala/Copa Indonesia. Prestasinya itu membuat manajemen Persib tak segan-segan memboyongnya untuk merumput di Stadion Siliwangi pada musim 2010-2011. Namun ia tak mendapatkan kembali momen terbaiknya. Pada paruh musim pemain berpaspor Argentina itu harus pasrah turun kasta karena dipinjamkan ke Persikab Kabupaten Bandung yang bermain di Divisi Utama Liga Indonesia.

7. CHITESCU, LEONTIN
Saat berkostum PSM Makassar, Chitescu adalah ‘pembawa sial’ untuk Persib Bandung. Dua golnya di babak semifinal Piala Jusuf 2006, membuat Persib gagal meraih tiket final. Namun penampilan moncernya itu tidak berlanjut saat ia berkostum Persib Bandung di musim 2008-2009. Dimaksudkan untuk menggantikan Eka Ramdani yang harus bermain untuk Timnas Indonesia di Merdeka Games dan SEA GAMES, pemain berpaspor Rumania yang digadang-gadang pelatih Arcan Iurie ini tak mampu memenuhi ekspetasi Bobotoh.

8. ALCANTARA, FABIO LOPEZ
Pemain berpaspor Brazil ini penampilannya sangat cemerlang saat berkostum Happy Valley Hongkong di musim 2005-2006. Ia pun mendapat gelar pencetak gol terbanyak di Divisi Satu Hongkong dan Piala Liga hongkong. Namun ‘life time’ pemain ini sudah habis saat berkostum Persib Bandung di musim ISL 2008-2009. Dari lima pertandingan ia hanya membuat satu gol. Yah namanya juga ‘pemaen ti Hongkong’ (Bersambung)

Ricky N. Sastramihardja/Egga Wiradisastra/Roni Kurniawan/SB

pernah dimuat di suarabobotoh.com
03-02-2015
Foto M. Nasuha: Juara.Net