2.26.2007
Skripsi dan Motivasi
Catatan Ini dipersembahkan untuk dua Sarjana Sastra baru: Oji dan Imad. Selamat ya.
Tahun 1999 yang lalu, saya berhasil lolos dari perangkap akademis yang membosankan melalui sebuah trial yang dikenal dengan nama skripsi. Bukan perjalanan mudah untuk lolos dan lulus. Tetapi sebetulnya juga tidak terlalu sulit untuk menyelesaikan skripsi. Mungkin bagi beberapa orang akan meremehkan prosesi akademik kuliah di jurusan Sastra Sunda. Jurusan yang dianaktirikan dan dianggap remeh, bahkan oleh para alumninya. Termasuk di dalamnya skripsi itu tadi.
Saya memasukan judul dan proposal penelitian pada semester XI atau tahun ajaran 1997/1998. Sedangkan skripsi tersebut ternyata baru kelar dua tahun kemudian atau akhir semester XIV di tahun ajaran 1998/1999. Itu pun masih ditambah dengan semester bonus alias summer class alias semester pendek. Shame on me, untung masih dapat A. Dengan susah payah dan katabelece. Masalahnya kenapa menjadi begitu lama adalah ada beberapa mata kuliah yang ternyata tak bisa dihapus/diganti, yang hanya bisa diikuti di semester pendek karena di semester reguler gak diambil/belum lulus. Masalah lain, saat itu saya masih keleyengan gara-gara di-PHK (Pemutusan Hubungan Kekasih) oleh seseorang yang kii sudah menjadi istri orang lain (Gusti, koq kasuat-suat lagi...), gak punya komputer, krismon, ganti judul, ganti pembimbing, dan banyak hal gak penting lainnya.
Kenapa banyak hal gak penting? Karena memang kebanyakan penghalang skripsi atau TA adalah hal-hal gak penting. Hal-hal yang seharusnya menjadi pemicu, bukan penghambat. Hitung-hitungan, jumlah-jamleh, skripsi tersebut menghaiskan dana penelitian sekitar Rp. 500.000 - Rp. 600.000, di luar ongkos-ongkos bimbingan. Kebanyakan uang sejumlah itu dibelikan buku, nge-print draft bimbingan (lebih dari 60%), dan keluyuran... Tidak termasuk ongkos ke sana ke mari lainnya yang tidak terhitung, plus sebuah kamera analog SLR Canon yang kusayangi, yang dijual untuk biaya skripsi (padahal duitnya dipake beli baju dan celana lapangan, kemping dan gentayangan ke mana-mana karena putus cinta...).
Dari segi waktu, bila sebetulnya efisien, skripsi hanya memerlukan waktu l.k. 3 bulan. Gak lebih. Molor jadi dua tahun? Berarti gak efisien... Untung saat itu banyak orang yang mau nolong buat support jasmani dan rohani. Seorang Deni Kadal menyediakan komputer yang bisa diakses siang malam buat pengerjaan skipsi (termasuk maen game, nge-BF, dan melototin gambar porno). Abah Donny yang 'kost-kostannya' di Panyawangan menjadi tempat buat banyak hal. BH dan sekre BH di student centre yang masih baru saat itu, yang jadi titik pemberangkatan buat pra-sidang (yang nyaris gagal karena baru bangun 5 menit sebelum pukul 09.00 WIB, jam yang disepakati untuk pra-sidang). Termasuk seorang Opah Tonny, yang dengan gayanya yang khas preman, memotivasi dengan satu kalimat sederhana "Mun maneh eureun kuliah gara-gara skripsi teu beres, aing moal wawuh deui ka maneh!!!"
Skripsi oh skripsi, bukan komputer atau segunduk buku yang dibutuhkan. Atau dosen pembimbing yang baik dan sedia kapan pun dibutuhkan. Tetapi skripsi lebih butuh motivasi daripada fasilitas. Di sela-sela inefisiensi itu, aku malah bisa membantu seorang Abah Donny menyelesaikan skripsinya, membantu membikin abstraksi skripsi linguistiknya Deni Kadal, membuat terjemahan simpulan dan abstrak dari Bahasa Indonesia ke bahasa Sunda punya Mang Rudi. Belum lagi membantu transliterasi English-Indonesianya Shinta dan Yuli Mini yang jurusan sastra Inggris, ide dan referensi tentang Issun Boshi dan Dora Emon buat TA-nya Angga Tyson yang Sastra Jepang. Biasa, rumput tetangga selalu lebih hijau. Tukul di sebrang lautan tampak jelas. Titi Kamal di depan mata ga keliatan...
Setelah skripsi selesai dan resmi menjadi penganggur, aku masih bisa bantu beberapa teman untuk menyelesaikan skrispsi. Aden yang Sarjana Hukum, yang lebih repot ngurusin komputer barunya yang sama sekali gak dia fahami daripada skripsinya (plus gonta-ganti pacar), Wilma yang sarjana Komunikasi yang minta ditemani begadang dan maen game di rumah Abah, diskusi dan sparring partner sama Imam Kerung buat ngebantu T.A.-nya Emul yang Sarjana Seni Rupa dari ISI Yogya. Termasuk dibayar Adjo Rp. 200.000 buat bikin draft dan kerangka skripsi sampai 60% jadi. Juga hibah sebagian buku buat seorang Pipit yang ternyata malah nikah sama orang lain :))
Motivasi. Hanya itu yang sekarang bisa diberikan. Karena pada umumnya, banyak mahasiswa gagal jadi sarjana karena tidak punya motivasi buat selesai. Tidak punya ide untuk memulai, dan malas untuk berfikir. Hanya motivasi yang baik yang bisa membangunkan orang-orang yang mau bangun dan mau maju... Motivasi yang baik hanya akan ngaruh pada orang yang terbuka pikirannya. Segoblok apapun bila motivasi dan motivatornya kuat, insya Alloh bisa lulus. Tapi sepintar apapun bila pikirannya gak terbuka, semuanya nonsense. Motivasi akan menjadi gayung bersambut hanya pada mereka yang ingin mengubah nasib.
Betul seperti apa yang dilansir Ayu, bahwa banyak hal seperti saat membuka selotip/solasiban. Selalu sulit di awalnya, tapi bila sudah tahu jalannya, akan lebih mudah dan tuntas. Kalimat ajaib itu saya dapat dari perkuliahan dengan Pak Hidayat Suryalaga di semester I. Saking ajaibnya, sampai hari ini kalimat itu masih terngiang-iang dan memancarkan pesona ajaibnya.
Mari memulai. Jangan ada kata tidak karena terlambat.
Dan skripsi? Bukan masalah berat koq.
Terima kasih buat banyak orang: sahabat dan kerabat. Kawan dan Lawan.
Pembimbing skripsi yang gak jelas ngebimbing apaan. Bapa dan Mamahku + dua adikku.
Termasuk Plato, Nietzsche, Karl Marx, Saussure, Freud, Heiddeger, Derrida, Foucault, Sartre, Albert Camus, Abrams, Renne & Wellek, A Teeuw, Jacobson, dan sedemikian banyak nama yang pernah menghantui kepalaku. Maaf, mulai dua tahun lalu aku mulai menghapus jejak kalian dari kepalaku...
Tahun 1999 yang lalu, saya berhasil lolos dari perangkap akademis yang membosankan melalui sebuah trial yang dikenal dengan nama skripsi. Bukan perjalanan mudah untuk lolos dan lulus. Tetapi sebetulnya juga tidak terlalu sulit untuk menyelesaikan skripsi. Mungkin bagi beberapa orang akan meremehkan prosesi akademik kuliah di jurusan Sastra Sunda. Jurusan yang dianaktirikan dan dianggap remeh, bahkan oleh para alumninya. Termasuk di dalamnya skripsi itu tadi.
Saya memasukan judul dan proposal penelitian pada semester XI atau tahun ajaran 1997/1998. Sedangkan skripsi tersebut ternyata baru kelar dua tahun kemudian atau akhir semester XIV di tahun ajaran 1998/1999. Itu pun masih ditambah dengan semester bonus alias summer class alias semester pendek. Shame on me, untung masih dapat A. Dengan susah payah dan katabelece. Masalahnya kenapa menjadi begitu lama adalah ada beberapa mata kuliah yang ternyata tak bisa dihapus/diganti, yang hanya bisa diikuti di semester pendek karena di semester reguler gak diambil/belum lulus. Masalah lain, saat itu saya masih keleyengan gara-gara di-PHK (Pemutusan Hubungan Kekasih) oleh seseorang yang kii sudah menjadi istri orang lain (Gusti, koq kasuat-suat lagi...), gak punya komputer, krismon, ganti judul, ganti pembimbing, dan banyak hal gak penting lainnya.
Kenapa banyak hal gak penting? Karena memang kebanyakan penghalang skripsi atau TA adalah hal-hal gak penting. Hal-hal yang seharusnya menjadi pemicu, bukan penghambat. Hitung-hitungan, jumlah-jamleh, skripsi tersebut menghaiskan dana penelitian sekitar Rp. 500.000 - Rp. 600.000, di luar ongkos-ongkos bimbingan. Kebanyakan uang sejumlah itu dibelikan buku, nge-print draft bimbingan (lebih dari 60%), dan keluyuran... Tidak termasuk ongkos ke sana ke mari lainnya yang tidak terhitung, plus sebuah kamera analog SLR Canon yang kusayangi, yang dijual untuk biaya skripsi (padahal duitnya dipake beli baju dan celana lapangan, kemping dan gentayangan ke mana-mana karena putus cinta...).
Dari segi waktu, bila sebetulnya efisien, skripsi hanya memerlukan waktu l.k. 3 bulan. Gak lebih. Molor jadi dua tahun? Berarti gak efisien... Untung saat itu banyak orang yang mau nolong buat support jasmani dan rohani. Seorang Deni Kadal menyediakan komputer yang bisa diakses siang malam buat pengerjaan skipsi (termasuk maen game, nge-BF, dan melototin gambar porno). Abah Donny yang 'kost-kostannya' di Panyawangan menjadi tempat buat banyak hal. BH dan sekre BH di student centre yang masih baru saat itu, yang jadi titik pemberangkatan buat pra-sidang (yang nyaris gagal karena baru bangun 5 menit sebelum pukul 09.00 WIB, jam yang disepakati untuk pra-sidang). Termasuk seorang Opah Tonny, yang dengan gayanya yang khas preman, memotivasi dengan satu kalimat sederhana "Mun maneh eureun kuliah gara-gara skripsi teu beres, aing moal wawuh deui ka maneh!!!"
Skripsi oh skripsi, bukan komputer atau segunduk buku yang dibutuhkan. Atau dosen pembimbing yang baik dan sedia kapan pun dibutuhkan. Tetapi skripsi lebih butuh motivasi daripada fasilitas. Di sela-sela inefisiensi itu, aku malah bisa membantu seorang Abah Donny menyelesaikan skripsinya, membantu membikin abstraksi skripsi linguistiknya Deni Kadal, membuat terjemahan simpulan dan abstrak dari Bahasa Indonesia ke bahasa Sunda punya Mang Rudi. Belum lagi membantu transliterasi English-Indonesianya Shinta dan Yuli Mini yang jurusan sastra Inggris, ide dan referensi tentang Issun Boshi dan Dora Emon buat TA-nya Angga Tyson yang Sastra Jepang. Biasa, rumput tetangga selalu lebih hijau. Tukul di sebrang lautan tampak jelas. Titi Kamal di depan mata ga keliatan...
Setelah skripsi selesai dan resmi menjadi penganggur, aku masih bisa bantu beberapa teman untuk menyelesaikan skrispsi. Aden yang Sarjana Hukum, yang lebih repot ngurusin komputer barunya yang sama sekali gak dia fahami daripada skripsinya (plus gonta-ganti pacar), Wilma yang sarjana Komunikasi yang minta ditemani begadang dan maen game di rumah Abah, diskusi dan sparring partner sama Imam Kerung buat ngebantu T.A.-nya Emul yang Sarjana Seni Rupa dari ISI Yogya. Termasuk dibayar Adjo Rp. 200.000 buat bikin draft dan kerangka skripsi sampai 60% jadi. Juga hibah sebagian buku buat seorang Pipit yang ternyata malah nikah sama orang lain :))
Motivasi. Hanya itu yang sekarang bisa diberikan. Karena pada umumnya, banyak mahasiswa gagal jadi sarjana karena tidak punya motivasi buat selesai. Tidak punya ide untuk memulai, dan malas untuk berfikir. Hanya motivasi yang baik yang bisa membangunkan orang-orang yang mau bangun dan mau maju... Motivasi yang baik hanya akan ngaruh pada orang yang terbuka pikirannya. Segoblok apapun bila motivasi dan motivatornya kuat, insya Alloh bisa lulus. Tapi sepintar apapun bila pikirannya gak terbuka, semuanya nonsense. Motivasi akan menjadi gayung bersambut hanya pada mereka yang ingin mengubah nasib.
Betul seperti apa yang dilansir Ayu, bahwa banyak hal seperti saat membuka selotip/solasiban. Selalu sulit di awalnya, tapi bila sudah tahu jalannya, akan lebih mudah dan tuntas. Kalimat ajaib itu saya dapat dari perkuliahan dengan Pak Hidayat Suryalaga di semester I. Saking ajaibnya, sampai hari ini kalimat itu masih terngiang-iang dan memancarkan pesona ajaibnya.
Mari memulai. Jangan ada kata tidak karena terlambat.
Dan skripsi? Bukan masalah berat koq.
Terima kasih buat banyak orang: sahabat dan kerabat. Kawan dan Lawan.
Pembimbing skripsi yang gak jelas ngebimbing apaan. Bapa dan Mamahku + dua adikku.
Termasuk Plato, Nietzsche, Karl Marx, Saussure, Freud, Heiddeger, Derrida, Foucault, Sartre, Albert Camus, Abrams, Renne & Wellek, A Teeuw, Jacobson, dan sedemikian banyak nama yang pernah menghantui kepalaku. Maaf, mulai dua tahun lalu aku mulai menghapus jejak kalian dari kepalaku...
Durian
Durian (duren, kadu, Durio zibethinus) adalah salah satu buah tropis terkenal yang rasanya "wah'. Walau sekujur tubuhnya buahnya dilapisi duri-duri tajam, tetapi didalamnya terdapat daging buah yang, susah deh diceritakannya, pokoknya enakkk.
Cita rasa durian sebagai buah tropis yang eksotis merupakan cita rasa yang tak mudah dilupakan. Saking digemarinya durian ini, di Asia Tenggara, durian dianggap sebagai rajanya buah-buahan. Durian bahkan konon katanya di masa kolonial dulu melahirkan banyak pujian dan cercaan dari Tuan dan Noni Belande di masa itu. Pujian karena rasa buahnya, dan cercaan karena aromanya yang mana tahaannn.
Tentu saja masalah aroma yang menyengat itu tidak dimonopoli oleh keluhan orang Eropa atau kulit putih atau bangsa lainnya yang tidak mengenal buah durian. Tetapi orang Indonesia pun tidak semuanya tahan menghirup berlama-lama ditemani aroma durian yang lebih tajam daripada durinya itu.
Ada cerita dulu di sekitar tahun 50-an, di masa pemerintahan Soekarno saat itu. Indonesia yang sedang mesra-mesranya dengan blok Timur, kedatangan Kruschev, seorang pemimpin dari negara adidaya Uni soviet (yang sekarang sudah tinggal nama), yang merupakan salah satu negara terkuat di blok Timur. Setelah acara makan malam kenegaraan, Kruschev kemudian dipersilahkan mencicipi durian sebagai hidangan pencuci mulut. Kruschev tampaknya terpesona dan menikmati hidangan penutupnya itu.
Komentarnya adalah "buah yang enak, tetapi baunya busuk sekali..."
Ngomon-ngomong soal bule, rekan kerjaku saat aku bekerja untuk sebuah yayasan di Balikpapan, ada beberapa orang bule yang sangat doyan durian. Mungkin karena mereka adalah para ahli biologi yang terbiasa hidup di dalam hutan dan sudah lebih dari 10 tahun tinggal di Indonesia, sering bergaul dengan orang Indonesia. Salah satunya adalah sebut saja Mr. Kimabajo. WN Inggris ini sudah tinggal di Indonesia lebih dari 20 tahun. Kimabajo bahkan menikah dan beranak pinak dari seorang istri (sekarang sudah cerai) yang Manado asli (dan lahir di Cimahi). Mr. Kimabajo adalah salah satu dari sedikit bule pemakan durian. Bahkan dia rela merajuk demi mendapatkan satu atau dua butir buah durian yang sebetulnya merupakan jatah makanan beruang madu yang dipelihara di enklosur beruang madu.
Selain durian, ada juga buah yang mirip durian, baik casing maupun isinya, namun rasanya tidak sama. Orang Kalimantan memanggilnya buah Lae, yang masih serumpun dengan durian dan merupakan buah-buahan hasil hutan (bukan hasil budidaya). Rasanya lebih kecut dan 'tiis' (hambar) dan aromanya juga tidak setajam durian. Selain itu ukuannya biasanya kecil-kecil dengan warna kulit sedikit kemerahan/kecoklatan.
Selain menjadi primadona manusia, durian juga digemari oleh satwa hutan. Bahkan harimau yang karnivora pun menyukai juga buah durian. Di Sumatera sering ditemukan bekas-bekas durian yang sukses dimakan si Raja Rimba itu. Tak jarang juga, para penunggu durian jatuhan (durian yang masak di pohon dan kemudian jatuh sendiri), adu cepat dengan si Raja Rimba mengambil durian yang jatuh dari pohon. Konon, durian jatuhan rasanya leih enak daripada durian yang dibudidayakan (dan dipetik buahnya sebelum masak).
Kembali ke masa lalu, saat masih berusia 9 atau 10 tahun, nenek dari kampung mengirimi kami sekarung durian yang belum matang benar. Agar cepat matang, maka ibu menyimpannya karung buah durian itu di gudang yang gelap. Dipeuyeum (bahasa Sunda) atau diperam agar matang dan layak makan. Entah kenapa dan sedang apa, aku tiba-tiba berada di gudang itu. Karena buah durian tersebut sudah mulai matang, maka aromanya mulai menggelitik hidung. Dalam gelap dan pengapnya gudang, akhirnya kutemukan harta karunku saat itu: sekarung durian yang harum dan menggoda. Tanpa ba bu banyak cingcong, dengan kepolosan dan kebegoan seorang anak-anak, kubuka dan kumakan durian itu satu persatu sampai kenyang. Aku baru tersadar setelah kuhitung sisa buah duian tersebut yang hanya tinggal 2 atau 3 buah lagi. Mungkin saat itu aku telah menghabiskan hampir 10 buah durian. sendirian, kesurupan.
Sekarang sih aku gak sanggup kalau harus menghabiskan 10 buah durian sendirian. Bukan gak sanggup makan, tapi gak sanggup bayarnya. Tadi pagi paman istriku datang sambil membawa dua buah durian lokal. Tidak sebesar buah durian Sumatera atau Kalimantan, tapi rasanya, wahhh, dahsyat. Rela deh malam ini dijauhin istri karena nafasku bau duren. ML emang enak, tapi durian juga gak kalah enak. Ternyata emang yang berbau-bau alias beraroma rasanya emang super duper enak ya. Sebut saja petai, jengkol (dua-duanya aku gak doyan), terasi, asin jambal, juga ...... (isi sendiri, dimulai dari huruf M), hehehe...
cukup jauh dengan durian: klik http://en.wikipedia.org/wiki/Durians
Cita rasa durian sebagai buah tropis yang eksotis merupakan cita rasa yang tak mudah dilupakan. Saking digemarinya durian ini, di Asia Tenggara, durian dianggap sebagai rajanya buah-buahan. Durian bahkan konon katanya di masa kolonial dulu melahirkan banyak pujian dan cercaan dari Tuan dan Noni Belande di masa itu. Pujian karena rasa buahnya, dan cercaan karena aromanya yang mana tahaannn.
Tentu saja masalah aroma yang menyengat itu tidak dimonopoli oleh keluhan orang Eropa atau kulit putih atau bangsa lainnya yang tidak mengenal buah durian. Tetapi orang Indonesia pun tidak semuanya tahan menghirup berlama-lama ditemani aroma durian yang lebih tajam daripada durinya itu.
Ada cerita dulu di sekitar tahun 50-an, di masa pemerintahan Soekarno saat itu. Indonesia yang sedang mesra-mesranya dengan blok Timur, kedatangan Kruschev, seorang pemimpin dari negara adidaya Uni soviet (yang sekarang sudah tinggal nama), yang merupakan salah satu negara terkuat di blok Timur. Setelah acara makan malam kenegaraan, Kruschev kemudian dipersilahkan mencicipi durian sebagai hidangan pencuci mulut. Kruschev tampaknya terpesona dan menikmati hidangan penutupnya itu.
Komentarnya adalah "buah yang enak, tetapi baunya busuk sekali..."
Ngomon-ngomong soal bule, rekan kerjaku saat aku bekerja untuk sebuah yayasan di Balikpapan, ada beberapa orang bule yang sangat doyan durian. Mungkin karena mereka adalah para ahli biologi yang terbiasa hidup di dalam hutan dan sudah lebih dari 10 tahun tinggal di Indonesia, sering bergaul dengan orang Indonesia. Salah satunya adalah sebut saja Mr. Kimabajo. WN Inggris ini sudah tinggal di Indonesia lebih dari 20 tahun. Kimabajo bahkan menikah dan beranak pinak dari seorang istri (sekarang sudah cerai) yang Manado asli (dan lahir di Cimahi). Mr. Kimabajo adalah salah satu dari sedikit bule pemakan durian. Bahkan dia rela merajuk demi mendapatkan satu atau dua butir buah durian yang sebetulnya merupakan jatah makanan beruang madu yang dipelihara di enklosur beruang madu.
Selain durian, ada juga buah yang mirip durian, baik casing maupun isinya, namun rasanya tidak sama. Orang Kalimantan memanggilnya buah Lae, yang masih serumpun dengan durian dan merupakan buah-buahan hasil hutan (bukan hasil budidaya). Rasanya lebih kecut dan 'tiis' (hambar) dan aromanya juga tidak setajam durian. Selain itu ukuannya biasanya kecil-kecil dengan warna kulit sedikit kemerahan/kecoklatan.
Selain menjadi primadona manusia, durian juga digemari oleh satwa hutan. Bahkan harimau yang karnivora pun menyukai juga buah durian. Di Sumatera sering ditemukan bekas-bekas durian yang sukses dimakan si Raja Rimba itu. Tak jarang juga, para penunggu durian jatuhan (durian yang masak di pohon dan kemudian jatuh sendiri), adu cepat dengan si Raja Rimba mengambil durian yang jatuh dari pohon. Konon, durian jatuhan rasanya leih enak daripada durian yang dibudidayakan (dan dipetik buahnya sebelum masak).
Kembali ke masa lalu, saat masih berusia 9 atau 10 tahun, nenek dari kampung mengirimi kami sekarung durian yang belum matang benar. Agar cepat matang, maka ibu menyimpannya karung buah durian itu di gudang yang gelap. Dipeuyeum (bahasa Sunda) atau diperam agar matang dan layak makan. Entah kenapa dan sedang apa, aku tiba-tiba berada di gudang itu. Karena buah durian tersebut sudah mulai matang, maka aromanya mulai menggelitik hidung. Dalam gelap dan pengapnya gudang, akhirnya kutemukan harta karunku saat itu: sekarung durian yang harum dan menggoda. Tanpa ba bu banyak cingcong, dengan kepolosan dan kebegoan seorang anak-anak, kubuka dan kumakan durian itu satu persatu sampai kenyang. Aku baru tersadar setelah kuhitung sisa buah duian tersebut yang hanya tinggal 2 atau 3 buah lagi. Mungkin saat itu aku telah menghabiskan hampir 10 buah durian. sendirian, kesurupan.
Sekarang sih aku gak sanggup kalau harus menghabiskan 10 buah durian sendirian. Bukan gak sanggup makan, tapi gak sanggup bayarnya. Tadi pagi paman istriku datang sambil membawa dua buah durian lokal. Tidak sebesar buah durian Sumatera atau Kalimantan, tapi rasanya, wahhh, dahsyat. Rela deh malam ini dijauhin istri karena nafasku bau duren. ML emang enak, tapi durian juga gak kalah enak. Ternyata emang yang berbau-bau alias beraroma rasanya emang super duper enak ya. Sebut saja petai, jengkol (dua-duanya aku gak doyan), terasi, asin jambal, juga ...... (isi sendiri, dimulai dari huruf M), hehehe...
cukup jauh dengan durian: klik http://en.wikipedia.org/wiki/Durians
2.06.2007
Masih Sekitar Poligami
Tentu saja, apa yang dilansir Ayu Utami benar, bila "...Banyak pria yang enggan menolak poligami sebab pada gilirannya mungkin mereka membutuhkannya. Banyak muslim, pria dan wanita, yang takut melarang kawin ganda dengan alasan itu menyalahi Islam. Bukankah Nabi Muhammad memiliki beberapa istri? Melarang poligami artinya menyalahkan cara hidup Nabi...".
Sebagai seorang lelaki, yang sudah beristri dan beranak-pinak, saya sangat menyetujui dengan argumen Ayu Utami di atas. Masalahnya jelas, menikah dengan satu istri sudah jelas enak. Apalagi dengan dua atau tiga atau mungkin empat istri. Enak bila secara biologis kita mampu berbuat adil. Misalnya bergiliran satu istri dalam satu hari. Dalam empat hari berisrti bisa menggauli empat istri.
Dibanding misalnya, harus 'poligami' di lokalisasi seperti yang banyak dilakukan lelaki, atau 'poligami' dengan berbagai macam selir dan harim yang tidak jelas akad nikahnya, Poligami Aa Gym yang mencontoh teladan Rasulullah SAW tentu lebih terpuji. Dalam catatan sejarah yang sahih, Rasulullah SAW tercatat menjauhi dan tidak pernah melakukan zinah. Tapi, sampai hari ini, masih banyak saja yang mengaku umatnya (laki dan perempuan) melakukan zinah. dekat-dekat saja deh, kasus Maria Eva dan Yahya Zaini. Atu mungkin ada di antara kita atay teman kita yang sempat atau masih melakukan zinah dengan berbagai macam alasan?
Pemahaman pertama yang harus difahami adalah " Haram ya Haram. Halal ya Halal. Subhat ya Subhat, dst". Jangan lantas diubah dan ditafsirkan macam-macam. Apalagi dengan argumen-argumen yang tidak jelas dasar pemikirannya. Bila poligami dihalalkan. mengapa harus dilarang? Mengapa harus diharamkan? Bila zinah itu haram, tak ada alasan untukj menghalalkan.
Pemahaman kedua adalah, mengapa selalu saja ada pertentangan dan kontroversi terhadap apa yang dipercayai oleh orang lain? Artis-artis Hollywood ada yang mempercayai Scientific Religius. Agama ilmu pengetahuan, yang menyatakan bahwa manusia kelak akan dibawa ke luar angkasa oleh para penyelmatnya yang kita kenal sekarang dengan UFO. Para ahli biologi banyak yang menganut Darwinisme, yang berasalkan pada teori Darwin tentang evolusi. Kaum Nasarani percaya bahawa Isa Al Masih adalah gembala dan penyelamatnya. Bahkan para pastor katolik rela menjalankan kehidupan selibat (tidak menikah) karena mengikuti ajaran Isa Al MAsih yang juga tidak pernah menikah selama hidupnya. Kaum komunis sangat mempercayai pendapat dan fatwa-fatwa Karl Marx dan Engels tentang kesetaraan kelas dan komunisme. Ayatullah Khameini, Sadam Hussein, Osama bin Laden dan Al Qaeda percaya bahwa Amerika serikat adalah negara dajjal yang harus diperangi dengan berbagai cara.
Semua bermula dari apa yang dipercaya. Bukan dari yang tidak dipercaya. Kaum feminis percaya bila harus ada kesetaraan dengan laki-laki dalam berbagai bentuk. Tapi di banyak pihak banyak kaum perempuan percaya bahwa uang suami adalah uang istri, dan uang istri adalah uang istri. Kaum pologamis percaya bahwa poligami adalah cara untuk memberikan keadilan dan meredam perzinahan, tapi banyak juga yang sudah poligami, eh masih zinah juga...
jadi masalahnya: adalah apau yang kita percaya. Bukan yang tidak kita percaya.
Bahkan, kata siapa perbudakan sudah hilang? Quran tidak melarang perbudakan, tetapi Quran menganjurkan memerdekaan budak. Nike, Adidas, Reebok, Sony, Microsoft, bla-bla-bla adalah penganut paham perbudakan. Percaya dengan upah buruh rendah untuk meningkatkan keuntungan pribadi. Mungkin juga perusahaan tempat kita bekerja. Di Indonsia, perbudakan dilegalkan negara untuk keperluan kapitalisme. Bila tidak, tentu saja kaum buruh outsource tidak akan mengeluh. Bekerja untuk perusahaan A atas nama Perusahaan B. Legalisasi perbudakan.
Masalahnya? Apa yang kita percaya...
Saya percaya apa yang Aa Gym lakukan adalah pada tempatnya. Masalahnya saya melakukan poligami atau tidak, itu soal lain... Jadi, jangan menghujat poligami. Karena sama dengan menghujat Nabi SAW. Menghujat Nabi SAW berarti meragukan kapabilitas Al Quran. Meragukan kapabilitas al Quran, ya sudah ganti chanell saja...
Sebagai seorang lelaki, yang sudah beristri dan beranak-pinak, saya sangat menyetujui dengan argumen Ayu Utami di atas. Masalahnya jelas, menikah dengan satu istri sudah jelas enak. Apalagi dengan dua atau tiga atau mungkin empat istri. Enak bila secara biologis kita mampu berbuat adil. Misalnya bergiliran satu istri dalam satu hari. Dalam empat hari berisrti bisa menggauli empat istri.
Dibanding misalnya, harus 'poligami' di lokalisasi seperti yang banyak dilakukan lelaki, atau 'poligami' dengan berbagai macam selir dan harim yang tidak jelas akad nikahnya, Poligami Aa Gym yang mencontoh teladan Rasulullah SAW tentu lebih terpuji. Dalam catatan sejarah yang sahih, Rasulullah SAW tercatat menjauhi dan tidak pernah melakukan zinah. Tapi, sampai hari ini, masih banyak saja yang mengaku umatnya (laki dan perempuan) melakukan zinah. dekat-dekat saja deh, kasus Maria Eva dan Yahya Zaini. Atu mungkin ada di antara kita atay teman kita yang sempat atau masih melakukan zinah dengan berbagai macam alasan?
Pemahaman pertama yang harus difahami adalah " Haram ya Haram. Halal ya Halal. Subhat ya Subhat, dst". Jangan lantas diubah dan ditafsirkan macam-macam. Apalagi dengan argumen-argumen yang tidak jelas dasar pemikirannya. Bila poligami dihalalkan. mengapa harus dilarang? Mengapa harus diharamkan? Bila zinah itu haram, tak ada alasan untukj menghalalkan.
Pemahaman kedua adalah, mengapa selalu saja ada pertentangan dan kontroversi terhadap apa yang dipercayai oleh orang lain? Artis-artis Hollywood ada yang mempercayai Scientific Religius. Agama ilmu pengetahuan, yang menyatakan bahwa manusia kelak akan dibawa ke luar angkasa oleh para penyelmatnya yang kita kenal sekarang dengan UFO. Para ahli biologi banyak yang menganut Darwinisme, yang berasalkan pada teori Darwin tentang evolusi. Kaum Nasarani percaya bahawa Isa Al Masih adalah gembala dan penyelamatnya. Bahkan para pastor katolik rela menjalankan kehidupan selibat (tidak menikah) karena mengikuti ajaran Isa Al MAsih yang juga tidak pernah menikah selama hidupnya. Kaum komunis sangat mempercayai pendapat dan fatwa-fatwa Karl Marx dan Engels tentang kesetaraan kelas dan komunisme. Ayatullah Khameini, Sadam Hussein, Osama bin Laden dan Al Qaeda percaya bahwa Amerika serikat adalah negara dajjal yang harus diperangi dengan berbagai cara.
Semua bermula dari apa yang dipercaya. Bukan dari yang tidak dipercaya. Kaum feminis percaya bila harus ada kesetaraan dengan laki-laki dalam berbagai bentuk. Tapi di banyak pihak banyak kaum perempuan percaya bahwa uang suami adalah uang istri, dan uang istri adalah uang istri. Kaum pologamis percaya bahwa poligami adalah cara untuk memberikan keadilan dan meredam perzinahan, tapi banyak juga yang sudah poligami, eh masih zinah juga...
jadi masalahnya: adalah apau yang kita percaya. Bukan yang tidak kita percaya.
Bahkan, kata siapa perbudakan sudah hilang? Quran tidak melarang perbudakan, tetapi Quran menganjurkan memerdekaan budak. Nike, Adidas, Reebok, Sony, Microsoft, bla-bla-bla adalah penganut paham perbudakan. Percaya dengan upah buruh rendah untuk meningkatkan keuntungan pribadi. Mungkin juga perusahaan tempat kita bekerja. Di Indonsia, perbudakan dilegalkan negara untuk keperluan kapitalisme. Bila tidak, tentu saja kaum buruh outsource tidak akan mengeluh. Bekerja untuk perusahaan A atas nama Perusahaan B. Legalisasi perbudakan.
Masalahnya? Apa yang kita percaya...
Saya percaya apa yang Aa Gym lakukan adalah pada tempatnya. Masalahnya saya melakukan poligami atau tidak, itu soal lain... Jadi, jangan menghujat poligami. Karena sama dengan menghujat Nabi SAW. Menghujat Nabi SAW berarti meragukan kapabilitas Al Quran. Meragukan kapabilitas al Quran, ya sudah ganti chanell saja...
Ibu
Ribuan kilo
Jalan yang kau tempuh
lewati rintangan
untuk aku anakmu
ingin ku dekat
dan duduk di pangkuanmu
sampai aku tertidur
seperti mas kecil dulu
seperti udara
kasih yang engkau berikan
tak sanggup ku membalas
Ibu
(Ibu, dinyanyikan Iwan Fals)
Selamat Hari Ibu 22 Desember 2006
buat Ibuku yang 33 tahun sudah mengasihiku
buat Istriku yang sudah menjadi ibu anakku
Serta buat teman-teman yang sudah menjadi ibu-ibu...
Jalan yang kau tempuh
lewati rintangan
untuk aku anakmu
ingin ku dekat
dan duduk di pangkuanmu
sampai aku tertidur
seperti mas kecil dulu
seperti udara
kasih yang engkau berikan
tak sanggup ku membalas
Ibu
(Ibu, dinyanyikan Iwan Fals)
Selamat Hari Ibu 22 Desember 2006
buat Ibuku yang 33 tahun sudah mengasihiku
buat Istriku yang sudah menjadi ibu anakku
Serta buat teman-teman yang sudah menjadi ibu-ibu...
12.19.2006
Portable Music Player
http://6ix2o9ine.blogspot.com
Siapa sih yang tak kenal musik? Bila telinganya berfungsi dengan normal, dapat dipastikan pasti mengenal musik. Selain itu, toh musik tidak melulu seperti yang kita biasa dengar. Bila musik didefinisikan dengan adanya irama, maka ikan paus menurut para ahli biologi kelautan pun mengenal musik.Tapi tentu saja ikan paus tidak memerlukan portable music player seperti manusia. Setidaknya sampat saat ini.
Portable Music Player (PMP) adalah salah satu temuan revolusioner yang mengubah wajah peradaban dewasa ini. Kebutuhan manusia untuk menghibur dirinya dengan musik tampaknya merupakan alasan utama terciptanya gadget ini. PMP dewasa ini dapat ditemui dlam berbagai ukuran, bentuk dan format, harga dan kualitas.
Semuanya dimulai saat Sony memperkenalkan Walkman di jalanan Ginza Tokyo di akhir 70-an. Akio Morita, sang godfather Sony Corp. yang pecinta berat musik, saat itu menginginkan sebuah PMP yang ringan, ringkas, dan murah. Lalu bersama para ahli di Sony, Akio Morita berhasil mewujudkan Walkman. Sebuah piranti pemutar musik dengan media kaset yang segera saja menjadi wabah di dunia. Siapa sangka, walkman kini menjadi nama generik untuk setiap PMP yang menggunakan kaset. Tak peduli apapun merknya, PMP tersebut dipanggil dengan nama Walkman. Sama nasibnya dengan Handycam untuk Camcorder, aqua untuk air minum kemasan, silet untuk pisay cukur.
Tahun 2000, adalah era booming gadget digital. Harga yang semakin murah dan kinerja yang semakin baik, membuat gadget digital mulai menjadi kebutuhan wajib untuk setiap orang. Ponsel (HP), kamera digital, televisi, radio, komputer, microwave, kulkas, dan banyak barang lama kelamaan dibirancang dan dibuat dengan menggunakan teknologi digital. Termasuk di dalamnya PMP.
Untuk PMP sendiri, revolusi terbesar adalah dengan ditemukan format MP3 (Motion Picture Experts Group 1, Audio Layer 3) di awal 1990an. Di mana pada saat itu orangbisa mendoenload lagu dari internet. Tentu saja awal tahun 90an di Eropa atau di Amerika sana. Sebab sepanjang yang saya ingat, format MP3 baru mulai banyak dibicarakan umum di Indonesia sekitar tahun 1995-1996. Itupun masih perlu komputer yang cukup tangguh. Seingat saya, minimal komputer setara Pentium 1 yang dapat memaiknkan musik dengan baik. PC dengan prosesor intel 486DX masih terengah-engah memainkan mp3.
Kini, format mp3 adalah format yang umum digunakan. Walau ada format terbaru AAc, Ogg Vorbis, dan lainnya yang dikeluarkan untuk menyaingi MP3, tetapi MP3 masih yang terpopuler. Setidaknya di Indonesia, di mana bisnis musik bajakan adalah pemandangan umum sehari-hari. Berbagai macam pemutar MP3 dapat ditemui. Baik itu berbentuk PMP seperti iPod, Creative Zen, atau dalam CD/VCD/DVD player. Bahkan kinio pun ermunculan ponsel yang selain dilengkapi kamera, juga dilengkapi PMP. Kualitas suara? Boleh diadu dengan stereo set hi-fi berat besar dan mahal yang pernah dipakai bapak-bapak atau kakak kita di tahun 1980-1990an. Suaranya lebih dari cukup. Keren!
Saat bekerja di Balikpapan, saya membeli 2 PMP. Yang pertama Portable CD Player, yang kedua USB Digital Music Player. Yang pertama, sperti halnya walkman, terlalu besar untuk di simpan di kantong celana, boros daya (2XAA Baterry), dan sering skip bila dibawa jalan. Selain itu tidak ada radio dan LCDnya hanya mampu membaca nomor track/angka, bukan judul/alfabet. Tapi mainan yang ini tidak tergantung pada komputer serta dapat memutar VCD. Kapasitasnya bisa untuk memainkan sapai 150 lagu dengan asumsi satu keping CD 700MB dapat memuat 150 lagu. Bila bosan CD lama, tinggal pergi ke kali lima, bisa beli CD bajakan terbaru dengan lagu-lagu baru juga.
Yang kedua, merk murah meriah, ukurannya kecil, lk. sebesar 2 ibu jari dewasa, ringan, mudah ditenteng, trendy, dan hemat daya (1XAAA baterry). Gadget yang kedua ini kapasitasnya hanya 512 MB, cukuplah untuk menampung 100-120 lagu mp3, sangat tergantung komputer untuk pengadaan lagu, tapi memiliki di dalamnya terdapat radio FM, voice recorder, serta dapat menapilkan nama artis dan judul lagu. Kelebihan lain, dapat dijadikan USB Stick/Flashdisk untuk menyimpan dan membawa data digital.
Tebak berapa harganya? Berkisar Rp, 225 Ribu rupiah untuk masing-masing gadget! Harga yang sangat murah untuk teknologi terbaru. Bayangkan, tahun 1994 saya pernah membeli Walkman Sony lengkap dengan radio dan recorder, juga dengan harga berkisar di Rp. 225.000!!! Bahkan, mungkin saat ini khusus untuk Digital PMP, dengan harga yang sama mungkin sudah didapat kapasitas yang lebih besar.
Yeah-yeah-yeahs, permasalahan yang utama adalah: alat-alat digital, termasuk MP3 Player, adalah piranti yang rentan dengan aktivitas pembajakan. Coba, siapa sih yang permah beli CD atau MP3 Orisinil? Seingat saya, terakhir kali saya membeli CD Audio orisinil adalah saat membeli album Iwan Fals du tahun 2003. Kaset terakhir yang saya beli adalah Forty Licks-nya Rolling Stones, Sinten Remen, dan Naif. Semuanya di tahun 2003, saat saya masih memakai 'walkman'Aiwa.
Sekarang? Uh, seperti saya bilang, tinggal jalan sebentar ke kaki lima. Beli CD MP3 bajakan, copy ke komputer, lalu copy ke Digital PMP. Beres. Atau, 'ngacak-ngacak' komputer teman, cari folder koleksi MP3nya, copy ke CD atau Digital PMP. Beres.BAhkan sringkali ada 'bonusnya': foto-foto porno atau video porno. Yeah, dunia digital, memang merevolusi banyak hal...
Siapa sih yang tak kenal musik? Bila telinganya berfungsi dengan normal, dapat dipastikan pasti mengenal musik. Selain itu, toh musik tidak melulu seperti yang kita biasa dengar. Bila musik didefinisikan dengan adanya irama, maka ikan paus menurut para ahli biologi kelautan pun mengenal musik.Tapi tentu saja ikan paus tidak memerlukan portable music player seperti manusia. Setidaknya sampat saat ini.
Portable Music Player (PMP) adalah salah satu temuan revolusioner yang mengubah wajah peradaban dewasa ini. Kebutuhan manusia untuk menghibur dirinya dengan musik tampaknya merupakan alasan utama terciptanya gadget ini. PMP dewasa ini dapat ditemui dlam berbagai ukuran, bentuk dan format, harga dan kualitas.
Semuanya dimulai saat Sony memperkenalkan Walkman di jalanan Ginza Tokyo di akhir 70-an. Akio Morita, sang godfather Sony Corp. yang pecinta berat musik, saat itu menginginkan sebuah PMP yang ringan, ringkas, dan murah. Lalu bersama para ahli di Sony, Akio Morita berhasil mewujudkan Walkman. Sebuah piranti pemutar musik dengan media kaset yang segera saja menjadi wabah di dunia. Siapa sangka, walkman kini menjadi nama generik untuk setiap PMP yang menggunakan kaset. Tak peduli apapun merknya, PMP tersebut dipanggil dengan nama Walkman. Sama nasibnya dengan Handycam untuk Camcorder, aqua untuk air minum kemasan, silet untuk pisay cukur.
Tahun 2000, adalah era booming gadget digital. Harga yang semakin murah dan kinerja yang semakin baik, membuat gadget digital mulai menjadi kebutuhan wajib untuk setiap orang. Ponsel (HP), kamera digital, televisi, radio, komputer, microwave, kulkas, dan banyak barang lama kelamaan dibirancang dan dibuat dengan menggunakan teknologi digital. Termasuk di dalamnya PMP.
Untuk PMP sendiri, revolusi terbesar adalah dengan ditemukan format MP3 (Motion Picture Experts Group 1, Audio Layer 3) di awal 1990an. Di mana pada saat itu orangbisa mendoenload lagu dari internet. Tentu saja awal tahun 90an di Eropa atau di Amerika sana. Sebab sepanjang yang saya ingat, format MP3 baru mulai banyak dibicarakan umum di Indonesia sekitar tahun 1995-1996. Itupun masih perlu komputer yang cukup tangguh. Seingat saya, minimal komputer setara Pentium 1 yang dapat memaiknkan musik dengan baik. PC dengan prosesor intel 486DX masih terengah-engah memainkan mp3.
Kini, format mp3 adalah format yang umum digunakan. Walau ada format terbaru AAc, Ogg Vorbis, dan lainnya yang dikeluarkan untuk menyaingi MP3, tetapi MP3 masih yang terpopuler. Setidaknya di Indonesia, di mana bisnis musik bajakan adalah pemandangan umum sehari-hari. Berbagai macam pemutar MP3 dapat ditemui. Baik itu berbentuk PMP seperti iPod, Creative Zen, atau dalam CD/VCD/DVD player. Bahkan kinio pun ermunculan ponsel yang selain dilengkapi kamera, juga dilengkapi PMP. Kualitas suara? Boleh diadu dengan stereo set hi-fi berat besar dan mahal yang pernah dipakai bapak-bapak atau kakak kita di tahun 1980-1990an. Suaranya lebih dari cukup. Keren!
Saat bekerja di Balikpapan, saya membeli 2 PMP. Yang pertama Portable CD Player, yang kedua USB Digital Music Player. Yang pertama, sperti halnya walkman, terlalu besar untuk di simpan di kantong celana, boros daya (2XAA Baterry), dan sering skip bila dibawa jalan. Selain itu tidak ada radio dan LCDnya hanya mampu membaca nomor track/angka, bukan judul/alfabet. Tapi mainan yang ini tidak tergantung pada komputer serta dapat memutar VCD. Kapasitasnya bisa untuk memainkan sapai 150 lagu dengan asumsi satu keping CD 700MB dapat memuat 150 lagu. Bila bosan CD lama, tinggal pergi ke kali lima, bisa beli CD bajakan terbaru dengan lagu-lagu baru juga.
Yang kedua, merk murah meriah, ukurannya kecil, lk. sebesar 2 ibu jari dewasa, ringan, mudah ditenteng, trendy, dan hemat daya (1XAAA baterry). Gadget yang kedua ini kapasitasnya hanya 512 MB, cukuplah untuk menampung 100-120 lagu mp3, sangat tergantung komputer untuk pengadaan lagu, tapi memiliki di dalamnya terdapat radio FM, voice recorder, serta dapat menapilkan nama artis dan judul lagu. Kelebihan lain, dapat dijadikan USB Stick/Flashdisk untuk menyimpan dan membawa data digital.
Tebak berapa harganya? Berkisar Rp, 225 Ribu rupiah untuk masing-masing gadget! Harga yang sangat murah untuk teknologi terbaru. Bayangkan, tahun 1994 saya pernah membeli Walkman Sony lengkap dengan radio dan recorder, juga dengan harga berkisar di Rp. 225.000!!! Bahkan, mungkin saat ini khusus untuk Digital PMP, dengan harga yang sama mungkin sudah didapat kapasitas yang lebih besar.
Yeah-yeah-yeahs, permasalahan yang utama adalah: alat-alat digital, termasuk MP3 Player, adalah piranti yang rentan dengan aktivitas pembajakan. Coba, siapa sih yang permah beli CD atau MP3 Orisinil? Seingat saya, terakhir kali saya membeli CD Audio orisinil adalah saat membeli album Iwan Fals du tahun 2003. Kaset terakhir yang saya beli adalah Forty Licks-nya Rolling Stones, Sinten Remen, dan Naif. Semuanya di tahun 2003, saat saya masih memakai 'walkman'Aiwa.
Sekarang? Uh, seperti saya bilang, tinggal jalan sebentar ke kaki lima. Beli CD MP3 bajakan, copy ke komputer, lalu copy ke Digital PMP. Beres. Atau, 'ngacak-ngacak' komputer teman, cari folder koleksi MP3nya, copy ke CD atau Digital PMP. Beres.BAhkan sringkali ada 'bonusnya': foto-foto porno atau video porno. Yeah, dunia digital, memang merevolusi banyak hal...
Rolling Stones
http://6ix2o9ine.blogspot.com
Minggu sore, kamar yang lama tak ditinggalkan, kembali dibenahi. Berbagai barang, buku, dan oh... sampul CD Sticky Finger dan Sampul kaset Forty Licks-nya Rolling Stones yang lama 'menguap' ternyata tergeletak dalam kotak sepatu yang berdebu.
Jadi teringat ribuan file musik digital (*.mp3) yang semakin menyesaki harddisdk dan sebagian masih berada dalam CD. Teringat pula akan kaset Si Rolling Stones yang memang hanya tinggal sampulnya saja. Isinya, entah ke mana. Tapi walaupun kasetnya ada, tentu akan bernasib lebih buruk. Sebab semenjak booming digital music, praktis kegiatan mendengarkan musik beralih dari cassette player ke komputer, cd player, juga mp3 player 512 Mb merk murah merah yang kubeli beberapa bulan lalu. Cassette player? Uh sudah entah kemana... Bangkainya saja sudah tak ada...
Kembali ke Rolling Stones. Group musik legendaris dari Inggris ini memang keren. Bahkan semenjak saya masih anak singkong di kampung. Tetangga, para anak muda waktu itu, dengan bangga memakai kaos bercorak Union Jack yang masih benderanya Inggris (yang kemudian dikenal sebagai kaos Inggris), atau kaos ketat bergambar 'biwir jeding -letah ngelel' (bibir memble, lidah menjulur) yang dikenal sebagai logo band Rolling Stones. Ini akhir 70-an dan awal 80-an, seingat saya. Dari casette player tetangga kiri-kanan-depan-belakang jeritan Mick Jagger dengan Honky Tonk Woman, Suzie Q, Dead Flower bersahut-sahutan. Sungguh masa kanak-kanak yang asyik.
Di sudut lain yang sepi dan sempit, segerombol anak muda dengan diam-diam meniru kebiasaan nyimeng dan fly seperti yang biasa dilakukan musisi rock 'n roll saat itu. Di daerah Balubur, sampai ada sebuah gang yang dinamakan gang Stun, karena dulunya sering dipake nyimeng bareng-bareng sambil mendengarkan lagu-lagu stun. Stun (Stones) pun dikenal secara internasional sebagai bahasa slang untuk kegiatan nyimeng.
Anak-anak seumur kami pun asyik ber-stun-stun-an. "stun A, Stun B, Stun C, lariiii, sembunyi...", adalah bagian dari permainan kucing-kucingan. Belakangan beranjak remaja, saya baru tahu kalau Stun A-Stun B-Stun C adalah pelesetan, Di mana bila ada band kampung manggung di acara 17-an, bagaimanapun gayanya, selalu diminta untuk membawakan lagu Rolling Stones. " Stun A, Stun A!!!", demikian teriak para penonton kampung terhadap band kampung yang main di acara 17-an di kampung. Salah satu yang kuingat, saat itu di kampungku sebuah band kampung dengan pede meniru gaya personil Rolling stones saat manggung. Mulai dari kostum hingga stage attitude. Tapi yang mereka bawakan adalah lagu Nusantaran-nya Koes Ploes dan Borobudur-nya Julius Sitanggang (Hey, bagaimana kabarnya Abang satu ini?)
Hampir seperempat abad kemudian, tepatnya tahun 2002, EMI meluncurkan double album Forty Licks, berisi 40 lagu terbaik dan klasik dari Rolling Stones. Di sticker yang tertera di kaset berbunyi, "For the first time ever! The Definitive Rolling Stones Collection. 40 Remasteres Stones Classics Including 4 brand new songs". sampul berwarna dasar putih dengan gambar "letah Ngelel" berwarna-warni dan yang satunya judul lagu-lagu dalam double album itu.
Yeah, Rock 'N Roll is back baby. Aroma era 60-70an kembali meruyak seiring terdengarnya lagu-lagu Stones dari album 40 Licks. Walau menurut saya, Forty Licks tidak cukup memuaskan karena ada beberapa lagu yang tidak masuk kompilasi. Padahal dalam hemat saya lagu-lagu itu pantas dimasukkan dalam kompilasi itu untuk selanjutnya diperkenalkan pada generasi muda penerus bangsa RockNroll. sebut saja Dead Flower dari Album Sticky Finger, Sitting on A Fence, Suzy Q, Route 66. Yang sangat menyedihkan, Confession The Blues, Little Red Rooster yang sangat nge-blues tidak masuk, Padahal lagu-lagu itu adalah lagu klasik yang sangat RockNRoll dan mempengaruhi banyak lagu di kemudian hari.
Tapi memang seperti apa yang ditulis David Wild dalam pengantarnya "To some Forty Licks may be just some sort of pretty package, a handy souvenir, a convenient bit of mass musical merchandise. But for who those... here the first time ever in one place is nothing less than the Rosetta Stone of rock 'n roll, a living Bible for bad boys and girls of all ages..." Album forty Licks-nya Rolling Stones memang lebih dari sekedar kaset, tapi juga panduan gaya hidup bagi Rock N Roll enthusiast.
Dari sisi fashion, penampilan trend fashion anak muda juga kembali bergaya vintage rocknroll. bercelana jeans ketat dan berkaus ketat, rambut dipolem (poni lempar) atau bergaya rancung-gondrongnya Keith Richard. bahkan di Bandung, yang saya tahu, ada satu grup band yang berdandan a'la rock 'n roll dan hair do a'la Keith Richard. Yang keren, seluruh personil band tersebut seragam bergaya demikian. What a pity...
Bahkan beberapa group band scene lokal Bandung pun beberapa di antaranya kembali membawakan rock 'n roll dengan taste dan pengaruh kental Rolling Stones. Sangat nyetun. Stun lokal.
Eternal Recurrence of All Thing. Setelah era hingar bingar Hard Rock-Heavy Metal-Grunge-GrindCore-Nu Metal-Hip Metal, kini kembali bergaya rock n roll. Sambil terkantuk-kantuk karena begadang setelah melembur sampai pagi, saya mencoba mengobati kekecewaan saya dengan mengkompilasikan sendiri lagu-lagu Rolling Stones yang menurut saya keren. Dan oh, terkumpul sedikitnya 65 judul lagu... Saya berharap akan ada kompilasi resmi 65 licks dalam 4 album. Siapa tahu, dalam rock n roll selalu banyak yang bisa terjadi. ya, siapa tahu. Yeah...
Minggu sore, kamar yang lama tak ditinggalkan, kembali dibenahi. Berbagai barang, buku, dan oh... sampul CD Sticky Finger dan Sampul kaset Forty Licks-nya Rolling Stones yang lama 'menguap' ternyata tergeletak dalam kotak sepatu yang berdebu.
Jadi teringat ribuan file musik digital (*.mp3) yang semakin menyesaki harddisdk dan sebagian masih berada dalam CD. Teringat pula akan kaset Si Rolling Stones yang memang hanya tinggal sampulnya saja. Isinya, entah ke mana. Tapi walaupun kasetnya ada, tentu akan bernasib lebih buruk. Sebab semenjak booming digital music, praktis kegiatan mendengarkan musik beralih dari cassette player ke komputer, cd player, juga mp3 player 512 Mb merk murah merah yang kubeli beberapa bulan lalu. Cassette player? Uh sudah entah kemana... Bangkainya saja sudah tak ada...
Kembali ke Rolling Stones. Group musik legendaris dari Inggris ini memang keren. Bahkan semenjak saya masih anak singkong di kampung. Tetangga, para anak muda waktu itu, dengan bangga memakai kaos bercorak Union Jack yang masih benderanya Inggris (yang kemudian dikenal sebagai kaos Inggris), atau kaos ketat bergambar 'biwir jeding -letah ngelel' (bibir memble, lidah menjulur) yang dikenal sebagai logo band Rolling Stones. Ini akhir 70-an dan awal 80-an, seingat saya. Dari casette player tetangga kiri-kanan-depan-belakang jeritan Mick Jagger dengan Honky Tonk Woman, Suzie Q, Dead Flower bersahut-sahutan. Sungguh masa kanak-kanak yang asyik.
Di sudut lain yang sepi dan sempit, segerombol anak muda dengan diam-diam meniru kebiasaan nyimeng dan fly seperti yang biasa dilakukan musisi rock 'n roll saat itu. Di daerah Balubur, sampai ada sebuah gang yang dinamakan gang Stun, karena dulunya sering dipake nyimeng bareng-bareng sambil mendengarkan lagu-lagu stun. Stun (Stones) pun dikenal secara internasional sebagai bahasa slang untuk kegiatan nyimeng.
Anak-anak seumur kami pun asyik ber-stun-stun-an. "stun A, Stun B, Stun C, lariiii, sembunyi...", adalah bagian dari permainan kucing-kucingan. Belakangan beranjak remaja, saya baru tahu kalau Stun A-Stun B-Stun C adalah pelesetan, Di mana bila ada band kampung manggung di acara 17-an, bagaimanapun gayanya, selalu diminta untuk membawakan lagu Rolling Stones. " Stun A, Stun A!!!", demikian teriak para penonton kampung terhadap band kampung yang main di acara 17-an di kampung. Salah satu yang kuingat, saat itu di kampungku sebuah band kampung dengan pede meniru gaya personil Rolling stones saat manggung. Mulai dari kostum hingga stage attitude. Tapi yang mereka bawakan adalah lagu Nusantaran-nya Koes Ploes dan Borobudur-nya Julius Sitanggang (Hey, bagaimana kabarnya Abang satu ini?)
Hampir seperempat abad kemudian, tepatnya tahun 2002, EMI meluncurkan double album Forty Licks, berisi 40 lagu terbaik dan klasik dari Rolling Stones. Di sticker yang tertera di kaset berbunyi, "For the first time ever! The Definitive Rolling Stones Collection. 40 Remasteres Stones Classics Including 4 brand new songs". sampul berwarna dasar putih dengan gambar "letah Ngelel" berwarna-warni dan yang satunya judul lagu-lagu dalam double album itu.
Yeah, Rock 'N Roll is back baby. Aroma era 60-70an kembali meruyak seiring terdengarnya lagu-lagu Stones dari album 40 Licks. Walau menurut saya, Forty Licks tidak cukup memuaskan karena ada beberapa lagu yang tidak masuk kompilasi. Padahal dalam hemat saya lagu-lagu itu pantas dimasukkan dalam kompilasi itu untuk selanjutnya diperkenalkan pada generasi muda penerus bangsa RockNroll. sebut saja Dead Flower dari Album Sticky Finger, Sitting on A Fence, Suzy Q, Route 66. Yang sangat menyedihkan, Confession The Blues, Little Red Rooster yang sangat nge-blues tidak masuk, Padahal lagu-lagu itu adalah lagu klasik yang sangat RockNRoll dan mempengaruhi banyak lagu di kemudian hari.
Tapi memang seperti apa yang ditulis David Wild dalam pengantarnya "To some Forty Licks may be just some sort of pretty package, a handy souvenir, a convenient bit of mass musical merchandise. But for who those... here the first time ever in one place is nothing less than the Rosetta Stone of rock 'n roll, a living Bible for bad boys and girls of all ages..." Album forty Licks-nya Rolling Stones memang lebih dari sekedar kaset, tapi juga panduan gaya hidup bagi Rock N Roll enthusiast.
Dari sisi fashion, penampilan trend fashion anak muda juga kembali bergaya vintage rocknroll. bercelana jeans ketat dan berkaus ketat, rambut dipolem (poni lempar) atau bergaya rancung-gondrongnya Keith Richard. bahkan di Bandung, yang saya tahu, ada satu grup band yang berdandan a'la rock 'n roll dan hair do a'la Keith Richard. Yang keren, seluruh personil band tersebut seragam bergaya demikian. What a pity...
Bahkan beberapa group band scene lokal Bandung pun beberapa di antaranya kembali membawakan rock 'n roll dengan taste dan pengaruh kental Rolling Stones. Sangat nyetun. Stun lokal.
Eternal Recurrence of All Thing. Setelah era hingar bingar Hard Rock-Heavy Metal-Grunge-GrindCore-Nu Metal-Hip Metal, kini kembali bergaya rock n roll. Sambil terkantuk-kantuk karena begadang setelah melembur sampai pagi, saya mencoba mengobati kekecewaan saya dengan mengkompilasikan sendiri lagu-lagu Rolling Stones yang menurut saya keren. Dan oh, terkumpul sedikitnya 65 judul lagu... Saya berharap akan ada kompilasi resmi 65 licks dalam 4 album. Siapa tahu, dalam rock n roll selalu banyak yang bisa terjadi. ya, siapa tahu. Yeah...
11.02.2006
It's Over
http://6ix2o9ine.blogspot.com
Sudah selesai tugasku di Balikpapan.
Semoga memberi banyak hikmah dan kesabaran buatku.
Juga kesadaran dan kesembuhan buat mereka yang tidak bisa menepati janji dan menendangku bagai anjing dari sana...
Semoga.
Sudah selesai tugasku di Balikpapan.
Semoga memberi banyak hikmah dan kesabaran buatku.
Juga kesadaran dan kesembuhan buat mereka yang tidak bisa menepati janji dan menendangku bagai anjing dari sana...
Semoga.
9.08.2006
Anakku 1 Tahun
http://6ix2o9ine.blogspot.com
Alhamdulillah. Semoga Alloh SWT senentiasa melindungi dan menjaga kami semua. Terutama mengingat amanat yang dititipkanNya pada kami. Amanat yang paling membahagiakan kami.
selamat ulang tahun anakku. Semoga Alloh meberimu keleluasaan usia dan limpahan rezeki, menjadikan kau anak yang penuh kasih sayang serta dilimpahi kesabaran dan keteguhan hati...
8.11.2006
WHAT I HATE
Apa yang aku benci di sini adalah ketidakjelasan. bila lama tidak jelas, mungkin secepatnya aku akan pulang... pulang ke rumah biar dekat dengan anak dan istriku. masalah rezeki, sudah diatur Alloh SWT. Walau mungkin harus kerja lebih keras. Debt Collector? Cuekkin aja...
Gempa, Tsunami. dan Lia Eden
http://6ix2o9ine.blogspot.com
Pangandaran, 17 juli 2006, sekitar pukul 15.30-16.00, luluh lantak dalam sekejap setelah diganyang gempa berkekuatan 6,8 SR dan tsunami. Bumi ini berderai airmata lagi...
03 Agustus 2006, dalam suatu malam yang sedang resahnya, duengg, saya teringat pada beberapa berita sebelum gempa dan tsunami itu terjadi.
"Sebelum amar putusan dibacakan majelis hakim, Lia Eden sendiri menyatakan supaya majelis membebaskannya dari hukuman. Alasan yang dikemukakan Lia Eden, perbuatannya selama ini atas perintah Tuhan pula untuk membebaskan bangsa ini dari berbagai bencana.
"Perkenankan saya memohon Pak Hakim membebaskan saja saya dari hukuman. Bangsa ini membutuhkan saya, agar tidak ada lagi bencana. Saya bersedia dihukum mati, kalau perbuatan saya nanti tidak terbukti," kata Lia Eden.
Ketua Majelis Hakim Lief Sofijullah tidak menanggapi permohonan Lia Eden. Kemudian Lief membacakan amar putusan. Lia Eden pun menyimak dengan seksama.
Usai mendengar vonis dua tahun penjara, Lia Eden minta kesempatan untuk mengemukakan "firman Tuhan". Di antaranya meliputi ungkapan Lia Eden tidak merasa bersalah dan mengecam putusan majelis hakim. "Allah akan menyuarakan kemarahanku!" kata Lia Eden.
Pada persidangan tersebut, tim pembela terdakwa kembali menyatakan keluar dari persidangan, karena permintaan penggantian majelis hakim tidak dipenuhi" Kompas Online WWW. Kompas.Com, Jumat, 30 Juni 2006
Sengaja dikutipkan beberapa paragraf akhir dari arsip berita yang dapat ditelusuri di belukar internet yang menyesatkan.
Pertanyaannya adalah: adakah korelasi antara gempa dan tsunami Pangandaran dengan "firman" Lia Eden dalam drama pengadilan yang dilaksanakan di Jakarta tanggal 29 Juni 2006? Sekitar 18 hari sebelum gempa dan tsunami itu terjadi...
saya juga ingin tahu, apakah Lia Eden dan pengikutnya bersorak satt mengetahui berita ini? Atau bersedih? Atau?
Seandainya saja saya tahu...
Pangandaran, 17 juli 2006, sekitar pukul 15.30-16.00, luluh lantak dalam sekejap setelah diganyang gempa berkekuatan 6,8 SR dan tsunami. Bumi ini berderai airmata lagi...
03 Agustus 2006, dalam suatu malam yang sedang resahnya, duengg, saya teringat pada beberapa berita sebelum gempa dan tsunami itu terjadi.
"Sebelum amar putusan dibacakan majelis hakim, Lia Eden sendiri menyatakan supaya majelis membebaskannya dari hukuman. Alasan yang dikemukakan Lia Eden, perbuatannya selama ini atas perintah Tuhan pula untuk membebaskan bangsa ini dari berbagai bencana.
"Perkenankan saya memohon Pak Hakim membebaskan saja saya dari hukuman. Bangsa ini membutuhkan saya, agar tidak ada lagi bencana. Saya bersedia dihukum mati, kalau perbuatan saya nanti tidak terbukti," kata Lia Eden.
Ketua Majelis Hakim Lief Sofijullah tidak menanggapi permohonan Lia Eden. Kemudian Lief membacakan amar putusan. Lia Eden pun menyimak dengan seksama.
Usai mendengar vonis dua tahun penjara, Lia Eden minta kesempatan untuk mengemukakan "firman Tuhan". Di antaranya meliputi ungkapan Lia Eden tidak merasa bersalah dan mengecam putusan majelis hakim. "Allah akan menyuarakan kemarahanku!" kata Lia Eden.
Pada persidangan tersebut, tim pembela terdakwa kembali menyatakan keluar dari persidangan, karena permintaan penggantian majelis hakim tidak dipenuhi" Kompas Online WWW. Kompas.Com, Jumat, 30 Juni 2006
Sengaja dikutipkan beberapa paragraf akhir dari arsip berita yang dapat ditelusuri di belukar internet yang menyesatkan.
Pertanyaannya adalah: adakah korelasi antara gempa dan tsunami Pangandaran dengan "firman" Lia Eden dalam drama pengadilan yang dilaksanakan di Jakarta tanggal 29 Juni 2006? Sekitar 18 hari sebelum gempa dan tsunami itu terjadi...
saya juga ingin tahu, apakah Lia Eden dan pengikutnya bersorak satt mengetahui berita ini? Atau bersedih? Atau?
Seandainya saja saya tahu...
7.28.2006
Hobbit Dari Flores
http://6ix2o9ine.blogspot.com
FYI, asal tahu saja, kisah tentang Hobbit secara lebih komprehensif dapat dibaca di National Geographic Indonesia edisi perdana, April 2005. Fotonya mungkin masih dapat dilihat di nationalgeographic.com/magazine/0504. Secara ilmiah hobbit manusia dari Flores diberi nama Homo floresiensis, ditemukan pada tahun 2003 oleh sekelompok tim ahli dari berbagai negara (termasuk Indonesia). di sebuah tempat yang bernama Liang Bua. Hobbit sendiri merupakan nama yang diberikan berdasar nama seorang tokoh dalam film fiksi Lord of The Ring yang superkeren itu.
Untuk penentangan dan bantahan atas teori baru bahwa Hobbit adalah missing link bagi Homo sapiens, dapat dibaca di Harian Seputar Indonesia No. 321 Tahun ke-1/Sabtu 20 Mei 2006 Halaman 16 yang bersumber dari AFP.
Bantahan tersebut antara lain Hobbit adalah manusia Homo sapiens yang menderita penyakit microcephaly, yaitu kecilnya ukuran tubuh dan otak. Artikel bantahan tersebut juga merujuk pada majalah Science edisi 19 Mei (2006?). Artikel tersebut juga bahwa peralatan yang ditemukan bersama kerangka "Hobbit" dianggap terlalu kompleks untuk bisa dibuat maahluk dengan volume otak sebesar itu.
Artikel di Sindo yang mengutip pernyataan-pernyataan James Phillips, antropolog dari Field Museum Chicago, dari majalah Science juga menyatakan bahwa sangatlah tidak mungkin ada spesies manusia yang berbeda hidup di kawasan timur Indonesia itu, sebab pada masa itu Spesies Homo sapiens sudah menetap di daerah yang sekarang dikenal dengan nama Flores.
Demikian. Just check it out later.
tulisan ini pernah didistribusikan dalam mailing list blue hikers fsup 30 mei 2006
FYI, asal tahu saja, kisah tentang Hobbit secara lebih komprehensif dapat dibaca di National Geographic Indonesia edisi perdana, April 2005. Fotonya mungkin masih dapat dilihat di nationalgeographic.com/magazine/0504. Secara ilmiah hobbit manusia dari Flores diberi nama Homo floresiensis, ditemukan pada tahun 2003 oleh sekelompok tim ahli dari berbagai negara (termasuk Indonesia). di sebuah tempat yang bernama Liang Bua. Hobbit sendiri merupakan nama yang diberikan berdasar nama seorang tokoh dalam film fiksi Lord of The Ring yang superkeren itu.
Untuk penentangan dan bantahan atas teori baru bahwa Hobbit adalah missing link bagi Homo sapiens, dapat dibaca di Harian Seputar Indonesia No. 321 Tahun ke-1/Sabtu 20 Mei 2006 Halaman 16 yang bersumber dari AFP.
Bantahan tersebut antara lain Hobbit adalah manusia Homo sapiens yang menderita penyakit microcephaly, yaitu kecilnya ukuran tubuh dan otak. Artikel bantahan tersebut juga merujuk pada majalah Science edisi 19 Mei (2006?). Artikel tersebut juga bahwa peralatan yang ditemukan bersama kerangka "Hobbit" dianggap terlalu kompleks untuk bisa dibuat maahluk dengan volume otak sebesar itu.
Artikel di Sindo yang mengutip pernyataan-pernyataan James Phillips, antropolog dari Field Museum Chicago, dari majalah Science juga menyatakan bahwa sangatlah tidak mungkin ada spesies manusia yang berbeda hidup di kawasan timur Indonesia itu, sebab pada masa itu Spesies Homo sapiens sudah menetap di daerah yang sekarang dikenal dengan nama Flores.
Demikian. Just check it out later.
tulisan ini pernah didistribusikan dalam mailing list blue hikers fsup 30 mei 2006
Bila ada Da Vinci Code Versi Muslim
Selain membaca Da Vinci Code, saya juga kebetulan bisa mendapati buku Fakta dan Fiksi dalam The Da Vinci Code yang ditulis Steven Kellemeier yang diterbitkan oleh Optima Press. Apa yang dikemukakan Santi, ditulis dengan lebih detail dalam buku tersebut. Termasuk kutipan-kutipan Injil dan fakta-fakta sejarah Kristen yang diakui Gereja (Vatikan).
Namun saya ingin mengemukakan hal lain. Misalnya, bagaimana bial ilmu simbologi a'la Profesor Robert Langdon bisa diaplikasikan oleh ummat Muslim di Indonesia untuk kembali mendebat sejarah panjang tentang fakta dan fiksi dalam penyebaran Agama Islam di Indonesia. Misalnya saja, sepanjang yang saya ketahui di dalam Islam, pagan atau musrik adalah bid'ah (heretic/inggris) bidaah /kristen) yang sangat besar. Makanya ayat pertama surat Al Iklash menyatakan bahwa "Alloh/Tuhan itu Esa" Satu. Mono.Eka.
Perjalanan Islam di Tatar Sunda dan Jawa dan Nusantara pada umumnya, awalnya adalah sebuah penetrasi ke lingkungan masyarakat politheisme Hindu. Hingga saat ini, jejak-jejak politheisme (pagan) masih bersisa pada tarian, kebiasaan, bahkan sinkretis dengan ajaran agama. Di daerah Sumedang, tepatnya di Rancakalong, ada tradisi hajat bumi "ngalaksa" berbentuk pesta panen. Pada awalnya, menurut penuturan, ngalaksa ini ditujukan sebagai penghormatan pada Dewi sri atau Dewi Kesuburan atar keberhasilan panen padi. Penghormatan terhadap Dewi Sri ini juga mungkin salah santu bentuk pagan, yang kemudian sekarang beralih menjadi pesta panen biasa yang merupakan pesta sykuran terhadap Tuhan yang Esa.Simbol Dewi Sri sudah menghilang digantikan pemahaman berdasar agama Islam (yang monotheis), namun bentuk-bentuk ritualnya masih dilaksanakan dengan tertib.
Contoh lain, tradisi wayang kulit atau wayang golek adalah upaya para wali untuk mendistribusikan agama Islam di Jawa melalui media kesenian dan pemahaman masyarakat pada waktu itu. Pada jaman awal penyebarannya, masyarakat di Pulau Jawa umumnya beragama Hindu, Budha, atau kepercayaan terhadap Sanghyang Tunggal (Sunda Wiwitan) yang monotheis, tapi mengenal pula dea-dewi rendahan seperti Pertiwi (ibu bumi, dari khasanah Hindu, Pertevi), Dewi Sri (dewi padi), Mbah Jambrong (penguasa Angin) dll. Sampai sekarang, sinkretisme tersebut masih berjejak dalam kesenian wayang golek atau kulit. Media wayang, walau ditentang juga oleh sebagian umat Islam yang menginginkan kemurnian pengajaran agama, sampai sekarang masih dapat disaksikan di TV-TV atau di pertunjukan-pertunjukan.
Bagi masyarakat nelayan di Pantai selatan misalnya, jejak-jejak sinkretisme agama Islam dengan pagan dapat dilihat pada pesta laut. Biasanya perayaan pesta laut untuk meminta berkah dan keselamatan dari Tuhan via persembahan pada Ratu Laut Kidul. Sedangkan dalam bentuk tarian, masyarakat pesisir Pangandaran mengenal tari ritual Ronggeng Gunung yang pada intinya penghormatan pada ibu bumi seperti yang diceritakan Brown dalam The Da Vinci code. Hanya saja secara teknis, tarian ini hanya diikuti oleh satu orang perempuan yang berdiri di tengah lingkaran para lelaki yang menari mengelilinginya. Perempuan lain di lokasi tari ritual adalah sinden. Sisanya laki-laki. Bagi yang ingin melihat tarin ini, mungkin bisa menanyakan dokumentasi videony di UKM Lises yang taun 1997 lalu pernah mendokumentasikannya.
Pandangan Islam sebetrulnya jelas bahwa aktivitas-aktivitas tersebut adalah bid'ah. Namun entah kenapa, banyak juga yang masih mempertahankannya. Yang jelas, kalu du Pesta laut dan Hajat Bumi, biasanya dikelola Dinas Pariwisata setempat untuk menarik wisatawan dan tentu saja rupiah....
Seandainya saja Profesor Robert Langdon beraksi di Indonesia untuk mengungkap jejak pagan pada agama Islam di Indonesia. Bisa berahsilkah dia? Entah juga...
Demikian...
tulisan ini pernah didistribusikan dalam mailing list blue hikers fsup tanggal 6 juni 2006
Namun saya ingin mengemukakan hal lain. Misalnya, bagaimana bial ilmu simbologi a'la Profesor Robert Langdon bisa diaplikasikan oleh ummat Muslim di Indonesia untuk kembali mendebat sejarah panjang tentang fakta dan fiksi dalam penyebaran Agama Islam di Indonesia. Misalnya saja, sepanjang yang saya ketahui di dalam Islam, pagan atau musrik adalah bid'ah (heretic/inggris) bidaah /kristen) yang sangat besar. Makanya ayat pertama surat Al Iklash menyatakan bahwa "Alloh/Tuhan itu Esa" Satu. Mono.Eka.
Perjalanan Islam di Tatar Sunda dan Jawa dan Nusantara pada umumnya, awalnya adalah sebuah penetrasi ke lingkungan masyarakat politheisme Hindu. Hingga saat ini, jejak-jejak politheisme (pagan) masih bersisa pada tarian, kebiasaan, bahkan sinkretis dengan ajaran agama. Di daerah Sumedang, tepatnya di Rancakalong, ada tradisi hajat bumi "ngalaksa" berbentuk pesta panen. Pada awalnya, menurut penuturan, ngalaksa ini ditujukan sebagai penghormatan pada Dewi sri atau Dewi Kesuburan atar keberhasilan panen padi. Penghormatan terhadap Dewi Sri ini juga mungkin salah santu bentuk pagan, yang kemudian sekarang beralih menjadi pesta panen biasa yang merupakan pesta sykuran terhadap Tuhan yang Esa.Simbol Dewi Sri sudah menghilang digantikan pemahaman berdasar agama Islam (yang monotheis), namun bentuk-bentuk ritualnya masih dilaksanakan dengan tertib.
Contoh lain, tradisi wayang kulit atau wayang golek adalah upaya para wali untuk mendistribusikan agama Islam di Jawa melalui media kesenian dan pemahaman masyarakat pada waktu itu. Pada jaman awal penyebarannya, masyarakat di Pulau Jawa umumnya beragama Hindu, Budha, atau kepercayaan terhadap Sanghyang Tunggal (Sunda Wiwitan) yang monotheis, tapi mengenal pula dea-dewi rendahan seperti Pertiwi (ibu bumi, dari khasanah Hindu, Pertevi), Dewi Sri (dewi padi), Mbah Jambrong (penguasa Angin) dll. Sampai sekarang, sinkretisme tersebut masih berjejak dalam kesenian wayang golek atau kulit. Media wayang, walau ditentang juga oleh sebagian umat Islam yang menginginkan kemurnian pengajaran agama, sampai sekarang masih dapat disaksikan di TV-TV atau di pertunjukan-pertunjukan.
Bagi masyarakat nelayan di Pantai selatan misalnya, jejak-jejak sinkretisme agama Islam dengan pagan dapat dilihat pada pesta laut. Biasanya perayaan pesta laut untuk meminta berkah dan keselamatan dari Tuhan via persembahan pada Ratu Laut Kidul. Sedangkan dalam bentuk tarian, masyarakat pesisir Pangandaran mengenal tari ritual Ronggeng Gunung yang pada intinya penghormatan pada ibu bumi seperti yang diceritakan Brown dalam The Da Vinci code. Hanya saja secara teknis, tarian ini hanya diikuti oleh satu orang perempuan yang berdiri di tengah lingkaran para lelaki yang menari mengelilinginya. Perempuan lain di lokasi tari ritual adalah sinden. Sisanya laki-laki. Bagi yang ingin melihat tarin ini, mungkin bisa menanyakan dokumentasi videony di UKM Lises yang taun 1997 lalu pernah mendokumentasikannya.
Pandangan Islam sebetrulnya jelas bahwa aktivitas-aktivitas tersebut adalah bid'ah. Namun entah kenapa, banyak juga yang masih mempertahankannya. Yang jelas, kalu du Pesta laut dan Hajat Bumi, biasanya dikelola Dinas Pariwisata setempat untuk menarik wisatawan dan tentu saja rupiah....
Seandainya saja Profesor Robert Langdon beraksi di Indonesia untuk mengungkap jejak pagan pada agama Islam di Indonesia. Bisa berahsilkah dia? Entah juga...
Demikian...
tulisan ini pernah didistribusikan dalam mailing list blue hikers fsup tanggal 6 juni 2006
HUMAN, ALL TOO HUMAN
Human, all too human 1). Bagaimana tidak, segala hal harus selalu berdasar pada manusia dan kepentingannya. Pola fikir cartesian 2). dan antroposentris yang didedahkan Descartes sebagai cogito ergo sum, selalu menempatkan manusia sebagai subyek-yang-berfikir dan menempatkan selain manusia sebagai obyek-yang-tidak-berfikir. Manusia kemudian menobatkan dirinya sebagai, uh, hell yeah, penguasa alam semesta.
Human, all too human. Cara berfikir demikian memang kemudian melahirkan banyak pemberani. Para pemberani yang demikian rasional, yang selalu menolak apapun yang tidak ada di dalam fikirannya. Cogito ergo sum, aku berfikir maka aku ada. Para pemberani yang ingin menunjukkan pada dunia bahwa mereka ada, eksis, karena merasa telah berfikir dan bertindak benar.
Para pemberani itu menjelajah berbagi pelosok negeri, merasuki dalamnya samudera, mendaki tingginya gunung, menjelajah luasnya angkasa, serta mencari tempat-tempat terpencil yang tidak ada dalam peta untuk berbagai kepentingan. Hutan yang lebat dan angker pun dirambah, untuk kemudian diranjah, dan disulap menjadi negeri yang makmur gemah ripah loh jinawi. Seperti dalam cerita Mahabarata, saat Bima sang perkasa membabat habis Alas Amer untuk menemukan ajian Naga Percona. Lalu, hutan yang telah gundul tersebut lambat laun berubah menjadi suatu negeri yang dikenal sebagai Amartapura.
Tidak pernah diceritakan bagaimana nasib satwa atau berbagai tumbuhan yang terpaksa harus lari atau menjadi martir, sahid, akibat dihajar keperkasaan Bima. Hal yang sama juga terjadi saat berdirinya Athena, Roma, Moskow, Beijing, Washington DC, Jakarta, Bandung, Surabaya, Banda Aceh, Balikpapan, Ciamis, Garut, Tasikmalaya dan sebutlah semua nama kota yang ada di dalam peta atau di ensiklopedia termutakhir. Kota-kota itu dibangun oleh Bima-Bima lain dengan menghancurkan hutan-hutan.
Atau, bermainlah game komputer yang berjudul Age of Empire II dari Microsoft, Warcraft III: Reign Of Chaos dari Blizzard Entertainment, atau game-game strategi lainnya yang mengisahkan betapa rakusnya peradaban manusia akan sumber daya alam. Untuk berperang atau berdagang, manusia perlu biaya. Biaya bisa didapat dari tambang emas atau dengan cara membabat hutan. Kemudian hasil tambang dan hasil hutan dipakai untuk membangun peradaban. Semakin tinggi peradaban semakin kuat perekonomian, dan semakin maju ilmu pengetahuan. Untuk kemudian melahirkan peperangan antar ras antar bangsa atas nama imperialisme.
Tidak pernah diceritakan dalam game-game tersebut bila manusia menanam dan merawat hutan, yang ada hanya menghancurkannya. Perkecualian dalam Warcraft III: Reign of Chaos, hanya bangsa peri (Elf) yang mau merawat hutan. Mereka tidak pernah menebang pohon yang memang menjadi bagian dari dirinya. Mereka bisa memanfaatkan potensi hutan tanpa menghancurkannya. Permasalahannya adalah, peri bukan manusia dan mereka tidak pernah ada di dunia nyata.
Seperti halnya dengan banyak kasus di Kalimantan. Pulau yang ‘dikuasai’ oleh Indonesia, Malaysia, dan Brunai Darussalam ini masih menggemakan dirinya sebagai pulau hutan. Luasnya hutan di Kalimantan masih mengalahkan luas pulau Jawa. Dulu hampir 100% pulau ini merupakan hutan lebat, hutan hujan tropis yang sangat-sangat ‘hutan’. Hutan yang ‘hutan banget gitu lho’.
Tetapi seiring kedatangan para pemberani yang datang untuk mencari sumber minyak dan batubara, para pendakwah agama, para politikus, para penjelajah, para pecinta alam, para peneliti, para petani, transmigran, guru, polisi, tentara, bapak-bapak, ibu-ibu, anak-anak, berkuranglah hutan hujan Kalimantan dengan sangat drastis. Isi hutan yang kaya dengan berbagai satwa dan tumbuhan berubah menjadi desa-desa, ladang-ladang, kebun kelapa sawit, tambang batubara, kota-kota, atau menjadi tanah yang hanya bisa ditumbuhi alang-alang. Kayu-kayu hutan menjadi bagian dari rumah-rumah mewah di Jakarta dan kota-kota lainnya. Bahkan Perhutani, yang seharusnya mengelola hutan sesuai proporsi dan kebutuhan alam, dengan bangga menempatkan tunggul kayu dari hutan jarahannya di Kalimantan sebagai hiasan dan prasasti di gedung mereka yang megah di Jakarta.
Human, all too human. Apapun selalu dilakukan berdasar kepentingan manusia. Tidak pernah dikisahkan kemudian, bagaimana nasib satwa-satwa hutan, yang sebetulnya merupakan ‘pemilik’ asli hutan-hutan tersebut. Bahkan, selain satwa dan tumbuhan, kelompok manusia lainnya pun tergusur dari hutan. Entah apa dan bagaimana nasib orang Dayak, orang Baduy, orang Kubu, orang Anak Dalam, orang Indian tanpa hutan. Apakah mereka akan punah juga seperti Harimau Jawa atau Badak Jawa? Entahlah.
Hal yang pasti, hutan hujan di Kalimantan kini sedang terancam oleh keserakahan dan kerakusan manusia. Sialnya lagi, karakter tanah Kalimantan sangat tidak memungkinkan untuk reboisasi hutan seperti yang selama ini digembar-gemborkan pemerintah. Bila pulau Jawa kini sudah kehilangan hutan, maka Kalimantan terancam mengalami nasib yang sama di masa yang akan datang. Maka bila ada pendapat yang mengatakan bahwa Kalimantan akan berubah menjadi padang pasir, pendapat itu benar. Kecuali bila para manusia mau mengalah untuk kepentingan lain di luar kepentingannya sebagai manusia…
1). Human, too human, adalah istilah yang diperkenalkan filsuf Jerman akhir abad XIX, Nietzsche dalam buku Ecce Homo, saat menyoroti perilaku manusia dan menguatkan konsep Nietzche tentang manusia yang sempurna. Diterjemahkan oleh ST. Sunardi sebagai ‘manusia terlalu manusiawi’.
2). Manusia adalah subyek dan lainnya hanyalah obyek.
Human, all too human 1). Bagaimana tidak, segala hal harus selalu berdasar pada manusia dan kepentingannya. Pola fikir cartesian 2). dan antroposentris yang didedahkan Descartes sebagai cogito ergo sum, selalu menempatkan manusia sebagai subyek-yang-berfikir dan menempatkan selain manusia sebagai obyek-yang-tidak-berfikir. Manusia kemudian menobatkan dirinya sebagai, uh, hell yeah, penguasa alam semesta.
Human, all too human. Cara berfikir demikian memang kemudian melahirkan banyak pemberani. Para pemberani yang demikian rasional, yang selalu menolak apapun yang tidak ada di dalam fikirannya. Cogito ergo sum, aku berfikir maka aku ada. Para pemberani yang ingin menunjukkan pada dunia bahwa mereka ada, eksis, karena merasa telah berfikir dan bertindak benar.
Para pemberani itu menjelajah berbagi pelosok negeri, merasuki dalamnya samudera, mendaki tingginya gunung, menjelajah luasnya angkasa, serta mencari tempat-tempat terpencil yang tidak ada dalam peta untuk berbagai kepentingan. Hutan yang lebat dan angker pun dirambah, untuk kemudian diranjah, dan disulap menjadi negeri yang makmur gemah ripah loh jinawi. Seperti dalam cerita Mahabarata, saat Bima sang perkasa membabat habis Alas Amer untuk menemukan ajian Naga Percona. Lalu, hutan yang telah gundul tersebut lambat laun berubah menjadi suatu negeri yang dikenal sebagai Amartapura.
Tidak pernah diceritakan bagaimana nasib satwa atau berbagai tumbuhan yang terpaksa harus lari atau menjadi martir, sahid, akibat dihajar keperkasaan Bima. Hal yang sama juga terjadi saat berdirinya Athena, Roma, Moskow, Beijing, Washington DC, Jakarta, Bandung, Surabaya, Banda Aceh, Balikpapan, Ciamis, Garut, Tasikmalaya dan sebutlah semua nama kota yang ada di dalam peta atau di ensiklopedia termutakhir. Kota-kota itu dibangun oleh Bima-Bima lain dengan menghancurkan hutan-hutan.
Atau, bermainlah game komputer yang berjudul Age of Empire II dari Microsoft, Warcraft III: Reign Of Chaos dari Blizzard Entertainment, atau game-game strategi lainnya yang mengisahkan betapa rakusnya peradaban manusia akan sumber daya alam. Untuk berperang atau berdagang, manusia perlu biaya. Biaya bisa didapat dari tambang emas atau dengan cara membabat hutan. Kemudian hasil tambang dan hasil hutan dipakai untuk membangun peradaban. Semakin tinggi peradaban semakin kuat perekonomian, dan semakin maju ilmu pengetahuan. Untuk kemudian melahirkan peperangan antar ras antar bangsa atas nama imperialisme.
Tidak pernah diceritakan dalam game-game tersebut bila manusia menanam dan merawat hutan, yang ada hanya menghancurkannya. Perkecualian dalam Warcraft III: Reign of Chaos, hanya bangsa peri (Elf) yang mau merawat hutan. Mereka tidak pernah menebang pohon yang memang menjadi bagian dari dirinya. Mereka bisa memanfaatkan potensi hutan tanpa menghancurkannya. Permasalahannya adalah, peri bukan manusia dan mereka tidak pernah ada di dunia nyata.
Seperti halnya dengan banyak kasus di Kalimantan. Pulau yang ‘dikuasai’ oleh Indonesia, Malaysia, dan Brunai Darussalam ini masih menggemakan dirinya sebagai pulau hutan. Luasnya hutan di Kalimantan masih mengalahkan luas pulau Jawa. Dulu hampir 100% pulau ini merupakan hutan lebat, hutan hujan tropis yang sangat-sangat ‘hutan’. Hutan yang ‘hutan banget gitu lho’.
Tetapi seiring kedatangan para pemberani yang datang untuk mencari sumber minyak dan batubara, para pendakwah agama, para politikus, para penjelajah, para pecinta alam, para peneliti, para petani, transmigran, guru, polisi, tentara, bapak-bapak, ibu-ibu, anak-anak, berkuranglah hutan hujan Kalimantan dengan sangat drastis. Isi hutan yang kaya dengan berbagai satwa dan tumbuhan berubah menjadi desa-desa, ladang-ladang, kebun kelapa sawit, tambang batubara, kota-kota, atau menjadi tanah yang hanya bisa ditumbuhi alang-alang. Kayu-kayu hutan menjadi bagian dari rumah-rumah mewah di Jakarta dan kota-kota lainnya. Bahkan Perhutani, yang seharusnya mengelola hutan sesuai proporsi dan kebutuhan alam, dengan bangga menempatkan tunggul kayu dari hutan jarahannya di Kalimantan sebagai hiasan dan prasasti di gedung mereka yang megah di Jakarta.
Human, all too human. Apapun selalu dilakukan berdasar kepentingan manusia. Tidak pernah dikisahkan kemudian, bagaimana nasib satwa-satwa hutan, yang sebetulnya merupakan ‘pemilik’ asli hutan-hutan tersebut. Bahkan, selain satwa dan tumbuhan, kelompok manusia lainnya pun tergusur dari hutan. Entah apa dan bagaimana nasib orang Dayak, orang Baduy, orang Kubu, orang Anak Dalam, orang Indian tanpa hutan. Apakah mereka akan punah juga seperti Harimau Jawa atau Badak Jawa? Entahlah.
Hal yang pasti, hutan hujan di Kalimantan kini sedang terancam oleh keserakahan dan kerakusan manusia. Sialnya lagi, karakter tanah Kalimantan sangat tidak memungkinkan untuk reboisasi hutan seperti yang selama ini digembar-gemborkan pemerintah. Bila pulau Jawa kini sudah kehilangan hutan, maka Kalimantan terancam mengalami nasib yang sama di masa yang akan datang. Maka bila ada pendapat yang mengatakan bahwa Kalimantan akan berubah menjadi padang pasir, pendapat itu benar. Kecuali bila para manusia mau mengalah untuk kepentingan lain di luar kepentingannya sebagai manusia…
1). Human, too human, adalah istilah yang diperkenalkan filsuf Jerman akhir abad XIX, Nietzsche dalam buku Ecce Homo, saat menyoroti perilaku manusia dan menguatkan konsep Nietzche tentang manusia yang sempurna. Diterjemahkan oleh ST. Sunardi sebagai ‘manusia terlalu manusiawi’.
2). Manusia adalah subyek dan lainnya hanyalah obyek.
surrender mean never go home
surrender mean never go home. jangan menyerah kawan. anak dan istri menunggu kamu pulang dengan cerita keberhasilan. setidaknya, mereka menunggu kamu pulang dengan cerita-cerita pemberontakan melawan nasib dan mungkin takdir.
surrender mean never go home. mari merebut keseimbangan...
surrender mean never go home. mari merebut keseimbangan...