Selain membaca Da Vinci Code, saya juga kebetulan bisa mendapati buku Fakta dan Fiksi dalam The Da Vinci Code yang ditulis Steven Kellemeier yang diterbitkan oleh Optima Press. Apa yang dikemukakan Santi, ditulis dengan lebih detail dalam buku tersebut. Termasuk kutipan-kutipan Injil dan fakta-fakta sejarah Kristen yang diakui Gereja (Vatikan).
Namun saya ingin mengemukakan hal lain. Misalnya, bagaimana bial ilmu simbologi a'la Profesor Robert Langdon bisa diaplikasikan oleh ummat Muslim di Indonesia untuk kembali mendebat sejarah panjang tentang fakta dan fiksi dalam penyebaran Agama Islam di Indonesia. Misalnya saja, sepanjang yang saya ketahui di dalam Islam, pagan atau musrik adalah bid'ah (heretic/inggris) bidaah /kristen) yang sangat besar. Makanya ayat pertama surat Al Iklash menyatakan bahwa "Alloh/Tuhan itu Esa" Satu. Mono.Eka.
Perjalanan Islam di Tatar Sunda dan Jawa dan Nusantara pada umumnya, awalnya adalah sebuah penetrasi ke lingkungan masyarakat politheisme Hindu. Hingga saat ini, jejak-jejak politheisme (pagan) masih bersisa pada tarian, kebiasaan, bahkan sinkretis dengan ajaran agama. Di daerah Sumedang, tepatnya di Rancakalong, ada tradisi hajat bumi "ngalaksa" berbentuk pesta panen. Pada awalnya, menurut penuturan, ngalaksa ini ditujukan sebagai penghormatan pada Dewi sri atau Dewi Kesuburan atar keberhasilan panen padi. Penghormatan terhadap Dewi Sri ini juga mungkin salah santu bentuk pagan, yang kemudian sekarang beralih menjadi pesta panen biasa yang merupakan pesta sykuran terhadap Tuhan yang Esa.Simbol Dewi Sri sudah menghilang digantikan pemahaman berdasar agama Islam (yang monotheis), namun bentuk-bentuk ritualnya masih dilaksanakan dengan tertib.
Contoh lain, tradisi wayang kulit atau wayang golek adalah upaya para wali untuk mendistribusikan agama Islam di Jawa melalui media kesenian dan pemahaman masyarakat pada waktu itu. Pada jaman awal penyebarannya, masyarakat di Pulau Jawa umumnya beragama Hindu, Budha, atau kepercayaan terhadap Sanghyang Tunggal (Sunda Wiwitan) yang monotheis, tapi mengenal pula dea-dewi rendahan seperti Pertiwi (ibu bumi, dari khasanah Hindu, Pertevi), Dewi Sri (dewi padi), Mbah Jambrong (penguasa Angin) dll. Sampai sekarang, sinkretisme tersebut masih berjejak dalam kesenian wayang golek atau kulit. Media wayang, walau ditentang juga oleh sebagian umat Islam yang menginginkan kemurnian pengajaran agama, sampai sekarang masih dapat disaksikan di TV-TV atau di pertunjukan-pertunjukan.
Bagi masyarakat nelayan di Pantai selatan misalnya, jejak-jejak sinkretisme agama Islam dengan pagan dapat dilihat pada pesta laut. Biasanya perayaan pesta laut untuk meminta berkah dan keselamatan dari Tuhan via persembahan pada Ratu Laut Kidul. Sedangkan dalam bentuk tarian, masyarakat pesisir Pangandaran mengenal tari ritual Ronggeng Gunung yang pada intinya penghormatan pada ibu bumi seperti yang diceritakan Brown dalam The Da Vinci code. Hanya saja secara teknis, tarian ini hanya diikuti oleh satu orang perempuan yang berdiri di tengah lingkaran para lelaki yang menari mengelilinginya. Perempuan lain di lokasi tari ritual adalah sinden. Sisanya laki-laki. Bagi yang ingin melihat tarin ini, mungkin bisa menanyakan dokumentasi videony di UKM Lises yang taun 1997 lalu pernah mendokumentasikannya.
Pandangan Islam sebetrulnya jelas bahwa aktivitas-aktivitas tersebut adalah bid'ah. Namun entah kenapa, banyak juga yang masih mempertahankannya. Yang jelas, kalu du Pesta laut dan Hajat Bumi, biasanya dikelola Dinas Pariwisata setempat untuk menarik wisatawan dan tentu saja rupiah....
Seandainya saja Profesor Robert Langdon beraksi di Indonesia untuk mengungkap jejak pagan pada agama Islam di Indonesia. Bisa berahsilkah dia? Entah juga...
Demikian...
tulisan ini pernah didistribusikan dalam mailing list blue hikers fsup tanggal 6 juni 2006
Namun saya ingin mengemukakan hal lain. Misalnya, bagaimana bial ilmu simbologi a'la Profesor Robert Langdon bisa diaplikasikan oleh ummat Muslim di Indonesia untuk kembali mendebat sejarah panjang tentang fakta dan fiksi dalam penyebaran Agama Islam di Indonesia. Misalnya saja, sepanjang yang saya ketahui di dalam Islam, pagan atau musrik adalah bid'ah (heretic/inggris) bidaah /kristen) yang sangat besar. Makanya ayat pertama surat Al Iklash menyatakan bahwa "Alloh/Tuhan itu Esa" Satu. Mono.Eka.
Perjalanan Islam di Tatar Sunda dan Jawa dan Nusantara pada umumnya, awalnya adalah sebuah penetrasi ke lingkungan masyarakat politheisme Hindu. Hingga saat ini, jejak-jejak politheisme (pagan) masih bersisa pada tarian, kebiasaan, bahkan sinkretis dengan ajaran agama. Di daerah Sumedang, tepatnya di Rancakalong, ada tradisi hajat bumi "ngalaksa" berbentuk pesta panen. Pada awalnya, menurut penuturan, ngalaksa ini ditujukan sebagai penghormatan pada Dewi sri atau Dewi Kesuburan atar keberhasilan panen padi. Penghormatan terhadap Dewi Sri ini juga mungkin salah santu bentuk pagan, yang kemudian sekarang beralih menjadi pesta panen biasa yang merupakan pesta sykuran terhadap Tuhan yang Esa.Simbol Dewi Sri sudah menghilang digantikan pemahaman berdasar agama Islam (yang monotheis), namun bentuk-bentuk ritualnya masih dilaksanakan dengan tertib.
Contoh lain, tradisi wayang kulit atau wayang golek adalah upaya para wali untuk mendistribusikan agama Islam di Jawa melalui media kesenian dan pemahaman masyarakat pada waktu itu. Pada jaman awal penyebarannya, masyarakat di Pulau Jawa umumnya beragama Hindu, Budha, atau kepercayaan terhadap Sanghyang Tunggal (Sunda Wiwitan) yang monotheis, tapi mengenal pula dea-dewi rendahan seperti Pertiwi (ibu bumi, dari khasanah Hindu, Pertevi), Dewi Sri (dewi padi), Mbah Jambrong (penguasa Angin) dll. Sampai sekarang, sinkretisme tersebut masih berjejak dalam kesenian wayang golek atau kulit. Media wayang, walau ditentang juga oleh sebagian umat Islam yang menginginkan kemurnian pengajaran agama, sampai sekarang masih dapat disaksikan di TV-TV atau di pertunjukan-pertunjukan.
Bagi masyarakat nelayan di Pantai selatan misalnya, jejak-jejak sinkretisme agama Islam dengan pagan dapat dilihat pada pesta laut. Biasanya perayaan pesta laut untuk meminta berkah dan keselamatan dari Tuhan via persembahan pada Ratu Laut Kidul. Sedangkan dalam bentuk tarian, masyarakat pesisir Pangandaran mengenal tari ritual Ronggeng Gunung yang pada intinya penghormatan pada ibu bumi seperti yang diceritakan Brown dalam The Da Vinci code. Hanya saja secara teknis, tarian ini hanya diikuti oleh satu orang perempuan yang berdiri di tengah lingkaran para lelaki yang menari mengelilinginya. Perempuan lain di lokasi tari ritual adalah sinden. Sisanya laki-laki. Bagi yang ingin melihat tarin ini, mungkin bisa menanyakan dokumentasi videony di UKM Lises yang taun 1997 lalu pernah mendokumentasikannya.
Pandangan Islam sebetrulnya jelas bahwa aktivitas-aktivitas tersebut adalah bid'ah. Namun entah kenapa, banyak juga yang masih mempertahankannya. Yang jelas, kalu du Pesta laut dan Hajat Bumi, biasanya dikelola Dinas Pariwisata setempat untuk menarik wisatawan dan tentu saja rupiah....
Seandainya saja Profesor Robert Langdon beraksi di Indonesia untuk mengungkap jejak pagan pada agama Islam di Indonesia. Bisa berahsilkah dia? Entah juga...
Demikian...
tulisan ini pernah didistribusikan dalam mailing list blue hikers fsup tanggal 6 juni 2006
No comments:
Post a Comment