Upaya Permadi Arya & Jack Lapian mengadu domba ummat beragama kembali gagal. Dengan mengadukan statemen ilmiah Rocky Gerung, sepertinya ada agenda terselubung mereka untuk mengadu domba ummat Islam dengan umat beragama lain.
Rocky Gerung, sang filsuf, tidak banyak diketahui agamanya apa. Dari berbagai tulisan, RG adalah umat Nasrani.
Tetapi mengapa statemen RG yang mengatakan 'kitab suci itu fiksi' banyak dibela (bahkan dipuji), bahkan oleh mereka yang beragama Islam?
Rocky Gerung, sang filsuf, tidak banyak diketahui agamanya apa. Dari berbagai tulisan, RG adalah umat Nasrani.
Tetapi mengapa statemen RG yang mengatakan 'kitab suci itu fiksi' banyak dibela (bahkan dipuji), bahkan oleh mereka yang beragama Islam?
Ini asumsi saya:
1. Statemen RG adalah statemen ilmiah, sesuai bidang keilmuannya: filsafat. Walau tentu tidak banyak juga diterima oleh sebagian ummat Islam yang, menurut saya, agak kurang mau belajar filsafat sebagai cara belajar berlogika & bernalar.
2. RG adalah, bila betul ia beragama Nasrani, adalah simbol kegelisahan WNI atas berbagai kegaduhan di era Rezim Jokowi.
Dengan demikian, kehadirannya meruntuhkan klaim sepihak mereka yang pro Istana, bahwa kegaduhan di rezim Jokowi ini disebabkan oleh ummat Islam yang mayoritas. RG adalah representasi kegelisahan warga negara akan kualitas bangsa. Tidak hanya ummat Islam.
3. Dalam beberapa penampilannya di ILC, RG selalu menyoroti kualitas dan sistematika berfikir bangsa yang menurutnya sudah pada tahap 'mengkhawatirkan'. Dengan membahas fiksi & fiktif dari kacamata filsafat & epistemologi ia membongkar bagaimana sebuah rezim membodoh-bodohi warganya melalui bahasa.
Sedikit mirip saya rasa, dengan Foucoult yang merekontruksi pemikiran Barat melalui genealogi moral-nya. Atau Jacques Derrida yang mendekonstruksilan makna peradaban Barat
Apalagi RG juga dikenal sebagai pembaca & penafsir Juergen Habermas yang ‘berat’.
1. Statemen RG adalah statemen ilmiah, sesuai bidang keilmuannya: filsafat. Walau tentu tidak banyak juga diterima oleh sebagian ummat Islam yang, menurut saya, agak kurang mau belajar filsafat sebagai cara belajar berlogika & bernalar.
2. RG adalah, bila betul ia beragama Nasrani, adalah simbol kegelisahan WNI atas berbagai kegaduhan di era Rezim Jokowi.
Dengan demikian, kehadirannya meruntuhkan klaim sepihak mereka yang pro Istana, bahwa kegaduhan di rezim Jokowi ini disebabkan oleh ummat Islam yang mayoritas. RG adalah representasi kegelisahan warga negara akan kualitas bangsa. Tidak hanya ummat Islam.
3. Dalam beberapa penampilannya di ILC, RG selalu menyoroti kualitas dan sistematika berfikir bangsa yang menurutnya sudah pada tahap 'mengkhawatirkan'. Dengan membahas fiksi & fiktif dari kacamata filsafat & epistemologi ia membongkar bagaimana sebuah rezim membodoh-bodohi warganya melalui bahasa.
Sedikit mirip saya rasa, dengan Foucoult yang merekontruksi pemikiran Barat melalui genealogi moral-nya. Atau Jacques Derrida yang mendekonstruksilan makna peradaban Barat
Apalagi RG juga dikenal sebagai pembaca & penafsir Juergen Habermas yang ‘berat’.
4. Upaya mempolisikan RG juga akan membuat negara semakin bertingkah lucu. Karena banyak laporan ummat Islam pada pelaku penistaan agama yang tidak diproses.
Contohnya, Ade Armando, yang juga dosen UI yang berulangkali dilaporkan oleh Johan Kahn, tetapi malah diSP3 oleh pihak kepolisian. Akibatnya berulang kali pula Ade Armando menista agama Islam, yang ia akui, sebagai agamanya.
Jadi kita singkat saja urusan RG ini. Kita fokus pada kebohongan-kebohongan yang disembunyikan rezim. Misalnya TKA asing yang bisa kerja di Indonesia, padahal jutaan orang Indonesia juga kesulitan pekerjaan yang layak. Ingat juga Pilkada & Pilpres makin dekat, makin banyak akrobat politik yang membahayakan persatuan & kesatuan.
Jangan terkecoh oleh badut-badut Istana seperti Abu Janda dkk. Mereka hanyalah umpan untuk banyak hal yang ingin ditutupi.
Ingat, negara banyak melakukan sulap. Mengalihkan isu ini itu dengan umpan-umpan yang menjebak.
Untuk menyaksikan sebuah pertunjukan sulap yang utuh sebagai sebuah hiburan, kita dipaksa untuk melihat terlalu dekat sehingga para pesulap mampu menipu mata kita, memanipulasi kenyataan, dan menguatkan hasrat bahwa pada dasarnya manusia senang ditipu (dan menipu). Itulah prinsip dasar sulap.
The closer you look, the less you see
No comments:
Post a Comment