Panas! Hal itu sangat terasa saat menyusuri jalan mencari Guha Walet yang menjadi destinasi ke dua dalam Geo Urban ke-25, Ahad 22 Desember 2024 kemarin.
Berjalan di tengah hari di perbukitan karst Rajamandala yang terletak di Cihea, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat membuat mood merosot drastis. Saat dicek di altimeter, ketinggiannya sekitar 400 m dpl.
Lebih rendah dari Bandung yang berada di ketinggian 700 m dpl.
Selain cuaca panas, hawa sekitar juga panas. Mungkin karena berada di kawasan kapur yang pada jaman dahulu kala merupakan lautan. Sepaket dengan Karst Citatah di Kabupaten Bandung Barat yang menjadi tetangganya.
Apalagi Habib Deni mendadak mengubah destinasi, dari tujuan caving ke gua Walet, diubah menjadi mencari puncak bukit yang ternyata tidak ada jalurnya alias harus mencari jalur sendiri. Padahal saya mendadak sudah membeli helm yang menjadi syarat untuk melakukan kegiatan di dalam gua (speologi/caving).
Sempat salah jalan ke sisi lain tebing yang sama sekali tidak ada jalan setapak menuju gua apalagi puncak. Kecuali mau membuat jalur pemanjatan melewati tebing yang berdiri 90°, yang tentu saja memerlukan skill dan peralatan khusus.
Beruntung bertemu Bah Ahim, warga setempat yang hendak ke kampung sebelah. 'Dibajak' oleh Habib Deni untuk mengantarkan ke puncak.
Lelaki yang berusia lebih dari 65 tahun itu dengan sigap membawa sebagian kecil rombongan. Termasuk di dalamnya ibu Vin, salah seorang peserta GeoUrban yang juga pelari Bandung Explorer.
Wanita yang usianya sebaya Abah Ahim itu memang batere alkaline. Ngabret terus, enggak ada habis-habisnya. Saat di Gunung Sangar sepekan sebelumnya, beliau sendiri yang mencapai puncak Mega dari Puncak Sangar dan lalu bertemu di pos 3 saat pulang.
Hanya beberapa orang yang mencapai puncak Guha Walet di ketinggian sekitar 737 m dpl (Peta RBI 1999). Saya, Zarin dan Mang Odik memilih dikerubungi nyamuk di rumpun kebun pisang di lereng di ketinggian sekitar 500 m dpl. Sebagian lainnya balik ke kanan kembali ke titik awal pemberangkatan.
Puncak Guha Walet memang tidak tinggi, lebih cocok disebut pasir atau bukit. Tetapi ia bisa mematahkan semangat, nyali dan motivasi untuk mencapai puncaknya. Selain hawa panas, juga pada siang itu tidak ada angin bertiup sama sekali.
Bahkan hingga di puncak, menurut Mang Andi Layau, "Euweuh angin-angin acan di luhur gé," katanya. Mang Andi, Bu Vin, Mang Deni, Adira, Baros, Mang Deden, Mang Askur dan Abah Ahim lah yang bisa mencapai puncak tinggi di Cihea itu. Mereka berhasil mengalahkan rasa malas dan udara panas yang membuat keringat deras mengucur tak berhenti.
GeoUrban ke-25 Ahad 22 Desember 2024 kemarin sebelum ke Cihea, adalah mengupas seulas soal Karst Citatah. Bertempat di Tebing 125 bersamaaan dengan kegiatan bersama antara APGI (Asosiasi Pemandu Gunung Indonesia) juga PGWI (Pemandu geo Wisata Indonesia).
Ricky N. Sastramihardja
📷 Deni Sugandi, Ibu Vin
🎥 Andi Lala
Tidak ada komentar:
Posting Komentar