Umroh itu ibadah, bukan olahraga. Tetapi untuk melaksanakannya, kita butuh fisik dan stamina yang prima.
Tapi pandangan ini tidak selalu tepat. Selama melakukan thowaf dan sa'i, ternyata realitasnya ada di antara jamaah umroh mereka memiliki keterbatasan fungsi fisik/disablitas atau sedang sakit.
Ada yang di kursi roda karena sedang sakit atau karena jasmaninya memiliki keterbatasan dan kekurangan, ada yang berjalan terpincang karena bentuk kaki yang ditakdirkan sejak lahir berbeda. Begitu juga ada yang ngesot karena bentuk tubuh yang tidak seperti orang lainnya.
Umroh itu undangan Alloh SWT. Bila sudah dipanggil, tak ada alasan untuk mengelak. Lagi bokek dan pengangguran pun bisa berangkat. Mereka yang fisiknya tidak sempurna pun bisa melaksanakan thowaf dan sa'i yang memerlukan daya tahan jasmani.
Bila sudah soal hati yang dirindu Sang Kholik, ketidaksempurnaan tubuh bukan penghalang. Vice versa.
Kembali lagi ke soal cardio, mudah-mudahan (seharusnya) sepulang perjalanan umroh jantung kita lebih sehat. Karena selama di Mekkah dan di Madinah kita selalu dipaksa untuk berjalan kaki dari dan ke mesjid, atau mencari makanan dan jajanan, atau berbelanja.
Mengitari Masjidil Haram yang luasnya lebih 35 ha dengan berjalan kaki tentu butuh effort. Begitu juga mengelilingi Masjidil Nabawi seluas lebih dari 24 ha.
Belum lagi yang doyan belanja-belanja. Mulai belanja serba 1 riyal hingga beli parfum ratusan riyal mengitari banyak kios dan pertokoan alias thowaf shopping.
Untuk thowaf dan sa'i, berdasar pedometer dari hotel hingga ke hotel lagi, tercatat sekitar 15.000 langkah atau bila dikonversi sekitar 10 km.
Jadi umroh tidak selalu soal kekuatan fisik, tetapi juga keteguhan mental. Serta insya Alloh sepulang berumroh, jantung kita lebih sehat dan kuat karena seringnya kita berjalan kaki
Jeddah 7 Syawal 2025/6 April 2025
Ricky N. Sastramihardja
Semula ditulis di Facebook 6 April 2025
Tidak ada komentar:
Posting Komentar