Durian (duren, kadu, Durio zibethinus) adalah salah satu buah tropis terkenal yang rasanya "wah'. Walau sekujur tubuhnya buahnya dilapisi duri-duri tajam, tetapi didalamnya terdapat daging buah yang, susah deh diceritakannya, pokoknya enakkk.
Cita rasa durian sebagai buah tropis yang eksotis merupakan cita rasa yang tak mudah dilupakan. Saking digemarinya durian ini, di Asia Tenggara, durian dianggap sebagai rajanya buah-buahan. Durian bahkan konon katanya di masa kolonial dulu melahirkan banyak pujian dan cercaan dari Tuan dan Noni Belande di masa itu. Pujian karena rasa buahnya, dan cercaan karena aromanya yang mana tahaannn.
Tentu saja masalah aroma yang menyengat itu tidak dimonopoli oleh keluhan orang Eropa atau kulit putih atau bangsa lainnya yang tidak mengenal buah durian. Tetapi orang Indonesia pun tidak semuanya tahan menghirup berlama-lama ditemani aroma durian yang lebih tajam daripada durinya itu.
Ada cerita dulu di sekitar tahun 50-an, di masa pemerintahan Soekarno saat itu. Indonesia yang sedang mesra-mesranya dengan blok Timur, kedatangan Kruschev, seorang pemimpin dari negara adidaya Uni soviet (yang sekarang sudah tinggal nama), yang merupakan salah satu negara terkuat di blok Timur. Setelah acara makan malam kenegaraan, Kruschev kemudian dipersilahkan mencicipi durian sebagai hidangan pencuci mulut. Kruschev tampaknya terpesona dan menikmati hidangan penutupnya itu.
Komentarnya adalah "buah yang enak, tetapi baunya busuk sekali..."
Ngomon-ngomong soal bule, rekan kerjaku saat aku bekerja untuk sebuah yayasan di Balikpapan, ada beberapa orang bule yang sangat doyan durian. Mungkin karena mereka adalah para ahli biologi yang terbiasa hidup di dalam hutan dan sudah lebih dari 10 tahun tinggal di Indonesia, sering bergaul dengan orang Indonesia. Salah satunya adalah sebut saja Mr. Kimabajo. WN Inggris ini sudah tinggal di Indonesia lebih dari 20 tahun. Kimabajo bahkan menikah dan beranak pinak dari seorang istri (sekarang sudah cerai) yang Manado asli (dan lahir di Cimahi). Mr. Kimabajo adalah salah satu dari sedikit bule pemakan durian. Bahkan dia rela merajuk demi mendapatkan satu atau dua butir buah durian yang sebetulnya merupakan jatah makanan beruang madu yang dipelihara di enklosur beruang madu.
Selain durian, ada juga buah yang mirip durian, baik casing maupun isinya, namun rasanya tidak sama. Orang Kalimantan memanggilnya buah Lae, yang masih serumpun dengan durian dan merupakan buah-buahan hasil hutan (bukan hasil budidaya). Rasanya lebih kecut dan 'tiis' (hambar) dan aromanya juga tidak setajam durian. Selain itu ukuannya biasanya kecil-kecil dengan warna kulit sedikit kemerahan/kecoklatan.
Selain menjadi primadona manusia, durian juga digemari oleh satwa hutan. Bahkan harimau yang karnivora pun menyukai juga buah durian. Di Sumatera sering ditemukan bekas-bekas durian yang sukses dimakan si Raja Rimba itu. Tak jarang juga, para penunggu durian jatuhan (durian yang masak di pohon dan kemudian jatuh sendiri), adu cepat dengan si Raja Rimba mengambil durian yang jatuh dari pohon. Konon, durian jatuhan rasanya leih enak daripada durian yang dibudidayakan (dan dipetik buahnya sebelum masak).
Kembali ke masa lalu, saat masih berusia 9 atau 10 tahun, nenek dari kampung mengirimi kami sekarung durian yang belum matang benar. Agar cepat matang, maka ibu menyimpannya karung buah durian itu di gudang yang gelap. Dipeuyeum (bahasa Sunda) atau diperam agar matang dan layak makan. Entah kenapa dan sedang apa, aku tiba-tiba berada di gudang itu. Karena buah durian tersebut sudah mulai matang, maka aromanya mulai menggelitik hidung. Dalam gelap dan pengapnya gudang, akhirnya kutemukan harta karunku saat itu: sekarung durian yang harum dan menggoda. Tanpa ba bu banyak cingcong, dengan kepolosan dan kebegoan seorang anak-anak, kubuka dan kumakan durian itu satu persatu sampai kenyang. Aku baru tersadar setelah kuhitung sisa buah duian tersebut yang hanya tinggal 2 atau 3 buah lagi. Mungkin saat itu aku telah menghabiskan hampir 10 buah durian. sendirian, kesurupan.
Sekarang sih aku gak sanggup kalau harus menghabiskan 10 buah durian sendirian. Bukan gak sanggup makan, tapi gak sanggup bayarnya. Tadi pagi paman istriku datang sambil membawa dua buah durian lokal. Tidak sebesar buah durian Sumatera atau Kalimantan, tapi rasanya, wahhh, dahsyat. Rela deh malam ini dijauhin istri karena nafasku bau duren. ML emang enak, tapi durian juga gak kalah enak. Ternyata emang yang berbau-bau alias beraroma rasanya emang super duper enak ya. Sebut saja petai, jengkol (dua-duanya aku gak doyan), terasi, asin jambal, juga ...... (isi sendiri, dimulai dari huruf M), hehehe...
cukup jauh dengan durian: klik http://en.wikipedia.org/wiki/Durians
No comments:
Post a Comment