Catatan Ini dipersembahkan untuk dua Sarjana Sastra baru: Oji dan Imad. Selamat ya.
Tahun 1999 yang lalu, saya berhasil lolos dari perangkap akademis yang membosankan melalui sebuah trial yang dikenal dengan nama skripsi. Bukan perjalanan mudah untuk lolos dan lulus. Tetapi sebetulnya juga tidak terlalu sulit untuk menyelesaikan skripsi. Mungkin bagi beberapa orang akan meremehkan prosesi akademik kuliah di jurusan Sastra Sunda. Jurusan yang dianaktirikan dan dianggap remeh, bahkan oleh para alumninya. Termasuk di dalamnya skripsi itu tadi.
Saya memasukan judul dan proposal penelitian pada semester XI atau tahun ajaran 1997/1998. Sedangkan skripsi tersebut ternyata baru kelar dua tahun kemudian atau akhir semester XIV di tahun ajaran 1998/1999. Itu pun masih ditambah dengan semester bonus alias summer class alias semester pendek. Shame on me, untung masih dapat A. Dengan susah payah dan katabelece. Masalahnya kenapa menjadi begitu lama adalah ada beberapa mata kuliah yang ternyata tak bisa dihapus/diganti, yang hanya bisa diikuti di semester pendek karena di semester reguler gak diambil/belum lulus. Masalah lain, saat itu saya masih keleyengan gara-gara di-PHK (Pemutusan Hubungan Kekasih) oleh seseorang yang kii sudah menjadi istri orang lain (Gusti, koq kasuat-suat lagi...), gak punya komputer, krismon, ganti judul, ganti pembimbing, dan banyak hal gak penting lainnya.
Kenapa banyak hal gak penting? Karena memang kebanyakan penghalang skripsi atau TA adalah hal-hal gak penting. Hal-hal yang seharusnya menjadi pemicu, bukan penghambat. Hitung-hitungan, jumlah-jamleh, skripsi tersebut menghaiskan dana penelitian sekitar Rp. 500.000 - Rp. 600.000, di luar ongkos-ongkos bimbingan. Kebanyakan uang sejumlah itu dibelikan buku, nge-print draft bimbingan (lebih dari 60%), dan keluyuran... Tidak termasuk ongkos ke sana ke mari lainnya yang tidak terhitung, plus sebuah kamera analog SLR Canon yang kusayangi, yang dijual untuk biaya skripsi (padahal duitnya dipake beli baju dan celana lapangan, kemping dan gentayangan ke mana-mana karena putus cinta...).
Dari segi waktu, bila sebetulnya efisien, skripsi hanya memerlukan waktu l.k. 3 bulan. Gak lebih. Molor jadi dua tahun? Berarti gak efisien... Untung saat itu banyak orang yang mau nolong buat support jasmani dan rohani. Seorang Deni Kadal menyediakan komputer yang bisa diakses siang malam buat pengerjaan skipsi (termasuk maen game, nge-BF, dan melototin gambar porno). Abah Donny yang 'kost-kostannya' di Panyawangan menjadi tempat buat banyak hal. BH dan sekre BH di student centre yang masih baru saat itu, yang jadi titik pemberangkatan buat pra-sidang (yang nyaris gagal karena baru bangun 5 menit sebelum pukul 09.00 WIB, jam yang disepakati untuk pra-sidang). Termasuk seorang Opah Tonny, yang dengan gayanya yang khas preman, memotivasi dengan satu kalimat sederhana "Mun maneh eureun kuliah gara-gara skripsi teu beres, aing moal wawuh deui ka maneh!!!"
Skripsi oh skripsi, bukan komputer atau segunduk buku yang dibutuhkan. Atau dosen pembimbing yang baik dan sedia kapan pun dibutuhkan. Tetapi skripsi lebih butuh motivasi daripada fasilitas. Di sela-sela inefisiensi itu, aku malah bisa membantu seorang Abah Donny menyelesaikan skripsinya, membantu membikin abstraksi skripsi linguistiknya Deni Kadal, membuat terjemahan simpulan dan abstrak dari Bahasa Indonesia ke bahasa Sunda punya Mang Rudi. Belum lagi membantu transliterasi English-Indonesianya Shinta dan Yuli Mini yang jurusan sastra Inggris, ide dan referensi tentang Issun Boshi dan Dora Emon buat TA-nya Angga Tyson yang Sastra Jepang. Biasa, rumput tetangga selalu lebih hijau. Tukul di sebrang lautan tampak jelas. Titi Kamal di depan mata ga keliatan...
Setelah skripsi selesai dan resmi menjadi penganggur, aku masih bisa bantu beberapa teman untuk menyelesaikan skrispsi. Aden yang Sarjana Hukum, yang lebih repot ngurusin komputer barunya yang sama sekali gak dia fahami daripada skripsinya (plus gonta-ganti pacar), Wilma yang sarjana Komunikasi yang minta ditemani begadang dan maen game di rumah Abah, diskusi dan sparring partner sama Imam Kerung buat ngebantu T.A.-nya Emul yang Sarjana Seni Rupa dari ISI Yogya. Termasuk dibayar Adjo Rp. 200.000 buat bikin draft dan kerangka skripsi sampai 60% jadi. Juga hibah sebagian buku buat seorang Pipit yang ternyata malah nikah sama orang lain :))
Motivasi. Hanya itu yang sekarang bisa diberikan. Karena pada umumnya, banyak mahasiswa gagal jadi sarjana karena tidak punya motivasi buat selesai. Tidak punya ide untuk memulai, dan malas untuk berfikir. Hanya motivasi yang baik yang bisa membangunkan orang-orang yang mau bangun dan mau maju... Motivasi yang baik hanya akan ngaruh pada orang yang terbuka pikirannya. Segoblok apapun bila motivasi dan motivatornya kuat, insya Alloh bisa lulus. Tapi sepintar apapun bila pikirannya gak terbuka, semuanya nonsense. Motivasi akan menjadi gayung bersambut hanya pada mereka yang ingin mengubah nasib.
Betul seperti apa yang dilansir Ayu, bahwa banyak hal seperti saat membuka selotip/solasiban. Selalu sulit di awalnya, tapi bila sudah tahu jalannya, akan lebih mudah dan tuntas. Kalimat ajaib itu saya dapat dari perkuliahan dengan Pak Hidayat Suryalaga di semester I. Saking ajaibnya, sampai hari ini kalimat itu masih terngiang-iang dan memancarkan pesona ajaibnya.
Mari memulai. Jangan ada kata tidak karena terlambat.
Dan skripsi? Bukan masalah berat koq.
Terima kasih buat banyak orang: sahabat dan kerabat. Kawan dan Lawan.
Pembimbing skripsi yang gak jelas ngebimbing apaan. Bapa dan Mamahku + dua adikku.
Termasuk Plato, Nietzsche, Karl Marx, Saussure, Freud, Heiddeger, Derrida, Foucault, Sartre, Albert Camus, Abrams, Renne & Wellek, A Teeuw, Jacobson, dan sedemikian banyak nama yang pernah menghantui kepalaku. Maaf, mulai dua tahun lalu aku mulai menghapus jejak kalian dari kepalaku...
1 comment:
siiip... deh salut euy.....!!! lam kenal d:)
Post a Comment