8.26.2024

CATATAN RINGKAS DARI DISKUSI PUBLIK BAROEANG KA NOE NGARORA


Daeng Kanduruan Ardiwinata namanya. Dari susunan namanya kita menangkap ada perpaduan dua budaya yang berbeda: budaya Makassar dan budaya Sunda, karena D.K. Ardiwinata, demikian ia dikenal, adalah keturunan Makassar- Sunda.

D.K Ardiwinata merupakan seorang sastrawan Sunda yang menjadi tonggak penulisan novel atau roman (prosa) berbahasa Sunda. Pada tahun 1914, terbit sebuah buku novel berbahasa Sunda dengan judul "Baruang Ka Nu Ngarora" (Racun Masa Muda) yang enam tahun terbit lebih awal dibanding novel berbahasa Melayu/Indonesia, "Azab dan Sengsara" karya Merari Siregar (1920).

Dalam penelitian awal saya untuk keperluan skripsi sarjana di prodi sastra Sunda Unpad tahun 1997 silam, saya berasumsi (dan menyimpulkan dari awal) bila novel ini sangat mempengaruhi novel-novel berbahasa Sunda yang terbit selanjutnya. Tentu dengan tidak mengesampingkan novel "Gogoda Ka Nu Ngarora" (Godaan Untuk Kaum Muda) karya M.A. Salmun (1966) yang diklaim sebagai 'sekuel' "Baruang Ka Nu Ngarora".

Dengan metode kajian intertekstualitas, saat itu saya berharap menemukan banyak jejak dari novel "Baruang Ka Nu Ngarora" (selanjutnya: BKN) dalam teks novel yang lain. Secara ringkas, intertekstualitas memandang bahwa sebuah teks yang ditulis lebih kemudian mendasarkan diri pada teks-teks lain yang telah ditulis orang sebelumnya. 

Intertekstualitas merupakan salah satu sarana pemberian makna kepada sebuah teks sastra. Intertekstualitas dalam karya sastra adalah keterkaitan antara dua atau lebih teks sastra. Hubungan ini dapat mencakup kiasan, kutipan, parodi, terjemahan, dan lainnya.

Sebagai naskah pembanding lain, saya memilih beberapa novel dari beberapa periode yang berbeda. Novel "Rusiah Nu Goreng Patut" (Sukria-Yuhana 1930), "Dedeh" (Yus Rusamsi 1966) dan "Asmaramurka jeung Si Bedog Rajapati" (Ahmad Bakri, 1988). Dalam pengamatan saya, ketiga novel ini dicurigai memiliki banyak jejak dari novel BKN, terutama dari sisi tema yang dominan: percintaan dan permasalah dalam rumah tangga.

Dalam novel "Rusiah Nu Goreng Patut" (selanjutnya RNGP) , misalnya, jejak itu terdapat dalam penokohan tokoh utama, terutama tokoh lelaki. Digambarkan dalam BKN, tokoh utama protagonis (Ujang Kusen) adalah lelaki yang gagah, tampan, kaya raya. Sedangkan antagonisnya (Aom Usman) selain tampan dan berwibawa, kaya, juga anak atau keturunan bangsawan. Sangat bertolak belakang dengan tokoh Karnadi di dalam RNGP: jelek, miskin, tak berpendidikan, dan kurang adab. 

Sedangkan untuk semua protagonis perempuan yang digambarkan para pengarang di semua novel sepertinya adakah tipe perempuan ideal yang menjadi idaman semua lelaki: cantik, ramah, berharta, dan muda.

Bila BKN diterbitkan oleh Balai Pustaka atau Commisie voor de Inlandsche School en Volkslectuur, yang kemudian dianggap sebagai agen kolonialisme Belanda, RNGP diterbitkan oleh penerbit swasta Dachlan Bekti. Bahasan cukup mendetail mengenai hal ini ditulis Ajip Rosidi dalam "Manusia Sunda" (Inti Idayu Press, 1984).


Menariknya, setelah 25 tahun kemudian, setelah tidak menggeluti dunia penelitian sastra dengan intensif karena kesibukan yang berbeda dengan masa studi, novel BKN dan 'varian' interteksnya itu seolah tak bisa lepas dari kepala. Penelitian yang tak usai di masa skripsi karena mendadak harus berganti judul menjelang masa 'injury time' studi di tahun 1999, serasa meninggalkan utang pemikiran di kepala yang tak akan pernah bisa lunas.

Bahkan beberapa tahun setelah lulus saya berkesempatan bertemu dan berkawan dengan salah seorang buyut D.K Ardiwinata: Daeng Tata. Daeng Tata, yang sangat nyunda walau namanya bergelar nama Makassar. 

Tak disangka, Lopian, program yang digelar PDPBS (Pusat Digitalisasi dan Pengembangan Budaya Sunda) Unpad mengelar diskusi pertamanya tentang sastra dengan subyek bahasan utama novel BKN pada hari Rabu, 21 Agustus 2024 pekan lalu. Saya tidak bisa melewatkan diskusi ini dan alhamdulilah bisa hadir dan menyampaikan sedikit pandangan mengenai novel istimewa ini. Tentu tidak secara mendetail dan menyeluruh mengingat keterbatasan waktu, juga waktu yang nyaris mengubur semua sisa ingatan tentang penelitian novel ini.

Karena memang menjadi diskusi pertama dari serangkaian diskusi yang direncanakan, diskusi masih tidak terlalu fokus dengan novel yang menjadi subyek utama bahasan. Masih melebar ke mana-mana, termasuk ngaret 30 menit. Namun sepertinya masih dalam batas yang bisa dimaklumi.

Apalagi sebagai diskusi pemantik, saya rasa memang sangat perlu diadakan pertemuan semacam ini terutama melibatkan masyarakat umum yang bukan kalangan akademis maupun dari komunitas sastrawan. Di mana pengalaman pembaca menjadi kritik yang sangat otentik karena penilaian ini bersifat pragmatik, subjektif dan tidak bisa didikte teori apapun.

Novel BKN ini menjadi novel yang tidak boleh dilewatkan oleh para pembaca sastra Sunda. Di dalamnya terekam bagaimana bahasa Sunda yang digunakan pada masa 110 tahun silam. Bagaimana pandangan normatif pengarang, mewakili masyarakat pada jamannya, tentang banyak hal. Bagaimana kemudian novel ini diantisipasi dalam novel-novel selanjutnya dalam bentuk parodi, antitesis, bahkan upaya imitasi.

Dari sisi perkembangan bahasa Sunda, novel ini juga memberi petunjuk bahwa bahasa Sunda dalam 110 tahun ini tidak berubah struktur tata bahasa, kaidah, dan kosa katanya. Bila ada banyak kosa kata yang dirasa 'asing' bukan berarti menggunakan bahsa Sunda lama.

Bahasa Sunda pada BKN, tidaklah seperti 'old english' dalam sejarah perkembangan bahasa Inggris. Bahasa Sunda pada BKN adalah bahasa Sunda yang dirumuskan pos Mataramisasi Tatar Sunda. Bila ingin mengetahui kosa kata Sunda lama, merujuklah pada naskah-naskah sebelum abad ke-16 sebelum Pajajaran membubarkan diri atau di masa peralihan dari Pajajaran ke Mataram.

Ricky N. Sastramihardja

📷 Enna Ernawati Sutarna


7.24.2024

KOMPLEKS CANDI BATUJAYA, TERTUA DI INDONESIA



Kompleks Candi Batujaya di Karawang. Ditemukan pada tahun 1984 oleh tim arkeologi Fak. Sastra UI. Candi-candi ini diperkirakan berasal dari masa kerajaan Tarumanegara yang beragama hindu.

Kompleks candi budha yang didominasi dengan batu bata ini adalah kompleks candi tertua di Indonesia. Menurut kronologi carbon dating, artefak tertua berasal dari abad ke-2. 

Corak candi budha ini menurut beberapa ahli menunjukan ada pengaruh kerajaan budha terbesar masa itu, yakni Kerajaan Sriwijaya.

Keseluruhan kompleks candi Batujaya ini diperkirakan dibangun hingga abad ke-7 dan ditinggalkan karena tersapu banjir bandang dari Sungai Citarum.

Penemuan candi ini juga menunjukkan hal lain, yakni pada masa itu masyarakat Sunda sudah menanam padi dan tidak berpindah-pindah. Pada batu bata yang digunakan sebagai material utama candi, ditemukan bekas sekam yang digunakan untuk membakar batu bata.

Semenjak awal penelitian dari tahun 1992 sampai dengan tahun 2006 telah ditemukan 31 tapak situs sisa-sisa bangunan. Penamaan tapak-tapak itu mengikuti nama desa tempat suatu tapak berlokasi, seperti Segaran 1, Segaran 2, Telagajaya 1, dan seterusnya. 

Sampai pada penelitian tahun 2000 baru 11 buah candi yang diteliti (ekskavasi). Laporan Balai Penelitian Cagar Budaya (BPCB) Serang pada tahun 2014 menyebutkan ada 40 situs sisa bangunan (candi) yang ada di kawasan Batujaya.

Hingga tahun 2016 diketahui terdapat 62 unur dan 51 di antaranya terkonfirmasi memiliki sisa-sisa bangunan. 

Banyaknya temuan ini menyisakan banyak pertanyaan yang belum terungkap secara pasti mengenai kronologi, sifat keagamaan, bentuk, dan pola percandian.

dari berbagai sumber

📷 Facebook

6.19.2024

HET BERAS SIMBOL KETIDAKADILAN DI BALIK SLOGAN NKRI HARGA MATI


Berapa HET beras per hari ini? Anggap saja Rp. 17.000/kg. Harga ini dijamin sama dari Sabang sampai Merauke.

Adil? Tentu TIDAK! 

Tanah Pasundan adalah salah satu penghasil beras terbaik dan terbanyak. Tetapi warganya harus membeli beras sesuai HET. Padahal ongkos distribusi tidak setinggi ke luar daerah. Warga Pasundan mensubsidi harga beras yang dikonsumsi warga di luar pulau.

Sangat aneh dan tidak adil bila kita mensubsidi kebutuhan orang lain agar jadi lebih murah dan kita mendapat barang dengan harga lebih mahal. 

Juga konsumsi BBM. Sangat tidak adil bila kita membeli BBM seharga dengan warga Balikpapan, misalnya. Di mana di sana ada kilang minyak, biaya distribusi harusnya mendekati 0%.

Republik negara federasi memang tidak menjanjikan hasil instant. Tetapi republik negara federasi menjanjikan kedaulatan daerah yang lebih baik agar warganya sejahtera. Terjamin oleh pengelolaan SDA dan SDM yang levih baik dan tidak banyak 'pungli' oleh pusat.

Mungkin BBM mahal di Jawa, tapi beras akan murah dibanding Kalimantan. Di sini akan berlaku neraca ekonomi yang seharusnya berimbang antara daerah. Tetapi hasilnya akan dinikmati penuh oleh warga di daerah atau kita sebut saja di negara bagian.

Konsep negara federasi bukan hal aneh bagi masyarakat Sunda. Kerajaan Sunda Galuh adalah kerajaan federasi yang membawahi banyak kerajaan di bawahnya. Itulah mengapa disebut Pajajaran. 

Jadi, marilah kita mulai berfikir menjadi negara bagian karena otonomi daerah dipreteli oleh penguasa pusat dan sama sekali tidak menguntungkan rakyat di daerah.

Papua adalah negara yang kaya, tapi kita tahu kondisinya. Aceh, Riau, diberi kekayaan sumber daya mineral, tetapi kemegahan menjadi milik Jakarta.

SUNDA MERDEKA. SUNDA MERDESA!✊️

Ricky N. Sastramihardja

NKRI HARGA MATI HANYA SLOGAN BASI!


Indonesia sebagai negara federasi pernah digagas M. Hatta dkk saat rapat PPKI. Juga oleh Amien Rais. Jadi tidak hanya oleh Belanda.

Belanda melalui perjanjian KMB 1948 tujuannya untuk memecah belah republik. Sedangkan M. Hatta dan Amien Rais bertujuan untuk desentralisasi dan kemakmuran daerah agar tidak dikuasai pusat.

Jadi setelah utang republik sebesar 4,5 M Gulden ke Belanda lunas pada tahun 2003 silam, sebaiknya konsep negara kesatuan federasi kembali digaungkan.

Negara federasi akan mencegah kekuasaan terpusat di satu atau dua golongan. Mensejahterakan masyarakat di daerah melalui distribusi kuasa dan SDA.

Mereduksi pola kepemimpinan yang jawasentris dan dikuasai etnis tertentu.

Negara tetangga kita, Malaysia, adalah kerajaan federasi yang terdiri dari berbagai negara bagian. 

Amerika Serikat adalah negara federasi berbentuk republik dengan 50 negara bagian. 

Mereka tetap bersatu. Makmur secara ekonomi dan kekuasaan terbagi antara pusat dan negara bagian.

Slogan NKRI Harga Mati harus ditinjau kembali karena hanya menjadi alat untuk eksploitasi yang tidak mensejahterakan negeri.

NKRI Harga Mati adalah slogan basi yang menjadi legitimasi penguasaan sumber daya alam daerah untuk keperluan segelintir orang di negeri tercinta ini.

SUNDA MERDEKA. SUNDA MERDESA!✊️
Ricky N. Sastramihardja

6.03.2024

BELAJARLAH DARI 2014 & 2015 WAHAI STAKEHOLDERS!


Pawai kemenangan Real Madrid C.F. yang tertata rapi menyambut gelar juara La Liga dan UCL. 

Seharusnya Pawai Kemenangan PERSIB Bandung bisa seperti ini BILA para stakeholders dan organizer mau bekerja lebih keras, lebih cerdas. Jalur disterilisasi, meminimalisir kemacetan. kantung-kantong parkir disiapkan jauh dari episentrum kegiatan, dan petugas berseragam dikerahkan lebih optimal.

Pengalaman 2014 (Juara Liga) dan 2015 (Juara Turnamen Piala Presiden) sama sekali tidak dipakai. Ujungnya sebagian masyarakat ada yang merasa terganggu dengan keceriaan seperti ini. Padahal seharusnya menjadi pesta bersama warga kota.

Bila kemudian cuma  menyalahkan Bobotoh atau warga yang hadir, harusnya berkaca lah. Masyarakat itu bisa diatur kok, mereka juga ingin kenyamanan dan keamanan.

Ricky N. Sastramihardja

(37-61-) 86-90-94-95-14-24

🏆🏆🏆🏆🏆🏆🏆🏆

⭐️⭐️⭐️

6.02.2024

Sebuah Catatan Santai Di Akhir Pekan Tentang Euforia Persib Juara


Sabtu kemarin (1 Juni 2024) ikut merayakan kemenangan Persib dengan berjalan kaki dari rumah jalan kaki sampai Gedong Sate. Sengaja enggak bawa kendaraan, karena tahu bakal ada kemacetan parah dari siang hingga malam hari.

Sepanjang jalan menikmati setiap momen yang tertangkap indera. Mulai para penjual bendera dan atribut yang marema, keceriaan warga, hingga anak-anak muda yang ugal-ugalan di jalan, serta kelakukan-kelakuan random Bobotoh.

Sepanjang yang saya tahu, tak ada kota atau provinsi lain di Indonesia yang begitu mengkultuskan klub sepak bolanya selain di Bandung Raya dan berbagai kota di Jawa Barat. Bahkan nobar pun dilakukan di masjid dan mushola, yang tak pernah dilakukan untuk mendukung timnas. 

===

Pesta sejatinya dimulai sejak hasil imbang lawan Bali United di Bali. Setiap selesai pertandingan berbagai kelompok Bobotoh rajin 'rolling' merayakannya di jalanan kota Bandung. 

Tentu saja, aktivitas itu pasti mengganggu aktivitas warga yang lain. Tapi tak ada yang bisa meredam euforia. Berbagai larangan dan himbauan disampaikan, tapi who cares? Persib memang 'membutakan' mata. Candu.

Puncaknya saat resmi meraih gelar juara Liga Indonesia untuk ke-3 kalinya. Sejak Jumat malam, kantong-kantong massa tumpah ke jalan. Mereka turun ke jalan untuk merayakan kegembiraan, berbagi energi positif, melupakan kepenatan hidup.

Tak ada isu besar yang bisa membuat masyarakat Bandung Raya berkumpul di jalan selain Persib. Dalam ingatan saya, sejak pertama kali ikut merayakan kemenangan Persib di tahun 1986, ya hanya Persib yang bisa memobilisasi massa dengan sukarela, dengan suka cita.

===

Mari kita rayakan kemenangan. Abaikan isu-isu minor yang ada, enggak usah diperdebatkan. Bila harus ada yang dikritik, saya lebih memilih mengkritisi buruknya crowded management saat acara puncak digelar.

Tak terlihat ada petugas kepolisian yang cukup di sekitar panggung utama di Gedong Sate. Tak terlihat ada paramedis, atau petugas damkar. Sound sistem yang buruk dan tidak mengakomodir massa dalam jumlah fantastis di sayap kiri dan kanan panggung utama, Bila terjadi 'sesuatu yang tidak diinginkan', pasti akan sulit untuk melakukan mitigasi dan evakuasi.

Sedangkan yang perlu diapresiasi semisal adanya live streaming melalui PersibTV, big screen di kiri kanan yang membuat konsentrasi massa terbagi tidak hanya ke panggung utama, serta massa yang umumnya berlaku tertib dan santun walau tak ada petugas keamanan di sekitar.

Mari kita nikmati dan rayakan kemenangan PERSIB Bandung .

Ricky N. Sastramihardja

(37-61-) 86-90-94-95-14-24

🏆🏆🏆🏆🏆🏆🏆🏆

⭐️⭐️⭐️

5.10.2024

MELACAK JEJAK LAUTAN DI KAWASAN BABAKAN JAWA MAJALENGKA


Perjalanan kemarin (Kamis,  9 Mei 2024) adalah mengunjungi Curug Cimeong yang berada di kawasan Gunung Balay Babakan Jawa, Majalengka. 

Curug Cimeong yang mengalir di Sungai Citawuan dan kemudian bersatu dengan Sungai Cilutung ini menyimpan banyak informasi geologi yang menarik.

Salah satunya adalah terdapat beberapa burrow atau trace fossil. Yakni jejak binatang laut (sejenis cacing laut) yang terdokumentasikan di permukaan bebatuan yang berserakan sepanjang jalan setapak menuju curug. Jasadnya sudah hancur dan lenyap namun bentuk tubuhnya terekam menjadi burrow.

Temuan ini memperkuat teori bila kawasan Majalengka dengan ketinggian  sekitar 100-200 m dpl, di masa jutaan tahun silam sebelumnya adalah berupa lautan. Di beberapa tempat juga terdapat beberapa bongkah batu kapur. Di mana batu kapur ini di masa jutaan tahun silam adalah terumbu karang.

Singkapan batuan di sekitar curug juga menarik, terdapat lapisan batuan sedimen dengan posisi nyaris vertikal. Di mana semula bebatuan ini posisinya adalah horisontal (mendatar). Namun pergerakan energi di kerak bumi membuat bebatuan ini nyaris berdiri tegak.

***

Di wilayah ini juga tersimpan cerita rakyat menarik yang merupakan varian dongeng sasakala Sangkuriang. 

Menurut Abah Eda, aktivis Gurmala Majalengka, Sangkuriang konon akan membuat danau di kawasan ini. Ia lalu berusaha untuk membendung Sungai Cilutung untuk mewujudkan permintaan Dayang Sumbi.

Namun Dayang Sumbi tidak tinggal diam, ia berusaha menggagalkan usaha Sangkuriang itu.

Dari kisah itu lahirlah nama Gunung Ajug, yang menurut kisah itu merupakan jelmaan dari ajug atau pelita atau lampu damar, yang kemudian dipadamkan oleh Dayang Sumbi.

Nama Gunung Balay juga diambil dari susunan batu yang disiapkan Sangkuriang untuk ngabalay, membendung sungai dengan tumpukan batu.

Ricky N. Sastramihardja

3.19.2024

WASPADA PENIPUAN MENGGUNAKAN AI VOICE CHANGER!


Salah satu trik yang dipakai penipu, adalah memakai foto profil orang yang kita kenal untuk nomor baru. Jadi bila ada seseorang yang kita kenal mau urusan muamalah (baca: minjam uang) pakai nomor baru tanpa konfirmasi sebelumnya, abaikan saja.

Penipu juga sekarang menggunakan teknologi artificial intelligence atau AI voice changer  untuk meyakinkan korbannya. AI Voice changer ini mampu meniru dan menduplikasi suara seseorang dengan menggunakan sampel suara dari video, voice recording, atau voice note.

Setelah suara seseorang itu dianggap mirip aslinya, maka secara real time digunakan untuk menelpon, biasanya via VOIP (Voice Over Internet Protocol)  seperti yang diterapkan aplikasi Whatsapp. 

FYI, aplikasi VOIP Whatsapp sudah bisa digunakan via komputer (laptop/desktop) atau langsung dari ponsel (Android/iOS). Jadi pelaku dengan mudah meniru suara karena terhubung langsung dengan penyedia jasa layanan AI Voice Changer yang secara simultan memanipulasi suara menjadi suara orang yang dikenal korban.

Saran saya untuk urusan bisnis via gawai, sebisanya gunakan video call. Mungpung teknologi deep fake video masih belum sempurna.

Dua, jangan mudah percaya dengan nomor baru orang yang kita kenal. Bila ada dalam satu circle, bisa dikonfirmasi ke rekan yang lain kebenarannya.

 Tiga,  jangan menerima panggilan telepon atau merespon pesan (WA, Telegram, Michat, dll) dari nomor yang tidak kenali sebelumnya.

Menurut pakar IT, Bang Agung SP para penipu berusaha mencuri sampel suara kita melalui rekaman telepon. Baik itu berpura-pura sebagai sales, marketing, atau apapun.

Empat, gunakan aplikasi Get Contact atau True Caller (atau keduanya) untuk memantau nomor yang menelpon kita. Dua aplikasi itu powerful untuk menyaring dan mengidentifikasi nomor-nomor telepon yang biasa dipakai SPAM atau SCAM. 

Dari seluruh saran: tetap WASPADA dengan penipuan macam apapun. Penipu selalu berusaha memancing belas kasihan kita, menghiba agar kita percaya. Terutama yang bermodus 'manawi aya saratus', mama minta pulsa, atau ditangkap polisi.

Ricky N. Sastramihardja