Pertama kali lihat bala-bala di Mekkah adalah di Cafetaria Al Bahary di samping hotel. Kantin yang mungkin masih franchisenya warteg Bahari ini menyiskan sebiji bala-bala di etalase.
"What's that?," tanya saya pada penjaga kantin.
"Bala-bala," jawabnya.
"What? That bala-bala is from my country", balas saya sambil tertawa.
Bala-bala itu harganya 1 riyal (± Rp. 4500). Ukurannya tunggu kiris, eh tinggi kurus, sudah dingin dan tanpa cengek. Itu masih lebih murah dibanding di Damba, restoran Indonesia di Zamzam Tower. 4 Riyal per biji atau 10 riyal per 3 biji. Gehu alias tahu isi juga dijual di Damba dengan harga yang sama.
Bala-bala ini dijual di beberapa warung makan di Al Hajlah, terutama warung makan Bangladesh seperty Cafetaria Al Bahary, atau di warung makan Pakistan.
Bahkan di hotel tempat kami menginap, pengelola restoran Indonesia sempat juga menyajikan bala-bala sebagai menu. Rasanya lebih enak daripada bala-bala buatan chef Bangladesh atau Pakistan. Namun tetap tanpa cengek.
Menarik juga saat para penjual makanan ini menyebut nama bala-bala, karena bala-bala mah penamaan khas Sunda. Tidak disebut dengan bakwan, membuat saya curiga bila juru masak yang mengenalkan bala-bala di Tanah Mekkah adalah orang Sunda.😅
Ricky N. Sastramihardja
Semula ditulis di akun pribadi di Facebook 29 Maret 2025
Tidak ada komentar:
Posting Komentar