9.25.2021

BOBOTOH, PERSIB, DAN HUKUM GOSSEN


Seperti halnya tidak berlaku bagi pemadat/pecandu narkoba, pemabuk, dan penjudi, hukum Gossen sepertinya tidak berlaku juga pada 'konsumen' klub sepak bola. Karena di titik paling ekstrim, suporter tidak akan pernah merasa puas dengan pencapaian klubnya.

Bila hari ini menang, maka besok-besok harus lebih sering menang lagi. Bila hari ini menang 1-0, besok harus menang 10-0. Suporter klub sepak bola akan selalu meminta lebih, walau pada prakteknya tidak akan pernah terpenuhi.

Sebagai produk jasa, olah raga kompetitif seperti sepak bola hanya memiliki 3 opsi hasil: menang atau imbang atau kalah. Bahkan di kompetisi liga hasil imbang pun dianggap sebagai kekalahan karena hasil yang diraih sangat minimal (1 angka) dibanding menang (3 angka).

Maka ketidakpuasan akibat tidak terpenuhinya hukum Gossen akan membuat klub sebagai produsen harus rela menerima masukan, kritikan, cacian, bahkan hujatan dari para penggemarnya.

Ketidakpuasan itu disampaikan dengan cara yang paling santun hingga paling ekstrim. Kebetulan Bobotoh seringkali memberi pesan ekstrim terkait produk 'butut' bernama Persib yang sering mereka 'konsumsi'.

Sekedar memaki di media sosial, demonstrasi, atau mencegat bus pemain usai pertandingan adalah bentuk ketidakpuasan yang lazim. Yang paling ekstrim adalah melempari kantor manajemen dengan bom molotov pun pernah.

Pesan yang keras ini bertolak belakang dengan stereotip pandangan budaya orang Sunda itu 'someah' santun. Kalau sudah urusan prestasi 'butut' sepak bola bernama Persib, 'someah' pun menjadi kata tabu.

Mengapa? Karena sebagai konsumen, Bobotoh tidak bisa pindah dari produk 'butut' bernama Persib ke klub lain yang mungkin saat ini lebih kinclong.

Suporter fanatik sepak bola itu lahir, hidup, mati hanya dengan satu klub. Poligami dengan klub lain di liga atau di kompetisi yang sama adalah hal tabu, pamali. Bahkan mungkin didekatkan ke pengertian musryik: mempersekutukan.

Kritik ekstrim ini tujuannya hanya satu: mendongkrak prestasi klub secara ekstrem pula (baca: optimal).

Maka bila Persib ingin mempertahankan loyalisnya, prestasi dan kemenangan menjadi kewajiban. Para loyalis ini tidak akan pernah meninggalkan klub walau harus PO BOX alias dipoyok dilebok.

Moyok (mengejek) adalah tanda cinta, tanda loyalitas paling jujur. Maka walau butut, Persib tetap ngangenin bagi para loyalisnya.

https://www.facebook.com/photo/?fbid=1198450563995068&set=a.251549972018470


No comments: