Urang Sunda menggunakan kata 'pasir' untuk merujuk ke bukit atau gunung kecil. Tetapi ada perkecualian pada Gunung Bukit Tunggul, Bandung Utara, Gunung Bukit Jarian, Jatinangor Sumedang, serta Gunung Bukit Cula Ciparay. Ke tiga gunung itu menggunakan kata bukit, bukan pasir yang notabene merupakan kata asli dalam basa Sunda. Di seluruh Tatar Sunda, diperkirakan hanya ada tiga gunung yang menyandang nama bukit.
Urang Sunda menggunakan kata 'pasir' untuk membedakan bukit dengan gunung. Dalam kamus Sunda LBSS, pasir didefinikan sebagai 1. gunung leutik j. handap.
Sedangkan Rigg mendefinikan Pasir sebagai: a hill, a ridge, something less than a mountain. This word seems to be derived from Pa, the usual prefix, and Sir, the noise made by wind passing over a hill, or past any obstacle. Pare pasir, upland paddy, such as is grown on Pasirs.
Dalam Peta Rupabumi Digital Indonesia Lembar 1209-314 Lembang, Gunung Bukit Tunggul memiliki ketinggian 2.206 m dpl. Merupakan kawasan hutan montana dan sub montana yang juga memiliki kekayaan budaya berupa situs Babalongan.
Punden berundak-undak di Situs Babalongan menjadi saksi bisu zaman megalitik. Selain itu Gunung Bukit Tunggul erat kaitannya dengan 'sasakala' Legenda Sangkuriang. Di mana Bukit Tunggul dalam cerita masyarakat Sunda dianggap sebagai tumpukan tunggul kayu yang dibuang Sangkuriang saat membangun danau raksasa untuk 'mahugi' merayu Dayang Sumbi.
Sedangkan Gunung Bukit Jarian berada di 'halaman' Universitas Padjadjaran Jatinangor. Dalam Peta Rupabumi Digital Indonesia 1:25.000 Lembar 1209-321 Cicalengka. Edisi I-2001 Bakorsutanal, tinggi Gunung Bukit Jarian adalah 1173 m dpl, sedikit lebih rendah dibanding Gunung Geulis yang tingginya mencapai 1281 m dpl.
Adapun Gunung Bukit Cula Ciparay Kabupaten Bandung berada di 1.073 m dpl. Gunung Bukit Cula ini berhubungan erat dengan perjuangan dan pelarian Dipati Ukur dari kejaran pasukan Sultan Agung Mataram pada tahun 1628.
![]() |
Gunung Bukit Jarian (1173 m dpl) dari puncak Gunung Geulis (1281 m dpl). September 2014. |
Gunung Bukit Jarian sepertinya sama dengan Gunung Geulis. Mengutip dari denisugandi.com, gunung Geulis merupakan intrusi batuan beku, berwarna abu-abu gelap menandakan komposisi mineralnya andesitik. Dicirikan dengan tekstur porfiritik, struktur amigdaloidal dan mendaung mineral piroksen serta ampibhole.
Dalam keterangan peta geologi Lembar Bandung (Silitonga, 2003), merupakan intrusi Andesit Gunung Geulis. Umurnya Oligosen (Suhada dkk., 2007), menerobos Anggota Batulempung Formasi Subang yang menjemari dengan Anggota Batupasir Formasi Subang. Di atasnya diendapkan secara tidak selaras Formasi Kaliwangu berumur Miosen Atas.
***
Kembali ke penggunaan kata bukit alih-alih kata pasir, membuat Jonathan Rigg heran. Penyusun kamus Sunda- Inggris pada tahun 1862 itu menganggap bila kata bukit merupakan serapan dari bahasa Melayu dan itu mengherankannya karena lokasi dua bukit itu berada jauh di pedalaman bukan di pesisir.
Bukit, This word is properly Malay, and means a hill, not a mountain. It occurs in only two solitary instances in the Sunda districts, as applied to mountains, and these are the Bukit Tunggul and Bukit Jarian , two mountains in Bandong. Bukit Tunggul means „Stump Hill"; it is on the boundary line between the Pamanukan Estate and Sumedang. The tradition of the country says that here was felled the tree which was to form the Prahu which is supposed to still exist in the adjoining Tangkuban Prahu, which see. The Bukit Tunggul is a rather conical hill and bears a rude resemblance to the stump of a fallen tree. It is strange that these solitary instances of Bukit should occur in the interior of the Sunda districts, surrounded by otherwise purely Sunda names. Had it been on the coast , we might have imagined some ancient Malay colony settled near it. As it now is, it looks as if the Sunda people had hunted a name out of a foreign language to designate a mountain which it appeared to them anomalous to call a Gunung, with the word Tunggul = stump of a tree, affixed to it. Tulis Rigg dalam "A Dictionary of The Sunda Language of Java".
Anggota Batavian Society of Arts and Sciende itu menuliskan kebingungannya dalam kamus yang lebih mirip dengan ensiklopedi itu. Karena tidak hanya menjelaskan arti kata tetapi memberi sedikit penjelasan pada kata-kata tersebut.
Kebingungan itu juga menjalar pada khalayak di abad setelahnya. Sebut saja misalnya Almarhum Budi Brahmantyo yang di Kompasiana menulis bila nama Bukit Tunggul itu terasa aneh. Ia menemukan fakta bila pada peta-peta lama buatan Belanda sebelum tahun 1960 ditulis sebagai Gunung Bukittunggul (tanpa spasi).
"Jadi mana yang benar? Apakah Bukittunggul itu gunung atau bukit? Dilihat dari ketinggiannya yang mencapai 2209 m di atas permukaan laut rata-rata, jelaslah Bukittunggul merupakan sebuah gunung. Bandingkan dengan Tangkubanparahu 2084 m dpl. atau bahkan Manglayang 1717 m dpl. Keduanya mendapatkan awalan G di depannya, menunjukkan nama gunung," tulis Budi yang merupakan geologis, aktivis, juga Koordinator Riset Cekungan Bandung (KRCB).
Budi akhirnya mendapat pencerahan bila ada kemungkinan Belanda salah menuliskan Bukit Tunggul. Bukan bukit tetapi seharusnya 'beuti' atau umbi. Beuti Tunggul. Dari salah seorang sahabatnya Budi mendapat keterangan melalui tulisan lama M. Purbohadidjojo berjudul “Disekitar Nama Gunung Tangkubanperahu,” halaman 23 – 26 dalam Majalah Bahasa dan Budaja, tahun III No. 5 Djuni 1955.
"Menurut lit. 5 nama itu tadinja Beuti Tunggul (beuti=umbi), tetapi karena kesalahan pemetaan berubah mendjadi Bukit Tunggul. Lit. 5 pada daftar pustaka merujuk pada: PIJL, L.v.d. Wandelgids voor den Tangkoeban Prahoe, Bandoeng Vooruit, Serie no. 5.," tulis Purbohadidjojo dalam catatan kaki tulisannya yang dikutip Budi.
Pertanyaan kemudian adalah benarkah basa Sunda tidak mengenal kata bukit? Benarkah bukit itu serapan dari bahasa Melayu seperti yang diasumsikan Rigg?
***
Ternyata, Ameng layaran alias Bujangga Manik juga menggunakan kata /bukit/ alih-alih /pasir/. Dalam naskah kuno Bujangga Manik yang diperkirakan ditulis di akhir abad ke-14 atau awal abad ke-15. Kata /bukit/ disebut sebanyak 34 kali misalnya di baris 63 (bukit Ageung), 77 (bukit C(e)remay) 696 (bukit Caru), 675 (bukit Timbun), dan seterusnya.
Menariknya lagi, Bujangga Manik atau Pangeran Jaya Pakuan menyebut bukit itu pada beberapa gunung yang sekarang disebut gunung: Bukit Ceremai, Bukit Merapi, Bukit Cikuray, Bukit Patuha, Bukit Burangrang.
Sedangkan kata 'pasir' yang sekarang dikenal sebagai bukit, hanya disebutkan dua kali. Yakni di baris 1134 dan 1190 saat menyebut Pasir Batang. Nama Pasir Batang ini juga merupakan nama yang cukup umum di Jawa Barat. Bahkan dalam cerita rakyat Lutung Kasarung, Pasir Batang Anu Girang adalah nama kerajaan yang diperintah oleh Prabu Tapa Agung.
![]() |
G. Boekit Toenggoel dan G. Bukit Djarian. Oldsmaponline.org |
Soal penyebutan bukit alih-alih pasir oleh Bujangga Manik bisa saja karena Bujangga Manik terpengaruh oleh bahasa Melayu. Bujangga Manik tinggal di Pakancilan, di Pakuan yang sekarang dikenal berada di kawasan Bogor, yang tentunya lebih dekat ke kawasan pesisir (Sunda Kelapa). Di mana memungkinkan Bujangga Manik untuk berinteraksi dengan etnis lain.
Bujangga Manik sangat mungkin juga bisa berbahasa Melayu, seperti halnya urang Sunda sekarang yang menjadi poliglot. Bahkan bukan tidak mungkin ia juga bisa berbahasa Jawa dan Bali, mengingat perjalanannya dari Pakuan hingga Bali.
Tetapi bila saat itu ia sudah berinteraksi dengan orang Melayu, menjadi menarik karena dalam naskahnya itu disebut Noorduyn tidak mengandung kata-kata dari bahasa Arab. Padahal di masa itu etnis Melayu dipercaya sudah menganut Islam dan mungkin sudah menyerap banyak kata dari bahasa Arab. Bisa jadi pada saat itu Islam belum masuk ke Tatar Sunda seperti asumsi Noorduyn.
Walau untuk asumsi Noorduyn ini saya sedikit meragukan mengingat menurut Rokhmin Dahuri seperti dikutip dari historia.id, ada tokoh bernama Haji Purwa yang sudah berislam sejak tahun 1300an di Galuh. Namun pengaruh Hindu yang masih kuat pada masa itu membuat Haji Purwa belum bisa mengislamkan Galuh. Haji Purwa atau Bratalegawa atau Haji Baharuddin Al Jawi kemudian pindah dari Galuh ke Cirebon pada tahun 1337.
Sedangkan naskah Carita Parahiangan yang kemungkinan ditulis setelah Bujangga Manik, menyebut bila keruntuhan Kerajaan Pakuan Pajajaran salah satunya disebabkan karena banyaknya penduduk yang sudah memeluk Islam. Namun menurut Hendra M. Astari, tidak pernah ditemukan jejak peninggalan Islam di kawasan Pakuan Pajajaran walau disebut dalam Carita Parahiangan.
Bisa jadi bukan Islam yang belum masuk ke Tatar Sunda, tetapi belum masuk ke istana Galuh Pakuan. Mengingat pada masa itu agama Hindu yang dianut Bujangga Manik adalah agama resmi kerajaan. Sedangkan di luar istana, masyarakat dibebaskan memeluk agama apa saja, termasuk Islam.
Tapi tentu saja asumsi-asumsi itu perlu diteliti lebih lanjut, baik oleh para sejarawan, maupun filolog. Sejatinya tulisan ini hanya ingin mengungkap bila sebetulnya urang Sunda juga mengenal kata bukit seperti yang terdapat dalam naskah Bujangga Manik.
Jadi bisa saja memang nama Bukit Tunggul itu ya Bukit Tunggul, bukan Beuti Tunggul seperti yang dijelaskan oleh Budi Brahmantyo berdasar catatan kaki M. Purbohadidjojo.
Tapi bisa jadi Purbohadidjojo yang betul, yang benar adalah Beuti Tunggul mengingat kecurigaan Rigg juga beralasan dan senada dengan temuan Purbohadidjojo.
Jadi mau Bukit Tunggul atau Beuti Tunggul? Bukit Jarian atau Pasir Jarian? Bukit Cula atau Pasir Cula?
Ricky N. Sastramihardja
📷 PeakFinder App for Android. 25 Desember 2024.
Referensi:
1. A Dictionary of Sunda Language of Java. Jonathan Rigg, Lange & Co, Batavia, 1862, PDF.
2. Kamus Umum Basa Sunda. LBSS. Geger Sunten Bandung, Citakan ka sapuluh, Oktober 2007.
3. Peta Rupabumi Digital Indonesia 1:25.000 Lembar 1209-321 Cicalengka. Edisi I-2001 Badan Koordinasi Survey dan Pemetaan Nasional/Bakorsutanal.
4. Peta Rupabumi Digital Indonesia 1:25.000 Lembar 1209-314 Lembang. Edisi I-2001 Badan Koordinasi Survey dan Pemetaan Nasional/Bakorsutanal.
5. Muslim Pertama Tatar Sunda. M. Fazil Pamungkas. Historia.id, 27 Juli 2019. Diakses 3 Januari 2025. https://historia.id/agama/articles/muslim-pertama-di-tatar-sunda-DLBBQ/page/1
6. Sejarah Penyebaran Islam di Tatar Sunda: dari Cirebon ke Bogor, hingga Kiprah Pangeran Sake. mui-bogor.org, 1 Oktober 2024. Diakses 3 Januari 2025. https://mui-bogor.org/index.php/berita/sejarah-penyebaran-islam-di-tatar-sunda-dari-cirebon-ke-bogor-hingga-kiprah-pangeran-sake/
7. Bujangga Manik dan Studi Sunda, Hawe Setiawan. Makalah Pdf dari http://file.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/HAWE_SETIAWAN/makalah/Bujangga_Manik.pdf. Diakses 3 Januari 2025.
8. Aspek Kebudayaan Dalam Toponimi pada Naskah Bujangga Manik: Kajian Linguistik Antropologi. Salehudin Salehudin, Gugun Gunardi. Metahumaniora April 2022. Diakses 3 Januari 2025. https://www.researchgate.net/publication/367599580_Aspek_Kebudayaan_Dalam_Toponimi_pada_Naskah_Bujangga_Manik_Kajian_Linguistik_Antropologi
9. Beutitunggul: Teka-Teki Toponim Bukittunggul. Budi Brahmantyo, Kompasiana.com 9 Juni 2015. Diakses 3 Januari 2025.
10. Bujangga Manik (naskah). Wikipedia. https://id.wikipedia.org/wiki/Bujangga_Manik_(naskah)
11. Gunung Bukit Tunggul Mengungkap Pesona dan Sejarahnya. Shelterjelajah.com, 4 Juni 2024. Diakses 3 Januari 2025.
https://shelterjelajah.com/gunung-bukit-tunggul-mengungkap-pesona-dan-sejarahnya/
12. Tabir Lawang Kori dan Curug Buhud Tanjungmedar. Deni Sugandi, www.denisugandi.com. 30 Desember 2024. Diakses 3 Januari 2025.
https://blog.denisugandi.com/tabir-lawang-kori-dan-curug-buhud-tanjungmedar/
13. Bukit Jarian. SumedangTandang.com. Diakses 3 Januari 2025. https://sumedangtandang.com/direktori/detail/bukit-jarian.htm#:~:text=Bukit%20Jarian%20merupakan%20sebuah%20bukit%20yang%20berada%20di,rangkaian%20perbukitan%20yang%20berada%20di%20deretan%20Gunung%20Geulis.
14. West Java, uit: Atlas van Nederlandsch Oost-Indië / samengest. door Topographisch Bureau te Batavia van 1897-1904.Topographisch Bureau, Batavia.1898. Diakses 3 Januari 2025. https://www.oldmapsonline.org/en/maps/867a8945-d4f6-48fc-841b-52090111e946?gid=0cfae186-ff91-4160-bd74-946d487e2df5#position=9.4764/-6.7838/107.7208&year=1898
Tidak ada komentar:
Posting Komentar