Selasa, Desember 31, 2024

MARKING JALUR TREKKING: IHTIAR KECIL SEMOGA BERDAMPAK BESAR


Trekking ke Danau Urugan Lembah Tengkorak pada Rabu 25 Desember 2024 kemarin menjadi salah satu perjalanan yang menarik. Menarik karena dalam perjalanan sepanjang kurleb 14 km tersebut nyaris tidak mengeluarkan ponsel untuk memotret atau merekam video.

Nyaris, kecuali dua buah foto rumput yang diepret di ujung jalan makadam sebelum masuk ke jalan setapak menuju situ.

Pada perjalanan bersama seorang karib, Andi Lala, saya lebih terfokus untuk memasang tag atau marker sebagai petunjuk jalur. Hal tersebut sudah direncankan entah sejak kapan dan baru bisa terealisasi kemarin.

Itupun menggunakan material tag/marker bekas lomba lari ultra BDG100 2024. Pada perhelatan BDG100 2024 bulan September 2024 lalu, saya memang kembali menjadi panitia dan bertugas sebagai marshall di Cikole.


Marker pita plastik merah putih dan reflektor yang disapu tim sweeper yang seharusnya jadi sampah, saya manfaatkan untuk menandai jalur dari dan ke Situ Urugan yang berada di kawasan Perkebunan Kina Bukit Tunggul. Harapannya adalah sebagai ihtiar untuk menjadi petunjuk jalan bagi para trekker atau pengunjung yang berwisata ke Situ Urugan.

Apalagi dalam beberapa waktu terakhir terdengar kabar ada banyak pengunjung yang tersesat di hutan saat mau dan atau saat kembali dari situ. Salah satu kasus terparah adalah hilangnya seorang pengunjung di bulan November 2024 selama kurleb 8 hari.

Menurut Pak Maman, salah seorang petani yang bertemu di Warung Si Teteh sesaat setelah tiba kembali di pos awal, kawasan hutan Gn. Pangparang - Gn. Sanggara memang cukup menyulitkan. Selain karena masih lebat (Basa Sunda: leuweung gerot), juga karena ada banyak jalur pemburu atau pencari kayu. 

"Kirang-kirangna mah urang dieu gé aya wé nu ngadon mondok di leuweung da kalangsu", kisahnya. 

Tentu saja harapan marker yang dipasang bisa membantu siapapun yang melintas menuju dan dari situ. Selain marker, kami juga menambatkan webbing sepanjang 5 meter yang diharapkan bisa digunakan sebagai pegangan di turunan curam sebelum situ.

Tidak cukup memang, tapi mudah-mudahan membantu. Lain waktu semoga masih bisa ke situ, selain untuk aksi bersih-bersih sampah plastik yang banyak ditinggal di hutan, juga memasang webbing di jalur altenatif yang baru kemarin saya lewati. 

Itupun karena di saat pulang, dari semula hanya berdua dengan Mang Andi, menjadi bersembilan dengan pengunjung lain yang bertemu dan kemudian berkenalan, yang mereka kemudian menunjukan jalur pintasan lain.


Jalan pintas itu memang lebih pendek sekitar 1 km, dan meringkas waktu sekitar beberapa menit. Kelebihannya berjalan di tanah, lebih nyaman dan aman dibanding berjalan di bebatuan tajam yang menjadi khas jalan perkebunan.

Kembali ke perjalanan tanpa fotografi atau video, tentu saja karena ada Mang Andi yang rajin merekam perjalanan melalui kameranya. Bahkan dia juga menyempatkan menerbangkan drone setibanya di situ. Saya menikmati perjalanan tanpa foto itu tanpa rasa bersalah. Justru sangat menikmati.

Berpuluh tahun menjadikan foto dan video sebagai profesi, mendokumentasikan banyak kisah orang lain (baca: klien), membuat saya pada hari itu seolah terbebas dari kewajiban menggunakan kamera. Serasa merdeka.

Ricky N. Sastramihardja

📷 Screen Capture video Andi Lala


Tidak ada komentar: