Minggu, Januari 26, 2025

MENYADAP RUPIAH DARI GETAH

"Nya biasana mah 15 dinten sakali panénna mah," sebut saja Ma Ésih, saat dijumpai di kawasan hutan pinus Gunung Putri, Lembang, Jawa Barat (Jumat, 24 Januari 2025).

Ma Ésih menuturkan, sebelumnya ia menyadap pinus terlebih dahulu mereka menanami lahan yang dikuasai Perhutani itu dengan sayur-mayur. Namun karena kemudian menanami lereng dengan sayuran menyebabkan banjir di kawasan bawah (Lembang, Bandung Kota), maka mereka beralih menjadi penyadap getah pinus.

"Sadaya dipasihan ti Perhutani. Ti mimiti binih, gemuk, dugi ka alat-alat kanggo nyadap geutah ti ngawitan batok, émbér tepi ka alat kanggo ngabacok."

 "Pokona mah asal kersa wé midamelna. Teu kedah setoran, teu aya sewa lahan," paparnya.

Ma Ésih juga menceritakan bila di musim penghujan seperti sekarang, produksi getah yang bisa disadap lebih sedikit dibanding di saat musim kemarau. Batok penampung sadapan -yang sudah diganti dengan mangkok plastik- selain berisi getah Pinus merkusii, juga berisi air.

"Nya margi obat-obatan kanggo ngaluarkeun geutahna kahujanan ongkoh, teu nerap," imbuhnya. 

Memang terlihat dalam satu mangkok tidak terisi penuh getah pinus. Tetapi bercampur juga dengan air hujan.

Getah tersebut kemudian ditampung dalam ember untuk kemudian dialihkan ke jerigen atau sejenisnya sebelum dikiri ke pengepul. Kelak getah tersebut akan diolah menjadi gondorukem, arpus, atau produk olahan lainya seperti terpentin dan pernis.

Siklus menyadap getah pinus per 15 hari itu tentu saja memiliki nilai ekonomi. Bagi Ma Ésih, selama pohon pinus masih di rentang usia produktif antara 10-15 tahun masih bisa disadap. "Nya dugi ka garingna wé daunna, dugi ka coklat. Hartosna tos teu tiasa ngageutah deui tangkalna."

Ricky N. Sastramihardja


Tidak ada komentar: