Mendaki Manglayang Dari Batu Kuda, November 2008 |
Gunung Manglayang memang tidak terlalu tinggi, di bawah 2000 M dpl. Tepatnya 1824 M dpl berdasar Peta Rupabumi Indonesia lembar 1209-312 Ujung Berung. Tetapi tetap jangan dianggap enteng walau tingginya di bawah 2000 m dpl.
Saya baru mencapai puncak Manglayang di tahun 2008. Padahal selama 7 tahun lebih 'tinggal' di pekarangan Gunung Manglayang, di Jatinangor dari 1992-1999 sebagai mahasiswa Fakultas Sastra Unpad.
Entah tahun berapa, mungkin sekitar 1997 atau 1998, pernah mencoba mendaki Manglayang dari Jatinangor.Tetapi pendakian dibatalkan di tengah perjalanan, padahal nyaris mencapai puncak. Penyebabnya ya tidak ada persiapan dan minim pengetahuan.
Jaman segitu masih modal nekad. Berangkat berkelompok dengan sahabat-sahabat Blue Hikers, berangkat bada magrib dari kampus tanpa pengetahuan, peralatan dan perlengkapan layak. Tepatnya lupa melewati jalur mana, tetapi sepertinya via Cadas Gantung dari Puncak Timur atau Baru Beureum.
Pendakian dihentikan setelah d tengah kegelapan batu-batu sebesar kepalan tangan hingga sebesar kepala berguguran. Bahkan seorang anggota rombongan, Yustina, nyaris masuk jurang dan selamat setelah bergelantungan di semak. Dari sekian belas orang, hanya 4 orang yang mencapai puncak. Itupun mereka mempertaruhkan nyawa karena persiapan dan peralatan yang tidak memadai saat melewati jalur Cadas Gantung.
![]() |
Gunung Manglayang dari Kiara Payung, Oktober 2022 |
Semenjak itulah akhirnya mengambil keputusan: tidak lagi melakukan pendakian di malam hari karena tingkat bahaya yang berkalilipat tanpa disadari.
Sebelumnya juga pernah mencoba mendaki via Batu Kuda bersama teman-teman seangkatan di Sastra Sunda. Tetapi ternyata baru mencapai Batu Kuda di tengah malam, membuat kami kelelahan. Masa itu, sekitar 1993-1994, kami umumnya belum memiliki kendaraan bermotor. Otomatis harus berjalan kaki menanjak dari Cileunyi ke Batu Kuda selama berjam-jam.
Tahun 2008, mencapai puncak Manglayang dari Batu Kuda setelah ikut rombongan Sekolah Gunung High Camp, Jakarta. Kelompok pendaki yang berkumpul di mailing list dengan tajuk yang sama. Di mana saya bisa berkenalan dengan Bang Hendri Agustin, salah seorang pendaki senior yang sudah mendaki banyak gunung di Indonesia dan banyak gunung di luar negeri, termasuk Everest.
"Walau pendek, Manglayang itu gunung yang bikin mulut ketemu lutut," ujarnya untuk menggambarkan terjalnya Gunung Manglayang. Tenyata benar, walau tidak tinggi tetapi tanjakan di Manglayang memang cukup terjal. Dimana lutut bisa bertemu mulut karena harus menekuk dalam saat bertemu tanjakan.
Bang Hendri, Kang Ori, Kang tatang. Pendakian Manglayang bersama SGHC dengan model simulasi E-SAR, November 2008 |
Bahkan dari semua jalur yang pernah saya tempuh: Baru Beureum, Batukuda, hingga via Palintang. Manglayang yang disebut Ameng Layaran dalam catatan Bujangga Manik dari akhir abad ke-14 atau awal ke-15 sebagai Gunung Lalayang, tidak bisa diremehkan. Semuanya terjal.
Rekor terbaik pendakian Manglayang mungkin di tahun 2018 saat mempersiapkan diri mengikuti lomba lari trail BDG 100 Ultra kategori 25 km. Start dari Kampus Jatinangor menuju puncak via Barubeureum dan kembali lagi via jalan yang sama, ditempuh selama kurleb 7 jam 3 menit untuk jarak 25 km.
Manglayang mungkin jadi gunung yang paling sering dikunjungi hingga 2024 ini.Tentu saja karena kemudahan akses dari dan ke gunung yang terletak di timur laut Bandung itu.
Selain itu, semenjak perkenalan bersama Bang Hendri itu tumbuh persfektif lain mengenai soal pendakian. Tidak ada gunung yang layak dikategorikan sebagai 'gunung untuk pemula'. Semua gunung memiliki potensi bahaya dan kesulitan masing-masing, terlepas dari jarak tempuhnya yang pendek atau ketinggiannya.
Sebisa mungkin saya membawa peralatan dan perlengkapan yang dibutuhkan, yang disesuaikan dengan kondisi dan objektif pendakian. Minimal selalu membawa pisau, korek api, survival blanket.
Dalam catatan saya, Gunung Sangar yang konon 'ramah pemula' ternyata di musim hujan cukup menyulitkan bahkan berbahaya. 'Gunung' Bukit Guha Walet di Cihea yang hanya 737 m dpl, ternyata cuaca di sekitarnya cukup panas dan membuat saya 'menyerah' di 500 m dpl. Padahal di masa lalu, di bulan Juni 1996 saya pernah tiba di Puncak Rinjani Lombok dengan ketinggian 3726 m dpl dalam pendakian solo.
Contoh lain: Gunung Tampomas di sebelah timur Kota Bandung tepatnya di Kabupaten Sumedang, tingginya hanya 1648 m dpl. Tetapi ada beberapa kejadian yang menelan korban jiwa. Mulai peziarah yang tersambar petir di puncak Tampomas, hingga 4 remaja yang tewas karena 'diduga' hipotermia.
Gunung mengajarkan banyak hal. Meyakinkan diri bila persiapan mental, fisik, pengetahuan, peralatan dan perlengkapan yang layak, akan membantu kita mencapai tujuan. Perhitungan waktu, mengenali musim dan iklim juga penting.
Saya mungkin bisa meninggalkan atau mengurangi trail running karena beberapa alasan, tetapi tak pernah bisa meninggalkan hiking dan trekking. Inilah catatan penutup 2024 mengenai aktivitas petualangan dan kegiatan luar ruang selama ini.
Ricky N. Sastramihardja