Showing posts with label Bobotoh. Show all posts
Showing posts with label Bobotoh. Show all posts

4.20.2016

NEGARA VS PSSI: PERSETERUAN PENUH MASALAH TANPA SOLUSI



Perseteruan antara negara yang diwakili Kemenpora melawan PSSI masih belum terang ujung pangkalnya. Kedua belah pihak yang berseteru masih saling mempertahankan pendapatnya masing-masing yang dibalut dalam berbagai alasan dan landasan.

Korban perseteruan itu mulai berjatuhan, kerugian pun mulai dirasakan. Satu yang terbaru adalah batalnya pertandingan AFC Cup antara Persipura Jayapura vs Pahang FC. Pertandingan tidak dapat terselenggara karena pemain asing Pahang FC tidak kunjung mendapat visa dari Imigrasi Indonesia. Padahal mereka telah mendarat di Bandara Soetta, Banten, sebelum melanjutkan perjalanan ke Jayapura untuk menantang Persipura.

Sebelumnya, beredar pula kabar bila Tim Transisi bentukan negara dengan sandi 'Indonesia Memanggil', mendapat penolakan dari FIFA terkait keinginan Tim Transisi untuk mengadakan supertemuan dengan FIFA di Zurich. Melalui suratnya tertanggal 22 Mei 2015, Mr. Jerome Valcke Genereal Sectray FIFA menyatakan bahwa FIFA menolak bertemu Tim Transisi. Alasan Mr. Jerome disebutkan adalah pihak FIFA tidak memiliki waktu untuk menemui Tim Transisi ‘Indonesia Memanggil’ di dalam acara kongres FIFA di Swiss tanggal 25-30 Mei 2015.

Kondisi di atas semakin mempersuram kondisi sepakbola di tanah air. Negara berpenduduk lebih dari 200 juta jiwa ini ternyata tak bisa mengelola sepakbola secara benar dan berkesinambungan. Bila sepakbola adalah asset nasional sebagaimana sumber daya alam dan sumberdaya yang lain, maka nasibnya kemudian sama saja: diperas habis-habisan, kemudian diabaikan dan dicampakkan.


Bila pada mulanya banyak harapan tertanam kepada Kemenpora yang dianggap bisa mengendalikan dan memperbaiki persepakbolaan nasional. Pembekuan PSSI seperti yang dilakukan negara terhadap asosiasi sepakbola tertinggi di tanah air itu, kini seperti air di daun talas. Tidak bisa bersatu, apalagi mempersatukan.

Tim Transisi dengan sebutan ‘Indonesia Memanggil’ pun ternyata seperti yang kita takutkan sebelumnya: ‘ masuk angin’. Sebelum SK Tim Transisi ditandatangani dan dikeluarkan , satu persatu anggotanya mengundurkan diri: Velix Wanggai, Farmin NaSution, Farid Husneni, Ridwan Kamil, dan FX Hadi Rudiatmo mengundurkan diri dengan berbagai alasan. Meninggalkan Tim Transisi yang, maaf ini sangat mengecewakan kami, nama-nama di dalamnya yang dipertanyakan kompetensinya di dalam sepakbola dan di dalam masalah manajerial.

Selain itu, batalnya turnamen Champion Cup 2015 yang seyogyanya disiapkan oleh PSSI untuk mengganti Liga Indonesia yang batal, pun menunjukkan bahwa ada perseteruan lama antara negara vs PSSI. Perseteruan yang mengingatkan kita insan sepakbola tanah air akan dualisme LPI vs LSI di mana banyak klub terpecag dua bahkan tiga.

Tersiar pula wacana bahwa Menpora merencanakan untuk membubarkan klub-klub bermasalah dan akan akan menggantinya dengan klub baru yang ‘serupa tak sama’. Di antaranya, menurut Menpora, tidak menutup krmungkinan akan dadanya Persija Nusantara, Persib Nusantara, dll bila klub-klub menolak liga yang diadakan Menpora. Berita yang dilansir dalam situs media online itu kemudian dibantah Menpora melalui stafnya.

Entah mana yang benar, karena bantah-membantah sudah seringkali dilakukan di negara ini, bahkan sejak jaman dulu. Hanya saja di jaman sekarang terasa lebih parah, Negara seringkali memberikan pernyataan yang kemudian dibantahnya sendiri. Namun sepertinya perseteruan negara vs PSSI ini merupakan ‘sekuel’ dari kisah bodoh dualisme LSI vs LPI yang pernah terjadi beberapa waktu lalu.


Apakah Menpora akan bersikukuh menjalankan ‘Liga Indonesia’ versinya sendiri dengan mengikutsertakan klub-klub ‘siluman’ untuk berlaga di kasta tertinggi dan divisi utama seperti yang pernah terjadi beberapa waktu lalu? Apakah PSSI yang sudah dibekukan akan tetap menghelat liga dan turnamen dengan resiko dibatalkan karena tidak ada rekomendasi negara melalui BOPI dan Polri?

Kita tunggu saja kemana perseteruan ini mengalir ke ujungnya. Hanya saja, sebagai bobotoh Persib, kita menjadi harap-harap cemas karena eksistensi Persib di Piala AFC 2015 terancam akibat adanya perseteruan ini. Padahal, dalam 20 tahun terakhir ini, saat sekaranglah momen yang tepat bagi SI Maung Bandung untuk menancapkan kembali kukunya di kancah persepakbolaan. Momen yang indah itu, bisa saja kembali buyar bila apa yang dialami Pahang FC, kembali menimpa Kitchee FC yang akan menantang Persib di Stadion Si Jalak Harupat tanggal 27 Mei 2015 besok.

Bahkan yang lebih buruk, apapun hasilnya, Persib akan gagal melenggang ke babak selanjutnya karena sanksi ‘banned’ FIFA menghantui kita semua. Sebagimana yang dilansir FIFA dalam surat penolakannya terhadap Tim Transisi bahwa FIFA ‘menunggu niat baik’ negara dan PSSI menyelesaikan kisruh sepakbola di tanah air hingga tangal 29 Mei 2015.

Bila Perum Pegadaian, yang sering kita datangi saat tak punya uang untuk menonton Persib di stadion, mempunyai slogan ‘menyelesaikan masalah tanpa masalah’, maka perseteruan Negara vs PSSI ini layaklah kita bikinkan slogan ‘mengatasi masalah tanpa SOLUSI’.

Ricky N. Sastramihardja
Editor in Chief Maenbal.co

dimuat di maenbal.co sebagai editorial
http://maenbal.co/13446/suara-redaksi/negara-vs-pssi-perseteruan-penuh-masalah-tanpa-solusi/

MENGAPA MENYALAHKAN DEWI FORTUNA?


Dalam sepakbola ada satu dewi yang bila menang dianggap menguntungkan, dan bila kalah dianggap. Dewi Fortuna namanya, yang berasal dari mitologi Romawi kuno. Dalam mitologi Yunani, Dewi Fortuna bernama Dewi Tikhe (Tyche).

Dewi Fortuna adalah dewi keberuntungan, dewi yang mengatur kekayaan dan kemakmuran. Sejahrawan Yunani, Polibus, percaya bahwa ada kejadian seperti banjir, kekeringan dan bencana alam yang tidak bisa ditemukan sebabnya secara logika, maka Dewi Fortuna atau Tikhe-lah penyebabnya.

Entah kapan Dewi Fortuna ini muncul dan dianggap sebagai bagian sebagai bagian dari sepak bola. Bila sebuah tim kalah, media massa menganggapnya tim tersebut sedang tidak berada di dalam lindungan sang Dewi Fortuna. Dewi Fortuna tanpa sadar dianggap menjadi faktor keberuntunagn atau kesialan sebuah kesebelasan.

Bisa jadi karena karena dalam penampilannya, Sosok Thike atau Fortuna ini digambarkan seorang perempuan yang tengah berdiri di atas sebuah bola yang melambangkan kesempatan atau keberuntungan itu tidak stabil, tidak tetap.

Dewi Fortuna menjadi pihak yang paling bertanggungjawab atas kemenangan atau kekalahan sebuah tim. Terutama bila sebuah kesebelasan bermain bagus, tetapi pada akhir pertandingan harus mnerima kekalahan. Atau saat sebuah tendangan yang seharusnya bisa dikonversi menjadi sebuah gol, tetapi melenceng sedikit saja dari gawang.ATau misalnya di saat injury time, seorang pemain berhasil memasukan bola ke gawang lawan lewat tendangan spekulasi.

Karena hampir 100 persen Bobotoh beragama Islam, seharusnya kita tahu bahwa bahwa Islam memberi pandangan bahwa keberuntungan atau kemalangan itu tidaklah terjadi dengan sendirinya. Tetapi merupakan bagian dari rencana Alloh SWT untuk ummat-Nya.

Ada banyak ayat Qur'an dan hadits yang menyatakan bahwa keberuntungan atau kemalangan itu semata-mata takdir Alloh SWT. Misalnya QS 10: 107, QS 6: 18.

Potongan kutipan hadits riwayat Tirmidzi ini menjelaskan bahwa Rosululloh SAW berkata bahwa "...Ketahuilah bahwa apa yang semestinya tidak menimpa kamu, tidak akan menimpamu, dan apa yang semestinya menimpamu tidak akan terhindar darimu. Ketahuilah sesungguhnya kemenangan menyertai kesabaran dan  sesungguhnya kesenangan menyertai kesusahan dan kesulitan.[Tirmidzi no. 2516].

Jadi persoalan menang atau kalah di dalam sepak bola tentu saja bagi kaum muslimin tidak boleh dikaitkan dengan Dewi Fortuna atau Thike atau sebangsanya. Tentu saja karena dengan demikian kita akan terpeleset ke jurang kemusyrikan. Sedangkan Alloh SWT sendiri berfirman bahwa dosa syirik adalah dosa yang tidak diampuniNya seperti terdapat dalam QS 4: 48.

Ricky N. Sastramihardja
Bobotoh Persib, Pecinta Kopi dan Fotografi
suka ngacapruk di akun twitter @RickyNSas

dimuat di www.bobotoh.id
http://bobotoh.id/2016/04/mengapa-menyalahkan-dewi-fortuna/

HADIAH MANIS ULANG TAHUN PSSI


Pada hari ulang tahun PSSI ke-86 ini, Indonesia mendapat 'hadiah' dari FIFA berupa penurunan rangking. Pada tahun 2015 Indonesia masih nongkrong di peringkat 179. Tetapi tahun ini melorot ke peringkat185.

Ulang tahun PSSI juga bertepatan dengan jatuhnya SK Pembekuan PSSI yang dikeluarkan oleh Menteri Pemuda dan Olah Raga, Imam Nahrawi, pada tanggal 18 April 2015 yang lalu. Di mana saat itu PSSI tengah menggelar ISL musim 2015. Akibatnya ISL yang baru berjalan beberapa pertandingan dihentikan oleh PT. Liga Indonesia dengan alasan Forje Majeur.

Mengenai masalah peringkat seperti yang dirilis FIFA pada tanggal 7 April 2016 yang lalu, Indonesia kalah oleh Laos, Fiji, dan Kamboja yang berada di peringkat 182. Indonesia hanya unggul dari Bhutan yang berada di peringkat 186. Bahkan berada 10 peringkat di bawah negara tetangga, Timor Leste yang bertengger di urutan 175, membuntuti Malaysia di peringkat 174. Peringkat terbaik Indonesia adalah pada tahun 1998 dan 2001, di mana Indonesia berada di urutan ke-87 dari 200 anggota/negara.

Peringkat ini terus melorot karena selama setahun tidak mengikuti turnamen regional dan internasional karena adanya sanksi 'banned' FIFA menyusul intervensi pemerintah pada PSSI. Keadaan ini akan semakin memburuk bila hingga awal Mei nanti, Menpora masih belum mencabut SK pembekuannya. FIFA tidak akan membahas nasib Indonesia di level kongres luar biasa, melainkan di kongres biasa yang diadakan tahun 2017 mendatang.

Dari laman FIFA juga dijelaskan, Indonesia dicoret dari keikutsertaan kualifikasi Piala Dunia 2018 di Rusia serta dari kualifikasi Piala AFC 2019. Komite Eksekutif FIFA memutuskan untuk menangguhkan Asosiasi Sepakbola Indonesia (PSSI) sampai PSSI akan mampu memenuhi kewajibannya di bawah pasal 13 dan 17 Statuta FIFA. Keputusan ini dihasilkan akibat adanya intervensi Pemerintah Indonesia kepada PSSI.

Dalam perjanjian dengan Konfederasi Sepakbola Asia atau AFC, PSSI telah diberitahukan bahwa Timnas Garuda diskualifikasi dari kualifikasi seperti yang dijelaskan di atas. Semua pertandingan Indonesia dari Grup F dari tingkatan kompetisi kualifikasi telah dihapus.

Bahkan, bicara masalah peringkat, ketidakikutsertaan Indonesia di pergaulan sepak bola internasional dipastikan akan mempengaruhi rilis terbaru peringkat FIFA pada 5 Mei 2016. Karena walaupun ada perhelatan Indonesia Soccer Cup 2016, praktis Indonesia belum mempunyai timnas untuk berlaga di ajang regional/ internasiona. Indonesia pun masih menunggu nasib, apakah sanksi FIFA akan berlanjut, atau akan dicabut.

Tetapi apa pun, Pemerintah dan PSSI bisa duduk bersama untuk memutuskan nasib sepak bola bangsa ini. Jangan hanya karena ada ego dan kepentingan kelompok, gairah nasional yang berpotensi menggalng persatuan bangsa ini padam dan menguap begitu saja.

Dalam setahun ini kita kehilangan banyak pemain muda, kehilangan banyak potensi, kehilangan banyak sumber daya yang seharusnya mengangkat prestasi sepak bola Indonesia. Belum lagi kerugian materi yang dialami klub, pemain, pelaku industri, hingga masyarakat kecil yang turut 'menitipkan hidup' dengan menikmati secuil kecil kemeriahan yang bernama sepak bola.

PSSI sebagai lembaga memang harus diperbaiki, dikawal, direformasi. Tetapi sebagai lumbung, PSSI tidak layak dibakar bila ingin menangkap tikus yang bersarang di dalamnya. Menpora yang beritikad baik membersihkan PSSI dari gerogotan tikus juga malah tidak bila membuktikan keberadaan tikus yang diincarnya, tetapi lumbung terburu habis terbakar.

Apalagi Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) telah memutuskan bahwa Surat Keputusan Menpora Nomor 01307 tahun 2015 tentang Pembekuan Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) tidak sah, sehingga keberadaannya tidak diakui.

Majelis Hakim mengabulkan seluruh gugatan PSSI adalah karena SK Pembekuan PSSI yang dikeluarkan Menpora pada tanggal 18 April 2015 itu tidak memenuhi lima Asas Umum Pemerintahan yang Baik, di antaranya melanggar asas profesionalisme, proporsionalitas, dan di luar wewenang. Bahkan upaya-upaya Banding yang dilakukan pihak Menpora pun kandas di meja hakim PTUN karena PTUN yang berpegang pada undang-undang yang berlaku di Indonesia tidak melihat adanya penyelewengan yang dilakukan PSSI.

Tim Transisi yang bertugas mengawal PSSI pun sampai hari ini tidak bisa mengagas bahkan menggulirkan kompetisi untuk mengganti kekosongan selama masa 'suspend' penangguhan oleh FIFA. Yang ada hanyalah turnamen-turnamen 'tarkam' walau namanya keren-keren: Piala Presiden, Piala Jendral Sudirman, Piala Bhayangkara, atau Piala Gubernur. Tanpa terkoneksi ke dunia internasional, sepak boal Indonesia adalah katak yang berada di bawah tempurung. "Kurung batokkeun", kalau kata orang Sunda mah.

Mumpung masih ada waktu. Mumpung masih ada niat baik dari semua elemen sepak bola nasional, dari level petinggi hingga supporter yang baru belajar menyanyikan lagu "Garuda di Dadaku".

Selamat ulang tahun PSSI. Semoga lekas sembuh dan sadar dari mati suri.

Ricky N. Sastramihardja
Bobotoh Persib, Pecinta Kopi & Fotografi
Sering ngacapruk di Twitter dengan akun @RickyNSas

Dimuat di www.bobotoh.id
http://bobotoh.id/2016/04/hadiah-manis-ulang-tahun-pssi/

9.26.2013

AGUS, BOBOTOH PERSIB

Ngaranna basajan, Agus. Ngan nu ilahar dipaké ku urang Sunda keur ngaran lalaki. Umurna nitih 40 taunan, pangawakan sedeng. Teu jangkung, teu pendék, teu kuru, tapi teu lintuh ogé. Agus téh bobotoh Persib. Kuring kungsi panggih jeung manéhna 3 taun ka tukang di tribun Samping Barat keur diriung ku barudak nu hayang difoto bareng jeung Agus.

Najan ngaranna basajan tapi Agus téh istiméwa keur sakumna bobotoh mah. Totalitasna ka Persib teu kudu ditanya deui, méh unggal pertandingan kandang di SJH atawa Siliwangi, Bobotoh nu di Tribun Barat pasti panggih jeung Agus. Agus oge diistiméwakeun ku nu jaga karcis (usher). Manéhna mah gratis asup stadion téh, teu kudu maké karcis. Agus téh urang Ciparay.




Indit jeung balik lalajo Persib salawasna numpak sapédah. ‘Go green’ téa meureun sumangetna mah. Sabot balik lalajo Persib ti SJH, sababaraha kali kuring panggih jeung Agus keur ngaboséh sapedahna mapay jalan Cipatik ti SJH ka Kopo-keun. Tapi karék kamari tutas Persib maén vs Central Coast Mariners (24 September 2013), kuring ‘kawenehan’ boga ombér bisa ngobrol sakeudeung jeung Agus. Bisa nyokot gambarna di palebah jalan tol Kopo. Peuting-peuting basa Agus keur ngaboséh sapédahna rék balik ka Ciparay.

Soméah , teu talangké waktu kuring ménta idin keur motrét manéhna. Meunang sababaraha jeprétan, tuluy Kuring gé sempet nunutur tukangeun Agus nu ngaboséh sapédahna. Sajajalan Agus teu weléh males panggupay jelema-jelema anu ngagupayan ka manéhna. Cekéng gé, Agus mah istiméwa. Totalitas jeung loyalitasna ka Persib teu kudu diragukeun deui.

Kuring mah asa teu sanggup mun kudu total nurutan Agus. Asa keueung nempo kostum jeung dangdanana mun lalajo Persib. Tuda heueuh, batur mah lalajo Persib téh maké jérséy, kaos bulao Persib, kaos Bomber, Viking, Hooligan, atawa kakasualan (casuals), demi ari Agus mah konsistén pisan lalajo Persib maké kostum jeung di-mik ap siga... pocong!

Ciamis, 26 Séptémber 2013

9.02.2013

High Octane Away Day

Laga Persija vs Persib yang dilangsungkan di Sleman 28 Agustus 2013 yang lalu masih membekas di hati saya. Seumur-umur nonton bola, pertandingan kemarin adalah pertandingan yang sangat berkesan. Status pertandingan dengan penonton yang melibatkan kedua kelompok supporter lah yang membuat tensi pertandingan terasa tinggi.

Betapa tidak, Deu Jek yang biasanya kami 'chant' di stadion SJH/Siliwangi, hari itu ada tepat di hadapan para Bobotoh. Naluri agresi dan adrenalin pun mengalir deras membuat konsentrasi untuk menonton bola (dan memotret) menjadi terpecah.




Apalagi para Bobotoh baru bisa masuk sekitar pukul 16.00 atau setelah pertandingan berjalan 30 menit. Ternyata di saat kami masuk, pertandingan tengah berhenti di menit ke-17 akibat adanya kerusuhan antara Deu Jek vs Bobotoh/Viking.

Menurut berita yang beredar (dan saya ketahui setelah pulang), kerusuhan di 15 menit babak pertama itu terjadi setelah Bobotoh masuk ke Tribun Selatan (yang menurut perjanjian diperuntukan untuk Bobotoh). Di Tribun Selatan, para Bobotoh melepaskan dan mengambil spanduk/banner Deu Jek yang terpasang di Tribun Selatan. Terjadi kerusuhan akibat Deu Jek marah dan mengejar Bobotoh yang jumlahnya masih sedikit.
Bobotoh membakar Syal Deu Jek di MIS, 280813

Di saat mereka mengejar itulah rombongan Bobotoh dari Bandung baru bisa masuk. Kedatangan kami pun disambut dengan beberapa lemparan batu dan lemparan petasan oleh Deu Jek dari Tribun Selatan ke parkiran.Sepertinya mengetahui kami datang, akhirnya Deu Jeuk kocar-kacir kembali ke Tribun Timur. Selain itu pihak Polres Sleman juga, katanya, melepaskan gas air mata ke kerumunan Deu Jek yang merangsek dari arah Tribun Selatan.

Tapi di luar semua yang terjadi di dalam lapangan, Saya sangat menikmati perjalanan ke Sleman ini. Ini adalah 'away day' pertama ke luar kota dengan tajuk pertandingan 'el classico'. Saya cenderung memaksakan diri untuk mengikuti tour berbahaya ini karena ingin memuntaskan proyek fotografi saya untuk www.matabobotoh.blogspot.com yang saya awali di tahun 2011.

Match Steward mengamankan Red Flare yang dilemparkan Deu Jek ke tengah lapangan setelah pertandingan usai. Menjelang babak ke-2 Deu Jek melakukan hal yang sama.
Tetapi karena pertandingan ini pertandingan emosional, saya tidak terlalu banyak memotret. Emosi psikologis saya lebih terbangun untuk berhadapan dengan Deu Jek dalam 'open fight' daripada untuk memotret. Sepanjang pertandingan, saya lebih banyak mondar-mandir ke arah Tribun Selatan, yang menghubungkan Tribun Barat (Bobotoh - Viking) dengan Tribun Timur (Deu Jek). Berharap ada serangan dari Deu Jek atau ada komando untuk menyerang.

Tapi syukurlah, tidak terjadi kerusuhan yang lebih besar. Sampai pertandingan berakhir dengan skor 1-1 tidak ada 'open fight'. Ada beberapa gangguan dari deu Jek maupun Bobotoh, tetapi lebih condong pada terror mental untuk pemain. Di akhir pertandingan, kami masih menunggu 'saat itu' terjadi dan tidak mau keluar tribun walau sudah dihimbau oleh pihak kepolisian. Akhirnya kami baru bubar setelah perwakilan dari BCSx PSS Sleman/Slemania meminta kami untuk bubar.



Sungguh suatu pengalaman yang menyenangkan, mendebarkan, dan rasanya membuat 15 tahun lebih muda. Akan diingat dan diceritakan sepanjang masa pada anak cucu kelak bahwa Bobotoh berulangkali berani 'membirukan' stadion yang dikelola Persija pada pertandingan 'home' mereka. Sedangkan Deu Jek belum pernah menyentuh lagi stadion Siliwangi atau SJH semenjak tahun 1999. Di mana pada saat itu di terjadi kerusuhan antara Bobotoh vs Deu Jek di Stadion Siliwangi Bandung.

BAGIMU PERSIB, JIWA RAGA KAMI

7.11.2012

PERSIB CAN JADI JAWARA DI 2011-1012


2011-2012 tos rengse. Persib can jadi kampiun. 
Wilujeng Jawara ka Sriwijaya FC.
Tepang deui di usum maenbal nu baris kasorang. 
Hatur nuhun ka wadya balad Bobotoh di dunia nyata sareng dunia maya.
 #Pride #Respect for Persib!

5.03.2010

PERSIB

http://6ix2o9ine.blogspot.com

Ieu mah carita teh aya patula-patalina jeung Persib Bandung. Najan kajadianana geus lila pisan, jaman kompetisi anyar pindah ka Liga Indonesia.

Harita teh taun 1998. Kuring masih kuliah. Ari karesep teh harita kana nulis sajak. Meureun keur mah lingkungan kuring hirup di antara peminat sastra, katurug-turug sakola oge ngeunaan sastra. Lian ti eta, sajak kungsi jadi ekspresi estetis kuring ngeunaan pulitik di lemah cai di taun 1998 nu keur genting--gentingna. Jadi we nulis sajak teh bagean tina hirup kuring harita. Sabenerna aya hiji alesan deui naha kuring bet remen nulis sajak, nyaeta alantaran keur ticengklak hate. Apanan cenah nulis sajak mah bakal leuwih daria mun keur gandrung asmara atawa keur hate ngoceak.

Di antara loba panyajak, kuring resep pisan ka sajak-sajakna Kang Toto ST. Radik. Dumeh, sajak-sajakna dipikawanoh dina carpon Balada si Roy (Gola Gong) nu dibaca mangsa kuring SMA keneh. Oge lantaran sajak-sajak Kang Toto teh meni plastis, asa bisaan pisan marigelkeun kecap jeung ma'na. 

Alatan ku resep tea, kuring harita nyiar alamatna. Nya meunang pisan ti kang Bambang Q. Anees, koleha-na kang Toto sasama urang Serang (mun teu salah mah aktivis di LiSt, Serang).  Berengbeng we harita teh leos ka Serang Banten. ka Panancangan, ka bumina kang Toto. Barang tepi teh harita kang Toto keur suwung. Masih keneh di lapangan, da harita mah kang Toto teh masih dines di BKKBN Banten minangka PNS tenaga penyuluh.

Teuing sabaraha lila, panggih we jeung kang Toto. Bari sanduk-sanduk menta hampura alatan teu ngabejaan ti anggangna. Bubuhan harita mah internet jeung hape acan usum. Iwal ti jang nu kaya jeung aktivis we harita mah. Alhamdulillah, kang Toto teu nganaha-naha. Nya ti dinya uplek we ngobrol tepi ka peuting.


Meh bada isya, kuring dianter ka kosan sobat kuring, Ceu Yos. Harita teh Yos geus gawe di Serang da sakolana geus beres. Teuing harita ngobrol naon di imah Yos, ngan nu kuring inget basa rek balik, Yos ngeupeulan duit. "Jang roko" cenah. Harita kuring masih keneh nyandu roko. Teu talangke, diasupkeun we kana pesak duit teh. Lumayan. Keur mah emang duit kuring ge kari saongkoseun pisan ka Bandung.

Memeh balik kang Toto kungsi ngajak dahar heula. Poho deui di mana, ngan harita teh diajak dahar Sate Bandeng, kadahareun has Serang, nu sumpah, tepi ka poe ieu masih inget keneh wae rasana nu gurih tur pelem. Bari dahar teh angger ngobrolkeun su'al sastra, Balada Si Roy, tepi ka proses kreatif kang Toto. Obrolan uplek tepi ka tengah peuting dibarung ku manggelas-gelas cikopi jeung roko.

Lantaran isukanana kuring kudu aya di Jatinangor, nya peuting eta keneh kuring amitan. rek tuluy balik. Kang Toto teu kungsi nganteur ka terminal, ngan ongkos angkot mah dipangmayarkeun. Tepi ka terminal Ciceri, kuring laha-loho neangan beus jurusan Bandung.

Teuing lantaran ku geus tunduh teuing emang caliwera, harita kuring nempo dina kaca hareup beus teh aya stiker badag tulisan PERSIB. "Ah, pasti ieu beus ka Bandung", cekeng teh. Kalacat we naek beus. Diuk teh di tukang da ngarah bisa ngaroko.

Teu lila beus teh maju ngageuleuyeung. Kuring ngadon reup sare da tunduh balas kurang sare sababaraha poe samemehna. Sabot keur ngeunah-ngeunah peureum, di palebah tol, kuring dihudangkeun ku kondektur. "Ongkosna A", cenah.

Song we duit ku kuring diasongkeun, "Ka Bandung Kang. Di Kebon Kalapa gugahkeun nya", cek kuring bari humandeuar. Tunduh keneh.

Ti dinya si kondektur ngaheneg, "Ka Kebon Kalapa?"

"Enya"

"Tapi Kang da ieu mah beus anu jurusan ka Cirebon!"

Cirebon? Cilaka dua belas!! Paingan sabot lilir heran, naha beus teh lempeng wae siga teu kaluar ti tol. Teu asup wae ka Puncak atawa Cianjur. Horeng beus nu nerapkeun tulisan PERSIB teh jurusan...Cirebon! Paingan we malipir make jalur Pantura.

Sajajalan tepi ka Cirebon kuring teu bisa sare, antara hayang seuri ku polah sorangan, oge lantaran gegebegan sieun ongkos kurang. Untung harita dikeupeulan ku Yos, Jadi barang tepi ka Cirebon, kuring bisa nyambung deui beus nu ka Jatinangor.

Duh, gara-gara PERSIB!!!